Kalau sedang nongkrong dan kawan-kawan mulai ngomongin pengalaman kerja, tepatnya berapa banyak perusahaan yang sudah “dicoba”, saya lebih memilih diam. Saya baru merasakan kerja di 2 perusahaan. Jelas, saya kalah cerita. Tapi, kebanyakan kawan saya tidak merasakan apa yang pernah saya alami, yaitu jadi pegawai night shift.
Ya, sebelum saya kerja di Mojok, saya kerja di perusahaan game, tapi bagian night shift. Bisa dibilang saya ini mantan PNS, pegawai night shift. Jam kerja saya lumayan enak sih, 5 sore sampai jam 1 pagi. Bisa bangun amat siang, tidur pun tak terlalu pagi.
Bagi orang-orang yang kenal saya, banyak yang bilang shift malam ini amat pas dengan saya. Susah bangun pagi, malam aktifnya minta ampun. Pokoknya, takdirnya udah pas banget dengan keinginan saya. Plus, saya tak perlu kesusahan untuk mengubah kebiasaan. Terlihat enak kan?
Nyatanya, tidak.
Dan dalam artikel biasa saja ini, saya mau cerita menderitanya jadi PNS, yang efeknya ternyata baru saya rasakan bahkan setelah kembali melihat matahari.
Daftar Isi
Kehilangan kemerdekaan
Waktu pertama kali dapat kabar bahwa saya akan ditempatkan di bagian night shift, pacar saya (sekarang istri) langsung menghela nafas. Beda dengan saya, yang malah gembira. Saya kira dia nggak suka karena bakal kehilangan banyak waktu. Tapi ternyata, efek terbesarnya malah bukan ke dia, tapi ke diri saya.
Saya yang biasanya malam hari nongkrong dan beraktivitas, malah justru terkungkung di meja kerja hingga dini hari. Ketika kelar kerja, kawan-kawan saya sudah pulang ke kamar masing-masing. Mau makan bareng pacar, ya susah karena dia pasti udah tidur. Akhirnya, hal yang saya kira menyenangkan, justru berbalik menghantam saya.
Kehilangan akal
Pegawai night shift punya satu masalah yang saya kira jarang orang bicarakan: kehilangan sense of time. Dan lama-lama, kehilangan akal.
Begini maksud saya. Kalau dalam kasus saya, saya kerja menjelang maghrib, dan kelar ketika hari sudah berganti. Saya memulai hari justru ketika orang-orang mengakhirinya, dan mengakhiri hari di mana orang sedang bersiap untuk mengawali hari. Coba lakukan itu selama 6 bulan, Anda baru tau maksud saya.
Jadi pegawai night shift, seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, susah punya kehidupan sosial. Kalau mau nongkrong siang, kawan-kawan belum kelar kerja dan kuliah. Nongkrong malam, kok udah pada balik. Akhirnya, berkawan dengan kesepian adalah jalan yang harus ditempuh. Dan apa efek dari kesepian yang paling terlihat? Jelas, kewarasan yang perlahan menghilang.
Pacaran ya, agak susah karena harus menyempatkan waktu. Nah, ini yang akan saya bahas selanjutnya.
Dilema night shift
Saya kasih dilema yang sering saya rasakan selama jadi pegawai night shift.
Sesampai kamar kos, saya tidak bisa tidur begitu saja karena jelas, kawan pegawai night shift paling utama adalah kopi. Saya bisa saja menenggak dua gelas kopi hanya agar badan tetap bugar dan mata tetap melek. Ya wajar kalau saya susah tidur. Akibatnya apa? Ya badan nggak bugar.
Biasanya, saya baru bisa tidur jam 4\6 pagi. Bangun yaaa jam 12-2 siang. Badan pasti rasanya nggak enak bangun jam segitu. Bangun tidur saat cuaca panas dan udara nggak enak itu menyedihkan, sumpah.
Itu kalau pas hari-hari biasa. Nah, kadang, saya bisa tidur cepat sekitar jam 3 pagi, dan bangun jam 9 pagi. Nah, ini juga dilema buat night shift. Sebab, jam masuk kerja masih lama. Memang, bisa saya gunakan untuk ketemu pacar, mungkin nongkrong sama kawan yang kelar kuliah cepet, atau apalah.
Tapi, waktu masuk kerja, badan udah capek. Ujungnya apa? Makan lebih banyak, kopi lebih kental. Kerja jadi nggak maksimal, badan lebih letih. Terkadang, badan yang kelewat letih malah susah untuk diajak tidur. Ujung-ujungnya ya, badan makin nggak enak. Tidur pun nggak enak.
Semua itu bisa jadi recipe of disaster. Tunggu kapan saja meledaknya.
Menikmati jadi pegawai night shift, tapi…
Tapi apakah saya tidak menikmati itu semua? Oh ya jelas saya menikmati. Tim kerja saya saat itu amat menyenangkan. Tiap hari selalu ada saja hal menyenangkan terjadi. Mungkin itu yang bikin saya bisa melewati hari demi hari sewaktu kerja jadi pegawai night shift. Fasilitas kantor saat itu pun wajib saya acungi jempol.
Setidaknya, saya bisa berlindung aman dan nyaman di kantor sampai matahari muncul. Saya masih ingat, saya harus mendekam di kantor gara-gara ada sweeping plat AD oleh suporter bola yang pecah saat itu. Plat nomor sudah saya copot, tapi tetap saja saya takut. Dan saya harus mendekam di kantor agar aman.
Terus kenapa cabut dari industri ini? Ya karena keterima di Mojok. Impian dan tujuan saja sejak masih kuliah je, masak nggak saya ambil.
Sebagai penutup, saya ingin memberikan dukungan moral untuk semua pegawai night shift industri apa pun di luar sana. Medis, retail, pabrik, atau apa pun itu, kalian hebat, dan kalian wajib untuk kuat. Semoga Tuhan selalu menerangi kalian meski berangkat gelap, pulang pun gelap.
Buat para kekasih pegawai night shift, ingat kata Pendhoza, “Aku yo mung cah kerjo!”
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Tidak Ada Hajatan yang Menguntungkan