Sebagai penggemar sekaligus ikut mengoleksi beberapa novel terjemahan Sherlock Holmes, saya begitu antusias saat mengetahui pada 23 September 2020 lalu, film Enola Holmes tayang di Netflix. Bagaimana tidak, Enola Holmes mengisahkan tentang petualangan yang melibatkan keluarga Holmes, termasuk Mycroft Holmes (kakak dari Sherlock Holmes) dan Sherlock Holmes sendiri.
Keseluruhan cerita berdasarkan sudut pandang Enola Holmes yang mencari ibunya karena mendadak hilang bertepatan pada ulang tahunnya yang ke-16. Porsi kehadiran Sherlock Holmes dan Mycroft Holmes lebih sedikit pada film ini. Bahkan dapat dikatakan hanya sebagai peran pembantu. Keterlibatan mereka tidak begitu mendalam dan hanya sekadar pelengkap saja. Bisa dipahami karena secara keseluruhan, cerita ini milik Enola Holmes.
Di luar dari permasalahan mengenai isu feminisme yang sempat menjadi perdebatan, secara keseluruhan, film ini menyajikan petualangan yang seru sejak awal mula cerita. Dimulai dari adegan yang memperlihatkan Enola yang sedang bersepeda dan melakukan narasi mengenai kehidupannya.
Bagaimana Ayahnya sudah meninggal sejak ia masih bayi dan kedua kakaknya, Mycroft dan Sherlock Holmes, yang selalu bepergian untuk menyelesaikan banyak kasus karena profesi mereka adalah detektif swasta. Sebetulnya, Mycroft Holmes bekerja untuk pemerintahan Inggris, hanya saja ia sering kali membantu Sherlock ketika ada kasus yang sangat rumit.
Dari gambaran karakter, Enola Holmes adalah sosok periang, perempuan remaja pemberani, juga memiliki keingintahuan yang sangat tinggi. Beberapa kemampuan seperti permainan kata dan bela diri didapat secara langsung dari ibunya. Karakter Sherlock Holmes pada film ini betul-betul menyesuaikan seperti apa yang diceritakan pada novel karangan Sir Arthur Conan Doyle. Penuh deduksi, tidak banyak bicara, serta pembawaan yang terkesan ‘dingin’.
Lain halnya dengan Mycroft Holmes yang entah kenapa pada film Enola Holmes, terkesan galak dan tidak bisa diajak kompromi. Padahal, pada beberapa novelnya, Mycroft digambarkan sebagai sosok yang humoris dan memiliki intelegensi di atas Sherlock Holmes. Hanya saja, ia tidak mau repot seperti Sherlock yang harus menyelidiki banyak kasus. Ia lebih tertarik pada politik dan menjadi bagian penting dari pemerintahan agar dapat mengontrol kebijakan dengan baik.
Bisa jadi, karakter Mycroft dibuat galak dan suka marah-marah karena pada film ini, ia mengemban tanggung jawab untuk mengurus keluarga, termasuk Enola, menggantikan posisi ayahnya.
Secara menyeluruh, konflik pada film Enola Holmes terbilang kompleks. Rumit. Tapi, berhasil dibuat sesederhana mungkin. Salah satunya, menunjukkan nilai feminisme bahwa Enola ingin menjadi perempuan independen yang dapat menentukan jalan hidupnya sendiri, beserta apa pun aktivitas yang dijalani pada kehidupan sehari-hari. Pada film ini, bahkan ia betul-betul menolak untuk disekolahkan di kelas bagaimana caranya menjadi perempuan yang anggun.
Hal yang menyenangkan ketika mengikuti alur cerita film ini adalah, Enola Holmes menjadi narator dan berbicara secara langsung. Seperti seseorang yang sedang memandu kita dan beberapa kali bertanya kepada penonton mengenai keputusan apa yang harus ia ambil atau apa yang sebaiknya dilakukan.
Enola Holmes memiliki rating PG (Parental Guidance) 13 untuk beberapa adegannya. Karena memang dapat dikategorikan juga sebagai petualangan anak remaja yang mudah dipahami. Segala bentuk teka-teki pun diberi penjelasan bagaimana cara menyelesaikannya. Tidak seperti film Sherlock Holmes lainnya yang betul-betul mengajak para penonton untuk berpikir, bagaimana satu dan lain halnya bisa terjadi.
Sayangnya, film ini sangat anti-klimaks. Apa yang dilakukan oleh Enola sepanjang cerita, petualangan yang dilewati, serta teka-teki yang diselesaikan dengan baik dari ibunya sejak ia pergi, seakan tidak memiliki makna dan terlalu klise. Pertanyaan soal ke mana dan mengapa ibunya pergi tidak terjawab sama sekali hingga akhir cerita. Rasanya jadi ada yang janggal aja gitu.
Di luar dari hal tersebut, secara keseluruhan, Enola Holmes tetap layak untuk ditonton. Khususnya bagi kalian yang menyukai film bergenre petualangan, aksi, juga teka-teki. Dan karena film ini termasuk tontonan yang ringan, kita hanya tinggal mengikuti alur ceritanya dari awal hingga akhir untuk memahami apa yang terjadi.
Sebelum nonton, saran saya, jangan lupa siapkan popcorn atau camilan terbaikmu. Karena film ini berdurasi sekitar 2 jam dan sangat disayangkan jika ditonton tanpa camilan.
BACA JUGA Menghitung Gaji Dr. Watson, Asisten Kepercayaan Sherlock Holmes dan artikel Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.