Malam kemarin saya lagi asyik scroll timeline Twitter pas ngeliat sebuah thread dari seorang mbak-mbak yang cerita kalo dia dituduh “nggak punya harga diri” cuma gara-gara si mbak ini ngajak mutualan seorang mas-mas. Si mbak ini ngintipin screenshot DMnya untuk ngasih bukti tuduhan yang dia terima. Singkat cerita si mas yang diajak mutualan ngasih klarifikasi kalo yang balas DM si mbak itu adalah pacarnya. Katanya pacar masnya ini cemburu gara-gara ada cewek lain yang ngeDM dia.
Apakah masalahnya langsung selesai? Ooo tidak. Si Mas ini mendadak tersinggung karena mbak-mbak yang bikin thread dituduh nggak punya harga diri ini seenaknya ngeshare DM-DMan mereka padahal nggak dekat secara personal. Terus kelanjutannya gimana? Mbuh, saya males ngikutin ribut-ribut nggak jelas kayak gitu wqwq. Yang jadi perhatian saya dalam kasus ini sebenarnya soal si mbak yang ngebagiin Dm dia ke followersnya—mungkin untuk cari orang sependapat, nunjukin ke orang-orang kalo dia nggak salah, atau malah…
…pengin mempermalukan mas-mas tadi.
Fenomena orang ngeshare screenshot chat/DM personal sebenarnya bukan pertama kali ini saya lihat di twitter, malah suerrrring banget. Beberapa saya lihat ada yang menghibur kayak screenshot chat di grup keluarga yang kebetulan sekeluarga lucu semua. Atau screenshot chat orang yang lagi PDKT yang isinya uwu semua. Atau screenshot chat orang pacaran yang bikin jomblo-jomblo ngenes di twitter ngeluarin meme “mungkin dulu aq pelakor di jaman Majapahit makanya nggak bisa merasakan ke-uwu-an seperti ini” andalan mereka.
Yang saya pertanyakan adalah hukum ngeshare screenshot chat/DM yang membongkar aib (?) atau pengakuan-pengakuan yang bikin followers komen, “spill dong kak, spill”.
Saya skeptis sama screenshotan chat di thread kayak gitu karena bisa jadi chat yang ditunjukan sebenarnya tidak terekam secara utuh. Maksud saya, bisa saja orang itu menghapus bagian-bagian tertentu biar tujuan dia untuk meyakinkan orang lain soal cerita dia bisa langsung tercapai. Padahal nih ya, kegagalan kita melihat cerita secara utuh membuat kita gagal menangkap konteks. Harusnya kan untuk mengetahui kebenaran dari suatu cerita kita harus lihat cerita dari dua pihak yang terlibat.
Anyway, sejak lama saya emang kurang sreg sih soal kebiasaan ngeshare screenshotan chat ini. Di pikiran saya cuma gini, “ini udah ijin belum ya sama yang punya chat?” atau “ini sopan nggak sih ngebagiin chat di media sosial?”. Itu aja sih. Karena saya kepikiran bahwa chat itu masuk ke ranah pribadi yang tentu saja membutuhkan persetujuan dari kedua belah pihak yang terlibat karena hal tersebut dibawa ke ranah publik.
Kembali lagi ke kasus yang awal tadi, memang sih mungkin mbaknya kesel karena dituduh macam-macam oleh si pacar masnya. Namun sekali lagi, apakah membagikan tangkapan layar seperti itu bisa dibenarkan? Terlebih hal tersebut tentu saja akan menjadi hal yang kurang menyenangkan bagi si mas-mas ini.
Gara-gara kasus mbaknya tadi, saya jadi penasaran ada nggak sih peraturan yang berhubungan sama kejadian ini. Ternyata oh ternyata ada aturannya di UU ITE tepatnya di pasal 26 ayat 1 yang menyebutkan, “kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan, setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.” yang dilanjut di ayat 2, “setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.”
Nah lho, ternyata ada aturannya. Hal yang mungkin tidak kita sadari dan perhatikan selama ini.
(((Hikmah))) dari ini semua adalah, buat kalian-kalian yang masih suka ngeshare screenshotan chat mungkin perlu lebih berhati-hati karena kalau orang yang chattingan sama kalian nggak setuju, kalian bisa dituntut hiiiih.
Dengerin tuh para mantan yang mungkin masih KSBB (kelingan sing biyen-biyen) lalu membagikan chat lama sama mantan—atau ngaku-ngaku mantan.
BACA JUGA Screenshot Adalah Kebiasaan Kita Bersama atau tulisan Zahroh Ayu Khumayr lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.