Derita Punya Wajah Kurang Good Looking: Dari Kehilangan Percaya Diri hingga Berakhir Pengangguran Selama 8 Bulan

Derita Wajah Nggak Good Looking: Nganggur, Susah Cari Kerja (Unsplash)

Derita Wajah Nggak Good Looking: Nganggur, Susah Cari Kerja (Unsplash)

Memang menyebalkan, tapi ungkapan itu nyata adanya. Buktinya adalah saya sendiri yang pernah menganggur 8 bulan hanya karena tidak good looking. Begitu.

Beberapa hari yang lalu saya ke Jakarta untuk ujian kompetensi profesi. Seperti yang pernah saya lakukan sebelumnya, ujian ini juga saya anggap seperti ujian biasa. Ujian tertulis, presentasi, dan diakhiri dengan wawancara.

Tahap pertama dan kedua berjalan lancar. Namun, ketika proses wawancara, malah terjadi hal yang terduga. Banyak pertanyaan yang sedikit banyak cukup membuat saya kaget dan berujung sedikit sakit hati.

“Bapak sudah berapa lama kerja di perusahaan ini? Dulu rekrutmennya S1 ya?”

“Saya sudah 6 tahun, Pak. Betul, dulu saya rekrutan S1.”

“Kok penampilannya nggak meyakinkan begitu ya? Nggak kaya lulusan S1.”

Hati saya terasa seperti tertusuk. Perih. Iya, saya memang nggak good looking. Oleh sebab itu, ketika wawancara, saya sudah berpakaian serapi mungkin. 

Saat itu,  saya memakai kemeja putih, celana bahan, dan menggunakan identitas dari perusahaan. Saya pikir penampilan seperti itu sudah tergolong meyakinkan. Good looking, lah.

Saya sadar kalau nggak good looking

Saya akui kalau penampilan saya memang kurang menarik. Iya, jauh dari kata good looking. Kulit saya gelap dan kebetulan tidak suka memakai pomade. Bau pomade sering bikin saya pusing.

Tapi, ya, untuk apa? Toh saya sedang uji kompetensi, bukan wawancara mau jadi model.

Sepanjang wawancara, saya menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dengan hati dongkol. Saya berhasil menjawab semua pertanyaan tanpa luput. Saran menghiraukan saran dari teman-teman supaya saya tidak mendebat penguji agar lulus. 

Pokoke tak debat! Karena saya pikir lulus dengan cara diremehkan seperti itu sangat tidak worth it! Wis pokoke los dol.

Tapi ternyata saya lulus.

Trauma karena kondisi nggak good looking

Diremehkan karena tidak good looking sebetulnya sudah akrab dengan saya. Semua gara-gara karena saya tidak terlalu mementingkan pakaian. Sehari-hari, pokoknya nyaman, saya nggak begitu peduli. Nggak good looking? Bodo amat.

Saya berusaha berpenampilan lebih rapi atau forman di acara penting saja. Salah satunya ya saat ujian kompetensi kemarin. Jadi, ketika ada pertanyaan tidak profesional begitu saya merasa itu sudah kebangetan.

Alasan saya dongkol sebenarnya bukan semata-mata karena pernyataan penguji tadi, tapi lebih dari itu. Pernyataan soal “good looking” seperti itu sebelumnya sudah pernah saya dapatkan, bahkan hampir 5 kali dan itu terjadi sudah sangat lama. Seingat saya ketika masih mencari kerja. 

Jadi, penghakiman akan penampilan, yang sebetulnya nggak relevan dengan kompetensi saya sebagai pekerja, seperti membuka lama saja. Luka yang sudah saya kubur 8 tahun lalu.

Luka batin karena ujian skripsi

Penghinaan soal good looking pertama saya rasakan ketika ujian skripsi. Saat itu sidang tertutup. 

Seperti biasa, saya sudah menyiapkan mental untuk dibantai dosen penguji. Makanya saya belajar setengah mati. Sudah begitu, saya juga berusaha berpenampilan rapi. Malam sebelum ujian saya potong rambut serapi mungkin.

Setelah menyiapkan bekal lahir dan batin, saya siap ujian. Namun, mental saya langsung hancur ketika dosen penguji menganggap penampilan saya sama sekali dan tidak cocok untuk mengikuti sidang. 

Seketika bekal materi dan mental saya hancur lebur. Materi skripsi saya tidak keluar dari mulut saya. Saya beruntung, pembimbing saya sudah senior dan banyak membantu. Kalau tidak ada dosen pembimbing, Isu soal good looking itu bikin saya keluar ruang sidang tidak hanya dengan muka pucat, tapi juga mulut berbusa.

Pernyataan dari dosen killer tadi benar-benar membuat mental saya hancur. Saya memang lulus sidang dan akhirnya wisuda. Tapi, untuk mengembalikan kepercayaan diri membutuhkan waktu yang cukup lama.

Cari kerja susah karena saya nggak good looking dan berakhir nganggur 8 bulan

Semenjak lulus, proses cari kerja juga tidak mudah. Saya memang selalu lulus di ujian tertulis, tes koran, dan lain-lain. Tapi, ketika harus wawancara, sudah dipastikan saya akan gagal di sana. Entah kenapa. 

Selama 2 sampai 3 bulan pertama saya anggap masih normal karena memang mencari kerja butuh proses. Sayangnya fase ini bahkan berlanjut dan membuat saya menganggur sampai 8 bulan. Padahal teman-teman saya saat itu banyak yang mentraktir rekannya karena sudah menerima gaji pertama.

Karena putus asa, saya selalu meminta masukan dari teman-teman. Mereka memberi masukan beberapa hal yang saya perlu kembangkan. Namun, tidak ada yang menyinggung soal good looking atau tidak.

Hingga akhirnya, setelah 8 bulan, saya bertemu dengan user yang sangat blak-blakan. Beliau berkomentar bahwa penampilan saya benar-benar terlihat tidak niat.

First Impressions, matter!” Kira-kira begitu kata dia.

Setelah itu, saya berusaha memperbaiki penampilan. Saya rajin browsing pakaian rapi untuk wawancara. Bahkan saya rela memakai pembersih muka khusus agar wajah saya terlihat lebih terang walau dalam hati selalu menolak. Berusaha menjadi good looking tidak ada salahnya.

Akhirnya saya diterima kerja. Saya berterima kasih untuk bapak user yang berjasa tadi.

Sudah memperbaiki penampilan tapi tetap sering dipandang sebelah mata

Setelah mendapat pekerjaan, setidaknya saya jadi banyak belajar. Pertama, saya belajar soal public speaking, lalu cara presentasi yang baik, kemudian memperbaiki penampilan. Kepercayaan diri saya kembali pulih. 

Tapi, ya tetap saja, soal good looking itu menghantui. Jadi, di luar jam kerja atau tidak ada acara formal, saya berpakaian senyaman saya saja.

Penampilan saya saat ini sudah jauh lebih mendingan. Minimal saya pakai kemeja santai atau baju kerah atau jaket yang rapi. 

Masalahnya adalah saya pekerja lapangan. Muka yang sudah glow up jelas hilang kalau lama berada di lapangan. Kembali, soal good looking ini menghantui.

Misalnya ketika membeli makanan, saya malah sering dikira pedagangnya oleh pembeli lain. Pada momen tertentu, saya juga sering dikira driver ojol. Padahal saya saat itu cuma kebetulan memakai rompi saja dan nggak bawa motor. Puncaknya mungkin kemarin ketika uji kompetensi.

Menyebalkan, tapi good looking itu keniscayaan 

Saya pikir kalimat “Don’t judge a book by its cover” itu hanyalah omong kosong belaka. Kebanyakan orang-orang pasti akan menilai secara visual dulu. Makanya good looking itu penting. Bahkan parahnya, beberapa orang tidak akan mau menilai “isi” jika dari penampilan saja sudah tidak meyakinkan.

Saya justru lebih setuju dengan kalimat “Jika Anda good looking, maka setengah problem Anda sudah beres.” 

Memang menyebalkan, tapi ungkapan itu nyata adanya. Buktinya adalah saya sendiri yang pernah menganggur 8 bulan hanya karena tidak good looking. Begitu.

Penulis: Hardika Ilhami

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Cerita Kaum Medium Ugly Pernah Ditolak Kerja di Jakarta Gara-gara Muka Pas-pasan, Tapi Malah Bersyukur karena Sekarang Dapat Kerjaan yang Gajinya Lebih Besar

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version