Tulisan tangan jelek bagi saya adalah aib yang nggak mungkin disembunyikan. Mau nggak mau, suka nggak suka, orang lain pasti tahu kalau tulisan saya jeleknya nggak ada obat dan bisa memancing emosi pembaca. Alhamdulillah sekarang saya sudah terbebas dari kewajiban nulis pake tangan. Dadah bolpoin dan buku catatan, turut bersedih hati juga buat kalian yang masih sekolah dan tulisan tangannya jadi tambah jelek gara-gara school from home sekarang ini.
Percayalah, punya tulisan jelek itu bikin frustrasi banget, banget, banget. Lah gimana, teman-teman saya yang lain dikenal guru karena pinter atau bandelnya, cuma saya seorang yang dikenal karena tulisan tangan jelek.
Perkara ini jadi sumber diskriminasi saat sekolah. Ketika murid diharuskan saling memeriksa jawaban ujian, nggak ada yang mau meriksa punya saya! Yang lebih parah, setiap tahun di rapor pasti ada catatan “perbaiki tulisanmu!” dari guru. Ya mon maap aja nih, Pak dan Bu Guru, font tulisan saya emang udah jelek dari sananya.
Saking frustrasinya, saya sampai nyari di Google apa kelebihan manusia yang tulisan tangannya jelek. Alhamdulillah hasilnya nggak mengecewakan: saya disebut cerdas, kreatif, dan punya otak yang bisa mikir lebih cepat daripada tangan saya. Jadi katanya, waktu nulis otak saya udah sampai z tapi tangan saya baru sampai m, makanya si tangan mencoba mengejar ketertinggalan dengan menambah kecepatan nulis yang kemudian berakibat pada kerapian tulisan.
Ada juga yang bilang, tulisan saya nggak tiba-tiba jelek karena menulis adalah kumpulan beberapa kemampuan, seperti: kemampuan membentuk huruf-huruf, menempatkannya dalam kertas, membuat ukuran yang pas buat setiap hurufnya, mengatur jarak antarhuruf dan kata, cara megang alat tulisnya, sampai kemampuan memberikan tekanan yang tepat saat menulis. Karena tulisan saya bentuknya mirip ceker ayam plus sandi rumput, kemungkinan besar saya gagal menguasai semua kemampuan ini.
Selain alasan tadi, bisa juga karena sejak kecil kita—yes, saya dan kamu yang tulisannya juga jelek—nggak mendapatkan pelatihan dasar-dasar menulis yang baik dan benar. Inget nggak dulu pernah belajar nulis di buku bergaris? Saya sih dulu cuma disuruh jiplak tulisan guru tapi nggak diajarin teknis menulisnya gimana. Yah mau gimana pun alasannya, tulisan saya sudah terlanjur jelek, nggak ada cara lain selain menerima kenyataan pahit ini.
Bahkan di zaman sekarang yang gurunya udah hati-hati buat marahin siswanya, jalan hidup seorang pelajar dengan tulisan jelek nggak akan pernah mulus sampai kapan pun, saya berani jamin ini. Coba jawab jujur, berapa kali teman sebangkumu marah karena nggak bisa nyontek jawabanmu? Berapa kali gurumu marah-marah karena pusing liat sandi rumput dalam buku catatanmu?
Di luar hal tersebut di atas, para penyandang status tulisan ceker ayam pasti merasa waswas dan takut saat berhadapan dengan soal esai di ulangan harian, UTS, dan UAS. Bukan takut nggak bisa jawab, tapi takut jawaban yang sudah ditulis dengan sungguh-sungguh juga penuh kejujuran dicampakkan begitu saja karena nggak bisa dibaca sama sekali oleh gurunya. Akhirnya cuma dapat nilai seadanya. Bayangkan betapa sakitnya, Lur!!! Udah belajar semaleman sekaligus bikin contekan—yang nggak berguna juga—lalu harus puas dengan nilai pas KKM.
Yang paling konyol dan sering banget saya alamin dulu, yaitu: nggak bisa baca tulisan sendiri!!! Padahal setiap huruf dan kalimat saya tulis dengan penuh kesadaran dan motivasi tinggi agar bisa dibaca lagi nanti saat dibutuhkan. Pernah satu kali, seorang guru mengatakan, “Pelajaran hari ini pasti keluar waktu UTS nanti, jadi perhatikan baik-baik dan tulis setiap bagian yang penting di buku catatan!” karena rumasa saya mah gebloh, jadi apa yang blio tulis di papan pasti saya catat di buku. Selanjutnya kamu ngerti sendirilah gimana, ya kan? IYA SAYA SEDIH SOALNYA NGGAK BISA BACA TULISAN TANGAN SENDIRI!!
Satu lagi, sebagai siswa berprestasi dan anti hura-hura, saya sering banget bolos sekolah, kadang dari rumah berangkat tapi nggak sampai ke sekolah. Biar orang rumah nggak tahu dan bisa dapet dispensasi dari guru, satu-satunya jalan keluar ya cuma bikin surat dispen sendiri. You know what? Gara-gara tulisan busuk ini saya harus merogoh kocek tiga ribu rupiah buat bayar jasa tulis surat.
Kalaupun ada keuntungan dari tulisan jelek yang saya dapatkan, mungkin cuma satu: lembar jawaban ulangan/ujian saya jadi nggak bisa dicontek sama orang lain. Saya nggak pernah merasa khawatir soal ini. Mau nyontek? Silahkan, kalau perlu copas jawaban saya semuanya! Itu pun kalau bisa dibaca tulisannya. HUAHAHAHA.
BACA JUGA Daftar Orang yang Seharusnya Dihilangkan dari Grup WA dan tulisan Gilang Oktaviana Putra lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.