7 Dosa Besar Optik yang Bikin Pelanggan Minggat

7 Dosa Besar Optik yang Bikin Pelanggan Minggat

7 Dosa Besar Optik yang Bikin Pelanggan Minggat (Unsplash.com)

Sudah puluhan tahun lamanya saya menggunakan kacamata. Maka nggak usah heran kalau sudah berbagai optik saya kunjungi, mulai dari yang ternama sampai yang biasa-biasa saja. Pengalaman itu membuat saya jadi mengenal kebiasaan orang-orang yang bekerja di optik.

Namanya juga manusia biasa, pasti ada saja kelakuan para karyawan optik yang dirasa meresahkan pelanggan. Perbuatan mereka itu bisa dikategorikan sebagai dosa besar. Sebab, bila nggak segera bertobat, bukan hal mustahil pelanggan bakal minggat dan nggak balik lagi.

Setidaknya menurut pengalaman saya, ada 7 dosa besar di optik yang merugikan pelanggan. Saya yakin, banyak orang yang pasti pernah mengalami hal-hal ini dan sepakat dengan apa yang saya katakan.

#1 Nggak menyambut pelanggan

Sebagai salah satu jenis usaha yang bergerak di bidang jasa, pemilik sekaligus karyawan optik harusnya menyambut dan melayani pelanggan yang datang dengan siap siaga. Jangan sampai mereka malah asyik ngobrol atau bermain hape saat ada pelanggan masuk ke optik.

Saya pernah mengalami kejadian ini saat berkunjung ke sebuah optik. Bahkan, karyawannya tega membiarkan saya celingak-celinguk lama dan membisu di dalam. Akhirnya saya berinisiatif untuk bertanya-tanya pada mereka.

Harusnya karyawan optik tahu kalau nggak semua pelanggan fasih berkomunikasi atau punya keberanian untuk bicara duluan. Bukankah itu salah satu alasan mereka ada, dipekerjakan, dan digaji, ya? Kalau menyambut pelanggan saja sudah malas, sekalian saja tokonya dibikin seperti swalayan. Betul, kan?

#2 Kasih info periksa mata gratis, tapi pelayanannya setengah hati

Menurut saya, ini adalah dosa optik yang paling kejam. Siapa sih orang yang nggak suka gratisan? Tentunya pengumuman atau info semacam ini akan menarik perhatian banyak orang. Apalagi bagi orang-orang yang uang saku atau tabungannya lagi di ujung tanduk.

Tapi, apa yang terjadi? Saya pernah mengalami kejadian kurang menyenangkan terkait ini di sebuah optik ternama. Pemilik atau karyawannya melayani saya dengan setengah hati. Mulai dari nada bicara sampai gesturnya menyebalkan. Apalagi kalau sampai nggak jadi beli produk kacamata yang direkomendasikan. Bisa dibayangkan betapa mencekamnya suasana di optik tersebut.

Harusnya pihak manajemen atau marketing optik riset terlebih dulu sebelum membuat promo atau kebijakan. Jangan sampai ujung-ujungnya pelanggan yang benar-benar membutuhkan jadi korban. Carilah bahasa marketing lainnya yang lebih bagus.

#3 Karyawan optik hanya merekomendasikan kacamata mahal

Namanya juga optik, harusnya produk kacamata yang dijual beragam merek dan harga. Ada yang murah, pasti ada juga yang mahal. Tapi, seringnya di beberapa optik, saya malah ditawari kacamata mahal terlebih dulu oleh pemilik atau karyawannya. Yah, yang harga frame-nya kisaran Rp500 ribu ke atas (belum sama lensa, ya).

Ditambah lagi, mereka sembari mendoktrin saya seolah-olah harga selalu sebanding dengan kualitas. Kalau sudah begini, biasanya saya langsung tegas bertanya, “Frame yang paling murah di sini berapa?” Barulah mereka biasa menjawab, “Sekitar 200–300 ribu, Kak.”

Gimana, ya, sebagai pengguna kacamata, saya memakai kacamata karena faktor keadaan atau kebutuhan, bukan gengsi. Kacamata mahal juga belum tentu cocok dipakai, kan. Lagi pula, semahal-mahalnya kacamata pasti bakal rusak saat terjatuh, tertindih, atau terlindas, kan? Apalagi kalau sampai ketlisut dan hilang, pasti bukan main sedihnya.

#4 Optik pelit kasih promo atau diskon

Salah satu daya tarik yang membuat pelanggan memutuskan untuk membeli adalah promo atau diskon. Apalagi untuk produk fesyen seperti kacamata. Makanya rasanya aneh kalau masih ada optik yang pelit memberikan promo atau diskon.

Meski jarang, saya pernah mendapati optik dengan kebijakan semacam ini. Jadi, di akun media sosialnya diterangkan kalau toko sedang ada promo. Eh, ternyata setelah saya datang dan bertanya, katanya syarat dan ketentuan berlaku. Sukses kan jadi korban prank?

#5 Karyawan optik ngegas dan sarkas saat melayani pelanggan

Saya percaya kalau setiap orang punya hak yang sama untuk dihormati dan dihargai. Apalagi untuk urusan yang berhubungan dengan kepala dan indra seperti mata. Jadi, tolonglah wahai pemilik atau karyawan optik untuk selalu bersikap ramah kepada pelanggan yang datang. Jangan lupa mengucapkan kata-kata sopan seperti maaf atau permisi saat memeriksa kondisi mata kami.

Saya pernah dilayani dengan brutal di sebuah optik. Ucapan karyawannya ngegas dan menyakitkan hati meski ruang kesabaran sudah saya buka seluas-luasnya. Penggunaan kata-kata sarkas seperti cacat, minus tebal, parah, hingga lemah saraf pernah saya terima. Lha, mbok pikir aku sengojo nggawe mripatku dadi rabun opo?

Apalagi kalau saya sedang mengajukan keluhan seperti pusing saat memakai kacamata baru atau pemasangan frame yang kurang tepat. Bukannya ditanggapi atau dilayani, malah dikata-katai yang nggak baik.

Harusnya karyawan optik tahu kalau perasaan setiap pelanggan berbeda-beda. Mengomentari kondisi mata pelanggan justru menambah beban dan masalah baru. Kalau nggak bisa menerima komplain dari orang lain, mending nggak usah jualan saja sekalian.

#6 Nggak kasih hadiah atau bonus

Sudah menjadi rahasia umum kalau beli kacamata optik pelanggan pasti dapat hadiah atau bonus. Entah itu kalender, tempat kacamata, cairan pembersih lensa, cairan softlens, atau bahkan sesederhana soft drink dan air mineral. Sebagai pelanggan, saya pernah lho nggak dikasih apa-apa.

Jadi kejadian ini saya alami di sebuah optik. Saya harus menelan pil pahit di sana kalau tempat kacamatanya dijual terpisah. Bahkan, hanya meminta sehelai lap kacamata saya harus menebusnya dengan uang 5 ribu rupiah.

Lambat laun, saya menyadari kalau optik itu bukan lembaga sosial. Mereka sama halnya dengan pedagang lain yang berprinsip mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk keuntungan sebesar-besarnya. Ya sudahlah.

#7 Nggak ngucapin terima kasih

Dosa besar terakhir yang dilakukan optik ini mungkin terkesan sepele, tapi bisa memberikan dampak psikologis cukup dalam, lho. Percaya atau nggak, ucapan terima kasih nggak sekadar formalitas atau menghargai pelanggan. Ucapan ini juga bisa meninggalkan kesan positif, sehingga kelak pelanggan akan tertarik kembalik lagi untuk membeli.

Saya sendiri pernah merasa dicampakkan setelah membeli kacamata. Mungkin karena sudah lama menjadi pengguna kacamata dan jadi pelanggan, saya selalu menanti ucapan, “Terima kasih. Semoga kacamatanya awet.” Sayangnya, hingga saya membuka pintu keluar optik, pemilik atau karyawannya lebih sibuk bermain gadget dan ngobrol satu sama lain.

Itulah 7 dosa besar optik yang bikin pelanggan minggat. Semoga saja setelah ini nggak ada lagi optik yang sepi atau malah merugi karena ulah mereka sendiri, ya. Bagaimanapun yang fana adalah waktu, bintang satu dan review buruk di Google tetap abadi!

Penulis: Dhimas Muhammad Yasin
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Harga Kacamata Jutaan Memang Sebanding dengan Kualitas, Nggak Usah Heran.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version