Dulu waktu masih kuliah di salah satu kampus di Yogyakarta, beberapa teman sering mengejek kota kelahiranku, Ngawi. Di antara mereka ada yang sok-sok an nggak pernah dengar nama kota Ngawi, padahal dia asli orang Jawa timur. Ada pula yang tanya, “Ngawi tuh yang hutan belantara itu ya?”
“Iyaaaaa, tapi bukan berarti isinya hutan doang kaleeee!” jawabku. Dan yang paling ngeselin nih ya, ada yang bilang kalau Ngawi itu ndusun banget, nggak ada kota-kotanya sedikit pun.
Ndusun? Sebentar, sebentar.
Aku sempat bertanya-tanya kenapa sih ini orang nggak bilang aja kalau Ngawi itu ndeso. Eh, malah jawab dia enteng banget. Katanya ndusun itu satu level di bawah ndeso. Jadi Ngawi itu ya ndesonya ndeso. Duh, ini sih ngehina banget. Asli.
Sialnya, pernah suatu ketika aku dan kawan-kawan asal Jawa timur pulang barengan naik bus Eka dari Yogyakarta. Pas ditanya kondekturnya mau turun di mana, kujawab aku mau turun di Plaza. Ternyata teman-temanku mendengar dan bergembira ria bakal ngelihat Plaza di tengah kota Ngawi. Di saat itu sirnalah anggapan teman-temanku kalau kotaku itu isinya cuma ndeso doang.
Nah, pas kondektur bilang, “Plaza … plaza, yang turun plaza.” Teman-temanku pada kaget semua. “Woiii, katanya mau turun plaza, kenapa malah turun di bengkel begini?” kata salah seorang dari mereka.
“Tempat ini sebenarnya adalah plaza motor. Orang-orang sini menyebutnya plaza. Kalau memang nggak sesuai ekspektasimu, salahku?”
Sontak mereka ketawa ngakak. Bahkan masih kudengar mereka terus cekikikan saat aku turun dari bus.
Nah, dari pengalaman itu, aku mulai mengerti kalau ternyata kota kelahiranku memang nggak terlalu dikenal banyak orang. Sampai-sampai Facebook pun salah mengenali posisi kota Ngawi yang sebenarnya. Kalau kita mau mengisi tempat tinggal atau kota asal di profil Facebook, pasti yang ada Ngawi itu masuk ke provinsi Jawa Tengah. Padahal dari dulu yang namanya Ngawi itu ya di Jawa Timur.
Dulu, karena terpaksa, ya aku isi saja kota asal di profil Facebook-ku dengan Ngawi, Jawa Tengah. Namun, lama-kelamaan kok rasanya nggak enak banget melihat profil Facebook sendiri. Wong ya jelas-jelas salah, masak iya masih dicantumin. Orang yang nggak paham kalau kesalahan itu murni dari pihak Facebook bisa saja beranggapan kalau yang punya profil itu seseorang yang nggak lulus SD. Ngawi kok Jawa Tengah, kapan pindahe?
Dan opsi selanjutnya, kalau kita emang maksa banget untuk menjadikan Ngawi berada di provinsi Jawa Timur, yang ada namanya berubah jadi “Ngawinan.” Namanya itu lho, kok nggak banget to ya. Lucunya buanyak banget teman-temanku yang sekota denganku yang malah memasang nama “Ngawinan” di profil Facebook mereka.
Begini, menurut beberapa orang Jawa Timuran, Ngawinan itu maknanya terdengar seperti tukang kawin. Jadi mereka pasti merasa aneh kalau dengar ada kota bernama Ngawinan. Ish, kayak nggak ada nama lain aja to ya.
Bisa dibayangin nggak sih kalau misal suatu saat kenalan sama Mas-Mas dan ditanya, “Dek, sampeyan ki wong ngendi?”
Trus aku jawab, “Aku wong Ngawinan, Mas. Tenan, asli pokoke.”
Trus Masnya dengan mata yang berbinar-binar langsung jawab, “Loh, iyo ta, Dek? Ayo saiki ae, kawin ning ngendi penake?” Nah kan, malah runyam to urusannya.
Saya akui Ngawi memanglah kota kecil. Disebut ndusun sekalian juga nggak apa-apa wis. Kota ini terletak di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tapi, ya jangan mentang-mentang di perbatasan, trus sampai salah gitu dong. Kita, orang-orang Ngawi, pengin nyantumin nama kota kita dengan nama yang benar dan lokasi yang benar di Facebook.
Plisss Facebook. Mohon dipikirkan solusinya, ya. Ini tuh demi kenyamanan dan ketentraman hati seluruh masyarakat Ngawi. Lek Mark tulung lah, Lek!