Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Culture Shock Orang Jawa yang Merantau di Tanah Sunda, Banyak Orang Ngomong Pakai Dialog ala FTV

Muhamad Fajar oleh Muhamad Fajar
8 Juli 2024
A A
8 Peribahasa Sunda yang Wajib Diketahui Gen Z jawa

8 Peribahasa Sunda yang Wajib Diketahui Gen Z (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Sudah tiga bulan lamanya saya bekerja di Subang. Sebagai orang Jawa, menjalani perantauan di kota Nanas Madu merupakan satu takdir yang tak terkira dalam hidup saya. Banyak hal-hal baru yang membuat saya terkesan sekaligus terheran-heran. Perbedaan bahasa, budaya, hingga hal-hal menarik seputar orang Sunda menurut saya layak dijadikan suatu kesan tersendiri yang dapat dibagikan sebagai sebagai kisah yang unik.

Sebagai mas-mas Jawa biasa yang sedang merantau di tanah Sunda, banyak culture shock yang saya rasakan saat bersosialisasi di Subang. Apa saja itu?

Banyak yang mengganti kata “saya” dengan menyebut namanya sendiri

Saya yakin kalian pasti familiar dengan dialog-dialog di FTV atau sinetron yang kayak “Ricko berangkat sekolah dulu, ya, Mah” atau “Sini, biar Shira aja yang bawain”. Dialog yang menyebut kata ganti orang pertama dengan nama diri sendiri memang bukan hal baru. Akan tetapi bagi saya yang mengalaminya secara langsung, ternyata hal itu menimbulkan kesan tersendiri. Belakangan saya ketahui ternyata ada nama ilmiahnya, yaitu Illeisme.

Dari beberapa tajuk tanya jawab yang saya baca di Quora, mereka yang menyebut namanya sendiri sebagai pengganti kata aku atau saya mengaku melakukannya karena memang terbawa kultur di lingkungan yang membesarkannya. Menurut pengakuan mereka, tujuannya adalah untuk menghormati lawan bicara, jadi agar lebih sopan. Akan tetapi, penyebutan nama sendiri hanya dilakukan ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua atau lebih dihormati, dan level interaksinya sudah dekat.

Banyak yang hafal lagu Jawa meski nggak tau artinya

Lagu Jawa memang memiliki daya magis tersendiri. Banyak orang yang tetap dapat menikmatinya meski tidak mengetahui arti liriknya. Tapi jangan salah, ya. Lagu-lagu Jawa yang saya maksud itu lagu-lagu yang sedang populer dan viral saja seperti lagu-lagunya Didi Kempot, Denny Caknan, Guyon Waton, Ndarboy Genk, atau bahkan NDX A.K.A. Jadi bukan lagu “Yen Ing Tawang Ono Lintang”-nya Waldjinah atau lagu semacam “Lingsir Wengi” yang terkadang membuat saya merinding karena kerap diasosiasikan dengan kedatangan roh halus.

Saya meyakini, awal mula yang membuat mereka dapat menikmati lagu-lagu Jawa adalah karena sering “terpapar”. Entah itu di FYP sosmed, pusat-pusat perbelanjaan, atau ketika orang Jawa sendiri yang sengaja memutarnya lalu didengar oleh orang-orang Sunda di sekitarnya, yang mana, itu adalah hal yang biasanya saya lakukan saat di kantor.

Kemudian, dari segi aransemen musik. Lagu-lagu semacam “Kartonyono Medhot Janji”, “Sanes”, atau “Ojo Dibandingke” selalu memiliki komposisi musik yang asoy dan dapat membuat pendengarnya berjoget ria–atau setidak-tidaknya menggelengkan kepala. Paduan musik modern dan tradisional manjadikan aura lagu itu sangat easy listening dan mudah melekat di memori pendengarnya. Sudah begitu—ini sih tambahan dari saya sendiri—dalam satu lagu, ada banyak versi penyanyi yang bisa didengarkan karena musisi-musisinya sering berkolaborasi atau sekadar saling meng-cover.

Faktor lainnya yang membuat lagu Jawa selalu punya tempat di hati para pendengarnya adalah karena liriknya yang ngena. Lagu-lagu Jawa yang banyak beredar kerap memberikan sentuhan bahasa Indonesia kendati itu tidak dominan. Sehingga ada sebagian lirik yang siapa saja ngerti artinya. Selain itu, sebagai suku terbesar di Indonesia, kosa kata bahasa Jawa juga banyak dikenal karena memang sering berseliweran diucapkan oleh tokoh-tokoh atau public figure di media massa. Saya yakin, meski bukan orang Jawa, kata seperti “ora”, “kowe”, atau “atiku” pasti orang-orang non-Jawa juga tahu artinya.

Baca Juga:

Kalio Disangka Rendang Adalah “Dosa” Terbesar Orang Jawa di Rumah Makan Padang

4 Ciri Warung Sunda yang Masakannya Dijamin Enak, Salah Satunya Lalapan Selalu Segar

Panggilan saya berubah menjadi “Aa”

Sebagai orang Jawa tulen, dipanggil “Aa” merupakan suatu pengalaman yang amat baru dalam hidup saya. Panggilan “Aa” memang umumnya digunakan untuk memanggil saudara laki-laki yang lebih tua atau pria yang lebih tua tetapi masih muda. Kalau di Jawa, tentu saja sama dengan panggilan “Mas”.

Dalam konteks pengalaman saya, panggilan “Aa” biasanya ditujukan kepada rekan-rekan kerja yang lebih tua atau tidak lebih tua tapi si penyebut berusaha memberikan penghormatan kepada orang tersebut (unggah-ungguh). Panggilan ini juga mencerminkan keakraban dan kehangatan hubungan antar teman atau anggota keluarga. Meski begitu, saya juga tetap sering dipanggil “Mas”. Terutama oleh rekan-rekan kerja yang memang tahu bahwa saya berasal dari Jawa.

Sudah begitu, aksennya juga unik. Sebagai contoh panggila “Aa” tadi ya, kalau saya lagi dipanggil itu kayak rasanya adem gitu. Apalagi kalau yang manggil teteh-teteh Sunda yang geulis. Beuh, meleyot deh..

Itulah beberapa culture shock yang saya alami saat awal-awal di tanah Pasundan ini. Sebenarnya ada banyak hal lagi yang dapat saya ceritakan. Mungkin di lain kesempatan aja kali ya ngelanjutinnya. Nuhun.

Penulis: Muhamad Fajar
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Orang Cirebon Terlalu Jawa untuk Disebut Sunda, Terlalu Sunda untuk Disebut Jawa

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 9 Juli 2024 oleh

Tags: FTVJawasubangSunda
Muhamad Fajar

Muhamad Fajar

ArtikelTerkait

Subang Jawa Barat yang Unik dan Selalu Bikin Heran (Unsplash)

Subang di Jawa Barat Adalah Daerah yang Unik, Selalu Sukses Bikin Saya Kagum Sekaligus Heran

23 Januari 2025
7 Hal yang Biasa Ditemukan pada Tayangan FTV Indosiar Terminal Mojok

7 Hal yang Biasa Ditemukan pada Tayangan FTV Indosiar

13 Maret 2022
Jakarta vs Jawa: Kenapa Orang Jabodetabek Merasa Berbeda?

Jakarta vs Jawa: Kenapa Orang Jabodetabek Merasa Berbeda?

15 Maret 2025
Belajar dari Kasus Netflix Malaysia, Orang Jawa Harus Bangga Berbahasa Jawa terminal mojok.co

Belajar dari Kasus Netflix Malaysia, Orang Jawa Harus Bangga Berbahasa Jawa

3 Februari 2021
Panduan Orang Sumatra Cari Tempat Makan di Jawa yang Cocok dengan Selera terminal mojok.co

Panduan Orang Sumatra Cari Tempat Makan di Jawa yang Cocok dengan Selera

27 Oktober 2021
Lebaran Ketupat di Jawa: Momen Penghiburan untuk Arwah Anak-anak

Lebaran Ketupat di Jawa: Momen Penghiburan untuk Arwah Anak-anak

22 April 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label “Mobil Taksi”

16 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Panduan Membeli Toyota Vios Bekas: Ini Ciri-Ciri Vios Bekas Taxi yang Wajib Diketahui!

18 Desember 2025
Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

18 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025
3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

16 Desember 2025
Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

16 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.