Derita Rakyat Nggak Suka Musik Dangdut yang Merakyat

Derita Rakyat Nggak Suka Musik Dangdut yang Merakyat Terminal mojok

Sebagai warga negara Indonesia, siapa sih yang nggak tahu atau nggak pernah mendengarkan musik dangdut? Musik dangdut sudah seperti bagian hidup dari masyarakat kita. Dari mulai didengarkan waktu ada hajatan, disetel di angkutan umum, atau bahkan di TV pun musik dangdut sudah menjadi hiburan siang malam. Seolah-olah musik dangdut adalah musiknya rakyat bersama. Lalu, gimana dengan mereka-mereka yang lebih suka genre musik selain dangdut? Di situlah kadang saya merasa sedih. Hiks~

Menjadi orang yang nggak selera pada musik dangdut itu rasanya nggak enak. Apalagi hidup di tengah-tengah masyarakat desa yang sangat menggandrungi genre musik ini. Karena genre musik satu ini nggak hanya disukai oleh kaum bapak-bapak dan emak-emak saja, pun disukai berbagai kalangan mulai dari anak-anak sampai remaja. Saya tipe orang yang lebih suka menikmati lagu-lagu sambil diam dan merenungi maknanya. Atau musik seperti K-Pop yang bikin saya pengin jingkrak-jingkrak.

Saya sih nggak masalah kalau ada orang yang nyanyi dangdut, bahkan dengan suara cempreng sekalipun. Hal yang bikin saya paling nggak nyaman dengerin musik dangdut adalah alat musiknya. Musik dangdut biasanya pakai gendang yang bisa bikin jantung jedug-jedug. Apalagi kalau pas hajatan, musik dangdut yang disetel pakai speaker besar dari pagi sampai malam itu, wah, bikin saya jadi pengin minggat dari desa. Rasanya seperti minoritas yang terasing di tengah mayoritas.

Saya sedikit bahagia kalau naik BRT (Bus Rapid Transit), karena yang disetel biasanya lagu-lagu bergenre pop. Saya malah lebih suka lagu-lagu mellow, apalagi disetelnya pas sedang turun hujan. Tapi ya lagi-lagi musik dangdut kadang menampakkan batang musiknya dengan berkolaborasi bersama lagu pop. Saya masih ingat, lagu “Karena Su Sayang” yang pernah tenar itu juga bisa dibikin versi dangdutnya.

Padahal kalau diingat-ingat, sewaktu kecil saya sangat menggandrungi musik dangdut. Saya dulu sering nyanyi-nyanyi sendiri lagunya Dewi Perssik. Saya sendiri sudah lupa sejak kapan saya berhenti menyukai lagu dangdut. Atau gimana ceritanya saya jadi nggak nyaman sama suara gendang. Tapi, apa memang cuma karena suara gendang? Saya sendiri mendengar lagunya juga nggak ada rasa tertarik. Mungkin sejak saya mulai tertarik dengan K-Pop, ya. Selera musik saya berubah haluan. Hehehe~

Kadang-kadang saya mencoba untuk kembali menikmati musik dangdut. Pernah juga diajak kakak tingkat untuk nonton konser dangdut bareng di Lapangan Pancasila. Tapi baru 5 menit, eh saya langsung nggak kuat dan memutuskan untuk melipir ngacir. Saya langsung kapok dan kalau diajak nggak mau lagi. Sampai ada yang bilang ke saya, “Dasar kamu nggak merakyat!” Bercanda sih sebenarnya, tapi kok ya sampai mempertanyakan kerakyatan saya. Jiwa-jiwa “cintailah produk-produk Indonesia” saya meronta-ronta. Bukannya nggak merakyat, saya suka kok lagu “Ampar-ampar Pisang”, “Apuse”, “Bermain Layang-layang”, dan sebagainya. Saya sudah berusaha untuk menikmati lagu dangdut, tapi kok ya nggak bisa. Saya pernah coba ikut-ikutan joget kayak teman-teman, tapi kok ya badan jadinya malah tambah kaku. Malah ngerasa kayak zombie yang lagi teler. Nggak bisa joget kayak teman-teman saya yang nikmat banget sampai merem-merem.

Sejak saat itu kalau di organisasi ada acara makrab tujuannya hiburan dan pengakraban anggota, saya kadang merasa was-was. Teringat waktu semua orang joget dan saya malah pengin mojok. Jadinya kayak orang aneh sendiri. Yang lain senang-senang ketawa-ketiwi, saya malah diam meringkuk cemberut. Di rumah pun begitu. Pernah lagi enak-enak kumpul bareng keluarga sambil nonton berita, eh malah tiba-tiba dipindah channel dangdut. Akhirnya saya memutuskan melipir ke kamar dan beralih mainan hape. Hal itu justru membuat saya merasa terasing dan susah nyambung sama orang lain. Walau bagaimanapun, selera memang nggak bisa dipaksakan. Kalau ada yang setel musik dangdut, ya biasanya saya hanya diam. Kadang ada teman-teman yang iseng dan sengaja menyetel lagu dengan keras. Menyebalkannya, karakter saya yang pendiam ini cuma bisa ngelus dada.

BACA JUGA Derita Punya Muka Jutek, Muka bak Rocker Padahal Hati Dangduter.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version