Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup

Dapat Tawaran Skripsi Jadi dan Calon Istri Saat Mudik Lebaran dari Ibu

H.R. Nawawi oleh H.R. Nawawi
24 Mei 2019
A A
ibu

ibu

Share on FacebookShare on Twitter

Saya kurang tahu bagaimana cara berpikir beliau (kebetulan Ibu saya sendiri) yang ingin anaknya segera mentas dari Perguruan Tinggi. Memang itu kewajaran bagi orang tua, tapi yang membuatnya tidak lumrah adalah tawaran skripsi jadi dan calon istri.

Sepertinya tidak dapat saya tolak secara langsung—surgaku masih di telapak kaki ibu. Namun di balik pemberian tawaran macam itu saya jadi tahu bahwa kapasitasku untuk mengurai masalah belum tuntas. Padahal tugas utama dari pendidikan yang kulalui selama ini adalah dapat berhadapan dengan masalah secara langsung lalu menyelesaikan secara mandiri. Jika problem solving aja saya belum mampu, apakah jalan pintas menjadi pilihan?

Dulu itu saya belum tahu—bahkan sampai sekarang—mengapa saya mesti kuliah dan tuntas tepat waktu. Pesan bapak sebelum mendiang hanya singkat, “Eman-eman umurmu, Nak.” Lah, semasa masih sekolah menengah atas di tempatku belajar itu banyak orang yang jauh lebih tua dariku—bahkan sampai lima tahun di atasku—tidak cocok dengan realita yang pernah saya lalui jika variabelnya umur.

Pun rasanya tak mampu menyela Ayah saat itu dan sekarang setidaknya aku mulai tahu bahwa antar pelaku dan orang yang pernah melakukan itu terbentang jaraknya. Makanya cocok sekali bila pendidikan anak itu seperti yang Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib katakan “Didiklah anakmu sesuai zamannya.” dan kata yang dipesankan Ayah juga tidak kemudian salah seutuhnya.

Pertama beliau sebagai sosok pimpinan keluarga merasa perlu memberi tahu bahwa masa muda beliau dulu terlalu lama untuk mencari pengalaman, dan anak-anaknya masih kecil-kecil saat beliau mulai tua dan rentan. Atau mungkin yang Kedua itu Ayah hanya ingin coba menerka bahwa tipikal anak kedua macam diriku tidak ingin tepat waktu lulus kuliahnya, jadi semakin tua saya baru kuliah maka semakin tua pula saya tuntas.

Itupun masih raba-raba, seperti ijtihad begitu, kalaupun salah masih dapat nilai pahala meskipun satu. Dan hari ini saya masih di kampus dan menikmati perubahan demi perubahan yang ada secara ‘dekat dan nyaring’. Setuju atau tidak perubahan pasti ada dan berpihak. Seperti detik-detik akhir bulan Ramadan saat pulang kampung yang selalu tak berpihak pada diriku.

Saat bertemu dengan orang rumah memang tak ada perubahan kalo soal pertanyaan ‘kapan lulus’ dan ‘kapan nikah’. Itu sudah seperti formulir yang pasti terisi nama dan alamat, atau bahkan seperti kisi-kisi pertanyaan para pengantar jenazah ketika bertanya ‘Siapa Tuhanmu’ dan ‘Siapa Nabimu’ pada si mayit. Tapi sebelum merembet kesitu biasanya saya melipur diri dengan baju baru, THR, dan tawaran pertanyaan mau liburan kemana.

Tapi karena kemarin-kemarin juga sudah diingatkan lewat telpon—mungkin beliau mulai lelah bertanya—beliau kemudian bertanya di depan publik. Lalu orang-orang yang mendengarnya akan melirikku iba. Ya, paling tidak saya malu, toh penghakiman publik itu menginginkan objek menjadi malu. Namun entah mengapa pulang kampung kali ini lain, beliau sudah tidak tanya lagi, malah memberi solusi terbuka dan mungkin terbaik. Tawaran itu adalah skripsi jadi,

Baca Juga:

Bukan karena Rasanya Enak, Biskuit Khong Guan Dibeli karena Bisa Memberi Status Sosial

Nostalgia Masa Kejayaan Bata, Sepatu Jadul yang Membuat Saya Sombong saat Lebaran

“Kurang apalagi, Nak?”
“Judul sudah diterima, Bu. Tinggal melangkah ke bab satu.”
“Terima saja tawaran Ibu. Teman-teman Ibu itu banyak yang jadi dosen, jelas bantu.”
“Bantu nanti aja bu, kalo mau lanjut S2.”
“Jenjang S1 aja belum kamu.”

Kemudian aku senyum dan hanya itu yang paling aman agar tidak menuai rasa marah dari sang Ibu. Rasanya ingin menolak kekuatan di luar kendali kita, namun kekuatan dari luar itu merembes ke ubun-ubun—menjadi stimulus—mewujud dalam kerangka berfikir yang utuh—holistik. Dan kemudian percaya diri bahwa depresi itu tak lama usianya, ia melebur seiring lingkungan sekitar dapat menumbuhkan keceriaan.
Belum usai disitu, solusi kedua datang menyambar berupa tawaran calon istri, itu pun gegara banyak orang datang ke rumah dan mengincar anak pertama sebagai calon ternyata gagal karena sudah menikah tahun lalu. Aku sebagai anak kedua menjadi korban dari kebijakan yang seperti udah disepakati sejak kapal nabi Nuh berlabuh, bahwa pilihan selanjutnya adalah adiknya.

Tidak ada masalah dengan calon istri kecuali harapan-harapan yang dibayangkan atas diriku seperti mampu mengaji; mengelola sekolah; menahkodai bahtera rumah tangga; dan urutan-urutan harapan selanjutnya jika sudah qabiltu nikahaha. Dari situ juga akhirnya cinta menjelma zat korosif yang merongrong ruh dan tubuhku hari demi hari.

Sayangnya semua berdatangan dari Ibu—letak segala hasrat-obsesi-sombong diriku tepat di bawah kakinya. Artinya semua yang profan tidak pernah sebanding dengan jerih payahnya sebagai orang yang melahirkanku. Bahkan saking mulianya—ada satu teks tercatat, begitu mencengangkan—bahwa dulu ada yang bertanya, “siapa yang paling pertama dihormati?” Padahal di waktu yang sama budaya patriarki masih tumbuh subur, jawaban Nabi Muhammad tetap:

“Ibumu, ibumu, ibumu, lalu ayahmu.”

Karena itu, kepulangan kali ini ke kampung halaman adalah cara belajar terbaik untuk senyum bagai Zain di akhir film Capernaum—getir dan tangguh. Dan satu-satunya solusi menjawab pertanyaan Ibu—dari segala hak dan kewajiban atas diriku sebagai anaknya—tentu dengan senyuman berkali-kali sampai obrolannya selesai.

Terakhir diperbarui pada 5 Oktober 2021 oleh

Tags: IbuKapan LulusKapan NikahKeluargaLebaran
H.R. Nawawi

H.R. Nawawi

Jika di dunia hanya ada dua pilihan antara riang dan menangis. Saya memilih menangis. Kehampaan.

ArtikelTerkait

Istilah 'Ibu Dilarang Sakit' Menunjukkan Betapa Saktinya Ibu Rumah Tangga terminal mojok.co

Kesal Pas Diomelin Ibu di Rumah, Tapi Pas Jauh, Apa yang Beliau Bilang Kok Betul Semua

4 Maret 2020
bermaafan di idulfitri

Ajaibnya Kaum Muslim di Hari Raya Idulfitri

7 Juni 2019
Tradisi Kupatan sebagai Tanda Berakhirnya Hari Lebaran Masa Lalu Kelam Takbir Keliling di Desa Saya Sunah Idul Fitri Itu Nggak Cuma Pakai Baju Baru, loh! Hal-hal yang Dapat Kita Pelajari dari Langgengnya Serial “Para Pencari Tuhan” Dilema Mudik Tahun Ini yang Nggak Cuma Urusan Tradisi Sepi Job Akibat Pandemi, Pemuka Agama Disantuni Beragama di Tengah Pandemi: Jangan Egois Kita Mudah Tersinggung, karena Kita Mayoritas Ramadan Tahun Ini, Kita Sudah Belajar Apa? Sulitnya Memilih Mode Jilbab yang Bebas Stigma Kenapa Saf Tarawih Makin Maju Jelang Akhir Ramadan? Kenapa Kita Sulit Menerima Perbedaan di Media Sosial? Masjid Nabawi: Contoh Masjid yang Ramah Perempuan Surat Cinta untuk Masjid yang Tidak Ramah Perempuan Campaign #WeShouldAlwaysBeKind di Instagram dan Adab Silaturahmi yang Nggak Bikin GR Tarawih di Rumah: Ibadah Sekaligus Muamalah Ramadan dan Pandemi = Peningkatan Kriminalitas? Memetik Pesan Kemanusiaan dari Serial Drama: The World of the Married Mungkinkah Ramadan Menjadi Momen yang Inklusif? Beratnya Menjalani Puasa Saat Istihadhah Menghitung Pengeluaran Kita Kalau Buka Puasa “Sederhana” di Mekkah Apakah Menutup Warung Makan Akan Meningkatkan Kualitas Puasa Kita? Kenapa Saf Tarawih Makin Maju Jelang Akhir Ramadan? Apakah Menutup Warung Makan Akan Meningkatkan Kualitas Puasa Kita? Mengenang Serunya Mengisi Buku Catatan Ramadan Saat SD Belajar Berpuasa dari Pandemi Corona Perlu Diingat: Yang Lebih Arab, Bukan Berarti Lebih Alim Nonton Mukbang Saat Puasa, Bolehkah? Semoga Iklan Bumbu Dapur Edisi Ramadan Tahun Ini yang Masak Nggak Cuma Ibu

Ramadan Tahun Ini, Kita Sudah Belajar Apa?

15 Mei 2020
5 Tanda Lebaran Sudah Dekat di Cikarang Terminal Mojok

5 Tanda Lebaran Sudah Dekat di Cikarang

26 April 2022
Kalau di Kota Ada Kirim Parsel, di Desa Ada Ater-ater Tipe-tipe Orang saat Menunggu Lebaran Datang Terima kasih kepada Tim Pencari Hilal! Ramadan Sudah Datang, eh Malah Menanti Bulan Syawal Ramadan Sudah Datang, eh Malah Menanti Lebaran Buku Turutan Legendaris dan Variasi Buku Belajar Huruf Hijaiyah dari Masa ke Masa Serba-serbi Belajar dan Mengamalkan Surah Alfatihah Pandemi dan Ikhtiar Zakat Menuju Manusia Saleh Sosial Inovasi Produk Mushaf Alquran, Mana yang Jadi Pilihanmu? Tahun 2020 dan Renungan ‘Amul Huzni Ngaji Alhikam dan Kegalauan Nasib Usaha Kita Nggak Takut Hantu, Cuma Pas Bulan Ramadan Doang? Saya Masih Penasaran dengan Sensasi Sahur On The Road Menuai Hikmah Nyanyian Pujian di Masjid Kampung Mengenang Asyiknya Main Petasan Setelah Tarawih Horornya Antrean Panjang di Pesantren Tiap Ramadan Menjadi Bucin Syar'i dengan Syair Kasidah Burdah Drama Bukber: Sungkan Balik Duluan tapi Takut Ketinggalan Tarawih Berjamaah Opsi Nama Anak yang Lahir di Bulan Ramadan, Selain Ramadan Panduan buat Ngabuburit di Rumah Aja Sebagai Santri, Berbuka Bersama Kiai Adalah Pengalaman yang Spesial Panduan buat Ngabuburit di Rumah Aja Pandemi Corona Datang, Ngaji Daring Jadi Andalan Tips Buka Bersama Anti Kejang karena Kantong Kering Mengenang Asyiknya Main Petasan Setelah Tarawih Rebutan Nonton Acara Sahur yang Seru-seruan vs Tausiyah Opsi Nama Anak yang Lahir di Bulan Ramadan, Selain Ramadan Drama Bukber: Sungkan Balik Duluan tapi Takut Ketinggalan Tarawih Berjamaah Sebagai Santri, Berbuka Bersama Kiai Adalah Pengalaman yang Spesial Aduh, Lemah Amat Terlalu Ngeribetin Warung Makan yang Tetap Buka Saat Ramadan Tong Tek: Tradisi Bangunin Sahur yang Dirindukan Kolak: Santapan Legendaris Saat Ramadan

Tipe-tipe Orang saat Menunggu Lebaran Datang

22 Mei 2020
Setiap Orang Punya Nama, Kenapa Masih Memanggil dengan Profesi? terminal mojok.co

Mengurangi Sampah Plastik Ketika Lebaran, Kenapa Tidak?

8 Juni 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

2 Desember 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025
Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

29 November 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.