Curhatan Seorang Caregiver: Ikhlas Merawat Agar Pasien Tetap Sehat

Curhatan Seorang Caregiver: Ikhlas Merawat Agar Pasien Tetap Sehat

Curhatan Seorang Caregiver: Ikhlas Merawat Agar Pasien Tetap Sehat (Unsplash.com)

Tidak semua anak memiliki waktu yang luwes untuk merawat orang tua. Bukan karena tidak mau, melainkan ada tanggung jawab lain yang harus dilakukan. Hal tersebut juga dialami oleh salah satu saudara saya. Sebut saja Mamat. Orang tua Mamat sudah cukup renta. Dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti makan, mandi, buang air besar, pipis, bahkan untuk jalan, orang tua Mamat perlu pendamping dan ada orang yang membantu.

Sebagai bentuk balas budi kepada orang tua, tentu saja Mamat ingin membantu sekaligus mendampingi orang tua. Namun, hal tersebut sulit dia lakukan karena harus bekerja. Kalaupun bisa mengecek kondisi orang tua, paling-paling ketika akhir pekan, saat Mamat libur bekerja. Lantaran kondisi orang tua yang sudah kurang mumpuni untuk beraktivitas secara mandiri dan di waktu bersamaan Mamat ingin orang tuanya tetap sehat sekaligus dalam pengawasan yang baik, akhirnya Mamat mempekerjakan seorang caregiver.

Lebaran kemarin adalah momen di mana saya, Mamat, dan caregiver yang dimaksud bertemu, tepatnya saat kumpul keluarga. Dari obrolan basa-basi dan ngalor-ngidul, akhirnya saya tertarik untuk melanjutkan obrolan ke topik yang sedikit lebih serius, mengenai profesi seorang caregiver.

Suka duka caregiver

Caregiver penjaga orang tua Mamat, sebut saja Yanto, sudah bekerja selama dua tahun menjadi seorang caregiver. Usianya saat ini adalah 21 tahun. Ya, setelah lulus sekolah, ia memilih untuk langsung bekerja. Dari beberapa pilihan yang ada, akhirnya Yanto memilih bekerja sebagai caregiver. Tentu saja, hal ini bukan sesuatu yang mudah bagi Yanto yang baru terjun ke dunia kerja.

Mulanya, Yanto bekerja sebagai caregiver di bawah naungan yayasan penyalur selama 1 tahun 6 bulan. Selama periode tersebut, ada banyak suka duka yang Yanto alami. Mulai dari penerimaan upah sampai pemotongan upah yang kurang transparan dari yayasan penyalur, pelecehan sekaligus perilaku kurang menyenangkan dari klien tapi di satu sisi tetap harus menjaga agar tetap dalam kondisi yang baik, sampai harus jauh dari keluarga. Lantaran bekerja sebagai seorang caregiver dan melalui yayasan penyalur, artinya Yanto harus siap untuk ditugaskan di mana saja.

Hanya dikontrak sesuai kebutuhan klien

Sejauh ini, Yanto sudah bekerja untuk menjaga pasien/klien yang menderita alzheimer sebanyak dua kali. Tiga lainnya orang tua yang butuh pendampingan intens agar dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara normal. Bekerja sebagai seorang caregiver memang hanya akan dikontrak sesuai dengan kebutuhan klien dengan gaji per bulan antara Rp2,5 juta-Rp3,5 juta. Kalau lebih dari itu, biasanya didapat dari klien yang baik hati dalam memberi uang jajan tambahan.

Dari awal bekerja sampai sekarang, lokasi kerja Yanto selalu bertempat di sekitaran Jakarta. Padahal kampung halaman Yanto sendiri ada di Lumajang.

Selama 6 bulan terakhir, Yanto tidak lagi bekerja di bawah naungan yayasan. Sebab, baginya ada beberapa hal yang bikin dia kurang sreg. Mulai dari pemotongan gaji yang kurang transparan, penahanan ijazah yang kurang begitu jelas regulasinya, dan kurang kooperatif jika ada kesulitan sekaligus aduan terkait tindak pelecehan dan kekerasan terhadapnya. Seakan yang dijadikan prioritas utama hanya klien, klien, dan klien.

Belum lagi jika Yanto diminta mengerjakan hal selain tanggung jawabnya. Seperti menyapu, mencuci piring, mencuci baju, dan pekerjaan rumah lainnya. “Bukannya gimana-gimana, Pak. Tugas utama saya kan jadi caregiver. Perawat gitu. Kok diminta ngurusi pekerjaan rumah juga? Di kontrak pun nggak ada, lho, Pak,” begitu kata Yanto saat menjelaskan salah satu keresahannya sebagai caregiver.

Belajar banyak hal 

Akhirnya Yanto berusaha untuk menjadi seorang caregiver tanpa bantuan yayasan penyalur dan menunggu peruntungan dari relasi atau kliennya terdahulu yang dirasa cocok dan aman-aman saja dalam bekerja. Sebab, untuk menjadi seorang caregiver, mau tidak mau, suka tidak suka, Yanto harus bekerja di rumah klien. Datang ke keluarga, ruang lingkup, dan lingkungan yang baru. Dia wajib beradaptasi, menjaga sikap, dan menyesuaikan aturan di rumah kliennya tersebut.

Selama menjadi seorang caregiver, Yanto pun belajar banyak hal. Utamanya dalam mengurus orang tua. Ada yang anak dan/atau keluarganya sangat cuek dan tidak mau sama sekali turun-tangan jika orang tuanya kesulitan. Ada juga yang sangat peduli, namun tidak punya cukup waktu untuk berbakti. Sehingga saat ada waktu luang, anak dan/atau keluarga ikut membantu Yanto dalam merawat orang tuanya.

Saat ditanya, kira-kira berapa lama Yanto akan bertahan di profesi ini, dia punya dua opsi. Pertama, selama kliennya baik, bikin betah, dan Yanto merasa nyaman bekerja dengan klien tersebut, ia akan bertahan sampai tidak dibutukan lagi. Kedua, kalaupun tidak lagi bekerja sebagai caregiver, ia akan tetap mencari pekerjaan di area Jakarta. Sebab, perbedaan upah antara Jakarta dengan Lumajang sangat timpang.

“Hitung-hitung, gaji di Jakarta lumayan banget, Pak. Buat nabung, buat beli ini-itu, sama saya juga ada rencana lanjut kuliah pakai duit sendiri kalau ada rezeki lebih,” kata Yanto.

Penulis: Seto Wicaksono
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Wawancara dengan Asisten Bidan tentang Pengalaman Mereka Melayani Pasien.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version