Selain jurusan filsafat yang dicap banyak ateis, jurusan HI tempat anak-anak hits and gaul, apalagi stereotip yang sering didengar di kampus? Yak betul, anak FEB yang cenderung hedon dan eksklusif. Bukan tanpa alasan sih, dari namanya aja keren gitu kan fakultas ekonomi dan bisnis. Langsung terbayang isinya mahasiswa yang bercita-cita sebagai calon CEO muda, eksekutif BUMN, calon menteri, banker, dan lain-lain. Nggak heran, beberapa adik kelas atau adik calon mahasiswa yang saya temui sering berkonsultasi tentang masuk di fakultas saya ini.
“Kak, kalau masuk jurusan manajemen lulus langsung jadi manajer ya, Kak?”
“Kak kalau masuk FEB gajinya gede ya, Kak, trus dibutuhin di mana aja ya, Kak?”
Hadeuh, denger pertanyaan yang sama berkali-kali pengen rasanya saya teriak. Sudah beberapa kali saya menemukan calon mahasiswa baru yang masih unyu-unyu bertanya pertanyaan yang sama: lulusan FEB gaji besar lah, langsung jadi CEO lah, langsung jadi manajer lah, dan segambreng pertanyaan lain yang mengarah ke hal-hal berbau kebebasan duniawi. Hey, nggak semudah itu, Yanto!
Saya jadi bingung, kalau mau gaji gede ya mbok ambil pendidikan dokter gitu lho, lulus langsung ambil spesialis. Dijamin, duit ngalir selama kamu masih bisa kerja di RS. Atau kalau terlalu susah masih ada jurusan teknik sama IT,yang sekarang lagi hype karena mengusung industri STEM dan industri digital 4.0. Siapa tau kan, lulus bakal jadi calon Nam Do San baru di Indonesia.
Tapi, kenapa malah FEB yang dicap sebagai jalan tercepat jadi sukses dan tajir?
Saya berpikir mungkin ada kaitannya ya sama pembedaan konsentrasi saat SMA. Anak-anak yang mengambil saintek, lebih banyak variasi jurusan yang dapat diambil. Sedangkan anak-anak soshum seperti saya, variasinya lebih sedikit. Sehingga terdapat fakultas favorit seperti FH, FEB, dan FISIP.
Tapi itu ya nggak bisa jadi pembenaran juga. Saya masuk Ekonomi ya karena dari sewaktu SMA saya suka Ekonomi. Kalau saya mengincar materil dan gaji, tentulah saya mengincar Fakultas Hukum dengan harapan menjadi the next Hotman Paris.
Jadi gini lho dek maba, sebagai mahasiswa yang sudah betah tetek bengeknya FEB saya kasih tau ya, masuk FEB nggak seindah apa yang dipikiran kamu. Di sini kita diajarkan how money and capital works, bukan how to make money, apalagi how to be rich. Buang jauh jauh deh anggapan langsung jadi CEO atau manajer kalau kamu dari awal nggak punya passion di bidang ekonomi dan keuangan, apalagi kalau dijadikan sekedar pelarian yang penting masuk kuliah.
Terus lagi nih, urusan nanti perkuliahan juga bukan sekedar jurusan. Tidak ada namanya fakultas atau jurusan yang menjamin kesuksesan atau kebebasan finansial kamu. Tetapi, kalau kamu mengincar gaji yang besar saat lulus dari fakultas ekonomi, ada banyak fakultas lain yang bisa menawarkan itu. Belum lagi hardskill yang harus dimiliki dan lowongan pekerjaan yang semakin hari persyaratannya semakin sulit.
Bahkan saya pernah nemu juga, seorang alumni yang bekerja di sebuah startup kepala bagian marketing tetapi memiliki latar belakang teknik. Jauh banget dari latar belakang ekonomi. Itu berarti, tidak hanya bersaing dengan sesama mahasiswa FEB dari kampus lain, kita juga harus bersaing dengan lulusan dari jurusan dan fakultas lain. Waduh, berat nggak tuh?
Jadi begitulah wahai calon mahasiswa baru. Di waktu yang sedikit lagi mau penerimaan mahasiwa di perguruan tinggi, pikirkan lagi baik baik tentang pilihan dan jurusan yang ingin kamu habiskan selama kurang lebih empat tahun ini. Kuliah bukan hanya sekedar mencari pekerjaan dan memuluskan karir, tapi gimana cara kamu berkembang dan menyalurkan kesukaan kamu. Tapi, bagi mau yang masih ngotot masuk FEB karena pengin cepet kaya, inget CEO dan manajer itu hanya satu persen, sisanya? Ya jadi budak korporat.
BACA JUGA 10 Rekomendasi Jurusan Kuliah yang Tidak Ada Matematika atau Hitung-hitungan dan tulisan Muhammad Iqbal Maulana lainnya.