Kampung Durian Runtuh, sebuah nama yang nggak asing di telinga para penggemar serial Upin Ipin. Kampung ini digambarkan sebagai tempat yang bersih, tenang, asri, dengan masyarakat yang rukun dan biaya hidup yang terjangkau. Bagi sebagian orang, tempat ini seolah menjadi surga untuk menghabiskan sisa hidup, sehingga banyak yang mendambakan tinggal di sini.
Namun, di balik pesona yang digembar-gemborkan, bagi saya tinggal di Kampung Durian Runtuh justru lebih banyak mendatangkan penderitaan ketimbang kenyamanan. Sebenarnya dua bocah kembar botak dan warga sana pun sudah mengalami penderitaan ini. Tapi mungkin penonton tak menyadarinya.
#1 Lokasi Kampung Durian Runtuh sangat terpencil dan jauh dari mana-mana
Kampung Durian Runtuh terletak di daerah terpencil, dikelilingi hutan, dan sulit dijangkau. Dalam Upin Ipin Geng: Pengembaraan Bermula, perjalanan Badrol dan Lim ke kampung ini menggambarkan betapa sulitnya akses transportasi ke sana.
Bus yang ditumpangi Badrol dan Lim nyaris celaka karena ban pecah. Abang Lim yang nggak sabaran bertanya pada sopir, “Berapa lama lagi kita menunggu, Pak Ci?” Tetapi sopir bus malah menjawab dengan entengnya, “Tak akan lama. Besok mereka bakal sampai lah.”
Lantaran tak sabar menunggu sampai hari esok, Badrol dan Lim terpaksa berjalan kaki sejauh 5 kilometer menuju Kampung Durian Runtuh tanpa opsi transportasi lain seperti ojek, angkot, atau taksi. Beruntung, di perjalanan mereka bertemu truk Pak Mail dan Singh yang bersedia mengantar keduanya.
Satu-satunya akses ke Kampung Durian Runtuh hanyalah Jalan Besar di Batu Lima. Tak ada jalur alternatif lain. Bayangkan betapa merepotkannya jika harus bepergian setiap hari atau dalam keadaan darurat.
#2 Minim fasilitas
Kampung Durian Runtuh tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk gaya hidup modern. Bagi warga kota yang terbiasa dengan mal, kafe estetik, atau restoran cepat saji, tinggal di sini bisa terasa menyiksa. Satu-satunya tempat makan yang ada adalah Kedai Uncle Muthu yang desainnya ala kadarnya dan kurang menarik sama sekali.
Lebih parah lagi, kedai ini selalu dijaga oleh Sapy. Itu lho seekor lembu kesayangan Raju. Para pelanggan yang makan di sini bakalan tidak nyaman mencium bau tubuh dan kotoran Sapy.
Fasilitas kesehatan juga sangat terbatas. Tidak ada rumah sakit dengan peralatan memadai di kampung ini. Jika sakit parah, warga Kampung Durian Runtuh harus menempuh perjalanan jauh ke kota, yang melelahkan dan memakan waktu.
Pendidikan tinggi pun tidak tersedia, sehingga pemuda seperti Badrol, Abang Iz, dan Cik Bidadari harus merantau ke kota untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Hidup di kampungnya Upin Ipin ini jelas tidak ramah bagi mereka yang menginginkan segala kemudahan dan kenyamanan.
#3 Kampung Durian Runtuh rawan bencana alam, terutama angin puting beliung
Tinggal di Kampung Durian Runtuh sangat tidak aman karema sering dilanda bencana alam. Salah satunya adalah angin puting beliung. Di serial Upin Ipin musim ke-15 yang berjudul Angin, bencana ini digambarkan dengan sangat mengerikan. Seperti gumpalan awan hitam, petir yang menggelegar, serta angin kencang yang memporak-porandakan rumah-rumah warga, terutama yang terbuat dari kayu.
Tok Dalang, misalnya, menjadi korban bencana terparah. Rumahnya rusak berat hingga dia harus mengungsi ke rumah Upin dan Ipin selama renovasi. Tinggal di kampung ini berarti harus selalu siap menghadapi ancaman bencana alam yang tidak hanya merusak properti, tetapi juga perekonomian dan mengganggu ketenangan hidup.
#4 Gangguan hewan liar dan hewan peliharaan yang tak terkendali
Penderitaan selanjutnya menetap di Kampung Durian Runtuh adalah sering didatangi “tamu tak diundang”. Tamu tak diundang yang saya maksud berupa hewan liar.
Misalnya saat musim hujan, katak berbondong-bondong masuk ke rumah warga, membuat orang-orang seperti Kak Ros yang fobia katak ketakutan. Sejenis ular berbisa juga kerap menyusup, bahkan Tok Dalang pernah digigit hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Saat musim panen buah, kelelawar kerap mengotori atap rumah warga, seperti yang dialami oleh Opah.
Bukan hanya hewan liar mengganggu, hewan peliharaan pun tak kalah merepotkan. Rembo, ayam peliharaan Tok Dalang, diketahui yang gemar mencuri sandal warga hanya sebelah. Sementara Sapy, lembu kesayangan Raju, sering kabur-kaburan dan bahkan pernah menabrak tiang listrik hingga menyebabkan pemadaman listrik serta putusnya jaringan telepon dan internet. Gangguan dari hewan-hewan tersebut membuat ketenangan hidup di kampung ini sulit dirasakan.
#5 Bertetangga dengan manusia macam Abang Roy yang banyak berbuat ulah
Penderitaan terakhir tinggal di Kampung Durian Runtuh adalah kehadiran tetangga rese seperti Abang Roy, pemuda pengangguran yang kerap membuat onar. Abang Roy dikenal sering mengendarai motor secara ugal-ugalan, membakar sampah, merekam keributan warga yang rebutan beras, bahkan melakukan tindakan kriminal seperti mencuri durian di kebun Tok Dalang dan sering mencuri barang di Kedai Runcit Abang Iz.
Anehnya, meskipun ulah Abang Roy sangat meresahkan, tidak ada satu orang pun yang bisa mencegahnya dan secara tegas menghentikannya. Bahkan Tok Dalang sekalipun sebagai kepala kampung. Meski pernah memergoki Abang Roy mencuri durian, Tok Dalang tidak berani melaporkannya ke polisi, entah karena alasan apa.
Jadi, selama Abang Roy masih tinggal di Kampung Durian Runtuh, Upin Ipin dan warga lain harus bersiap menghadapi ulahnya yang mengganggu ketertiban dan keamanan kampung.
Setelah mengetahui 5 penderitaan Upin Ipin dan kawan-kawan di Kampung Durian Runtuh, apakah kalian masih tertarik tinggal di sana? Kalau saya sih ogah buanget!
Penulis: Acep Saepulloh
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kampung Durian Runtuh Upin Ipin, Contoh Terbaik Kampung Ramah Anak, Bisa Banget Ditiru!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















