Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Derita Mahasiswa PPG: Tugas Kebanyakan, Wajib Publikasi Jurnal, Dosen Cuma Nitip Nama

Muhammad Rohman oleh Muhammad Rohman
18 Juli 2024
A A
Alih-alih Mengharuskan PPG, Bukankah Lebih Baik Meningkatkan Kualitas Mahasiswa yang Jadi Calon Guru Sejak Mereka Kuliah S1?

Alih-alih Mengharuskan PPG, Bukankah Lebih Baik Meningkatkan Kualitas Mahasiswa yang Jadi Calon Guru Sejak Mereka Kuliah S1? (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Sejak jadi mahasiswa PPG, pacar saya hampir nggak pernah absen mengeluh setiap harinya. Saya serius tidak mengada-ngada. Setiap kali dia datang pada saya, pasti kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah keluhannya menjalani Program PPG. Buat yang belum tahu, PPG itu adalah sebuah program Pendidikan Profesi Guru yang digagas oleh Kemendikbud untuk menaikkan kualitas guru.

Sebagai program yang digagas dengan tujuan menaikkan standar kualitas guru, saya merasa program ini lebih cocok disebut sebagai pendidikan ketahanan fisik, pikiran, dan psikologis. Bagaimana tidak, tugas-tugas yang diberikan tidak ada habisnya dan sangat tidak manusiawi. Baik itu yang melalui fitur di platform Merdeka Belajar, LMS (Learning Management System), dosen per mata kuliah, maupun sekolah tempat praktek mengajar.

Saya begitu fasih menyebutkan karena memang begitulah biasanya pacar saya mengeluh. Dia juga bercerita, karena beratnya mengikuti program PPG, beberapa temannya ada yang memilih mengundurkan diri. Biasanya didominasi oleh mereka yang sudah berkeluarga. “Mengurus diri sendiri saja (baca: tugas PPG) susah, gimana mau sambil mengurus keluarga. Daripada keluarga bubar, mending mengundurkan diri saja,” begitu kata pacar saya menirukan temannya.

Jadi mahasiswa PPG itu (bener-bener) berat!

Dari cerita pacar saya saja, saya sudah bisa membayangkan betapa beratnya jadi mahasiswa PPG. Selain kuliah dan praktik mengajar yang terus berjalan beriringan, mengerjakan tugas juga jadi rutinitas harian yang tidak bisa ditinggalkan. Saya sampai bosan setiap kali saya menanyakan aktivitas harian pacar saya, jawabnya pasti selalu “nugas!”.

Bahkan, LMS yang seharusnya jadi platform untuk memperdalam ilmu mengajar, justru malah jadi semacam platform penyiksaan. Bayangkan saja, satu mata kuliah saja tugasnya bermacam-macam dan sangat banyak. Sedangkan satu semester itu terdapat 7 mata kuliah. Saking banyaknya tugas, yang terjadi adalah mereka lebih fokus menyelesaikan tugas dengan cara meng-copy paste sana-sini dan mengandalkan AI. Sehingga mereka tidak jadi fokus memperdalam ilmu mengajar, justru malah sibuk mengejar deadline.

Belum lagi kalau dosen memberi tugas di luar LMS, yang seringnya berupa tugas analisis. Jadi lengkap sudah penderitaan mereka. Tenaga sudah maksimal dicurahkan untuk tugas-tugas di LMS, sedangkan pikiran masih harus bekerja keras untuk tugas analis dari dosen. Itu pun biasanya masih ada tugas dari sekolah tempat praktik mengajar, yaitu membuat laporan penelitian tindakan kelas sebagai bahan evaluasi proses pembelajaran. Manusia mana yang psikologisnya nggak tertekan?

Jurnal, jurnal, jurnal

Sudah begitu, lanjut cerita pacar saya, menjelang kelulusannya September nanti, dia masih mendapat tugas besar tambahan yaitu menerbitkan jurnal ilmiah terakreditasi Sinta. Saya sebut tambahan karena Kemendikbud sendiri tidak mewajibkan mahasiswa PPG untuk menerbitkan jurnal ilmiah, apalagi kok yang harus terakreditasi Sinta. Saya melihatnya seperti hanya akal-akalan dosennya saja. Karena dosennya juga mewajibkan mencantumkan namanya sebagai penulis kedua dan ketiga.

Padahal dalam proses penulisannya, “dosen pembimbing” itu tidak berkontribusi sama sekali. Jangankan ikut menulis atau riset, mereview draftnya saja tidak pernah, katanya. Jadi jelas sekali mewajibkan mahasiswa PPG menerbitkan jurnal ilmiah sekaligus mencantumkan namanya sebagai penulis kedua dan ketiga adalah akal-akal dosennya saja. Karena memang sebegitu pentingnya publikasi bagi karier dan reputasi seorang dosen.

Baca Juga:

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Selain tidak gampang, menerbitkan jurnal Sinta juga lumayan lama prosesnya. Dari mulai submit sampai publish, banyak sekali yang harus diurus dan dikerjakan. Semua dosen pasti tahu itu. Tapi dosen PPG di kampus pacar saya itu maunya hanya terima jadi dan wajib mencantumkan namanya. Itu gila, kata saya. Sebab selain prosesnya yang kompleks, juga ada biaya yang harus dibayarkan. Dan, itu biasanya tidak murah.

Kata pacar saya, yang membuatnya semakin menderita karena tugas penerbitan ini adalah pemberian tenggat waktu yang terlalu mepet. Bulan Juli ini baru diumumkan, sedangkan akhir Agustus nanti harus sudah diterbitkan. Bahkan LoA (Letter of Acceptance) saja dulu tidak cukup untuk memenuhi kewajiban. Padahal semua dosen saya yakin tahu, bahwa penerbitan jurnal itu tidak bisa sewaktu-waktu. Apalagi jurnal Sinta, biasanya setahun hanya dua kali, dan jarang yang jatuh di bulan Agustus.

Tak berani menentang

Namun, meski begitu, tidak satu pun yang berani menentang secara langsung tugas berat dan nggak masuk akal itu. Relasi kuasa yang timpang antara dosen dan mahasiswa membuat sebagian besar mahasiswa memilih mengusahakan segala cara untuk memenuhi tugas itu. Meski bisa dibilang cara-cara yang ditempuh itu akhirnya melanggar etika publikasi dan keilmiahan.

Banyak dari teman pacar saya yang mengaku secara terang-terangan menerbitkan artikel jurnalnya di Jurnal Predator terakreditasi Sinta. Karena itu satu-satunya jalan pintas untuk memenuhi tenggat waktu yang sangat mepet. Meskipun dalam prosesnya kadang rentan sekali dengan penipuan. Ada yang kena tipu tidak jadi terbit uang hilang, ada pula yang terbit di jurnal yang akreditasinya sudah kadaluarsa alias bodong. Sudah melanggar etika, kena tipu pula.

Melanggar etika publikasi memang biasa di kalangan dosen, demikian yang saya baca di Kompas.id. Tapi membuat mahasiswa ikut melakukannya demi ambisi dosen, jelas itu pelanggaran besar-besaran yang sulit untuk dimaafkan. Lalu, apa yang masih bisa kita harapkan? Anggaran besar program PPG sudah disalurkan, tapi kualitas guru tak kunjung ada perubahan. Perlukah program ini tetap dipertahankan? Kata saya sih, mending dibubarkan. Buang-buang anggaran.

Penulis: Muhammad Rohman
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Alih-alih Mengharuskan PPG, Bukankah Lebih Baik Meningkatkan Kualitas Mahasiswa yang Jadi Calon Guru Sejak Mereka Kuliah S1?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 18 Juli 2024 oleh

Tags: Dosenjurnal sintaLOAPPG
Muhammad Rohman

Muhammad Rohman

Seorang kakak yang paling bahagia karena diberkahi dua adik lucu. Segera lulus dari Universitas Negeri Semarang. Twitter: @rochman_7610.

ArtikelTerkait

Selain Niat Mahasiswa, Dosen Pembimbing Adalah Kunci Mulusnya Proses Skripsi Mojok.co

Selain Niat Mahasiswa, Dosen Pembimbing Adalah Kunci Mulusnya Proses Skripsi

10 Desember 2023
Dosen Bukan Lagi Manusia Setengah Dewa, tapi Memang Sudah (Cosplay) Jadi Dewa

Dosen Bukan Lagi Manusia Setengah Dewa, tapi Memang Sudah (Cosplay) Jadi Dewa

12 Januari 2024
Ilustrasi Cerita Dosen Hobi Main Domino demi Melupakan Kecilnya Gaji (Unsplash)

Cerita Dosen yang Hobi Main Domino di Ruangan Fakultas Sebagai Motivasi Mengajar dan demi Melupakan Kecilnya Gaji

8 Mei 2024
Jam Kuliah Kosong Adalah Bencana bagi Mahasiswa, Jangan Senang Dulu

Jam Kuliah Kosong Adalah Bencana bagi Mahasiswa, Jangan Senang Dulu

26 September 2025
pengangguran, kuliah online

Saya Dosen, Kuliah Online Bikin Saya Ngerasa Jadi Pengangguran yang Digaji

2 Mei 2020
Dosen Toxic Kebelet Jadi Guru Besar: Tugas Artikel Ilmiah Wajib Terbit dan Ancam Mahasiswa dengan Nilai

Dosen Toxic Kebelet Jadi Guru Besar: Tugas Artikel Ilmiah Wajib Terbit dan Ancam Mahasiswa dengan Nilai

20 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025
Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

29 November 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.