Ngawi punya budaya berbeda yang bikin saya, orang Gunungkidul, agak kaget
Musim nikah telah tiba. Bulan Zulhijah atau Bulan Haji tampaknya masih jadi bulan favorit masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa, untuk menggelar pesta pernikahan. Terbukti di meja tamu rumah saya yang sejak awal bulan lalu sudah ada tumpukan kertas undangan pernikahan dari kerabat dan kawan dekat. Sungguh kabar bahagia yang tentu saya sambut dengan suka-cita!
Dari sekian banyak undangan yang saya terima, ada undangan kawan asal Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Merasa dekat dan akrab, tanpa pikir panjang saya langsung gas dari Gunungkidul ke Ngawi. Butuh waktu sekitar empat jam lebih untuk bisa sampai di Kota Ramah tersebut.
Seingat saya, saya lebih dari dua kali kondangan ke Ngawi. Dulu, pertama kali bertandang ke pesta hajatan orang Ngawi, saya cukup dibikin kaget dengan situasi, kebiasaan, atau tradisi hajatan yang ada di sana. Ya, ada perbedaan sedikit perihal pesta hajatan antara tanah kelahiran saya, Gunungkidul dan Ngawi. Berikut sejumlah hal yang bikin saya kaget waktu pertama kali kondangan ke kabupaten di Provinsi Jawa Timur ini, antara lain:
Daftar Isi
Banyak banget pedagang mainan anak
Saat ada acara hajatan di Gunungkidul, khususnya di pelosok desa, sangat jarang ditemukan orang jualan di pinggir jalan. Biasanya, para pedangang hanya akan jualan ketika pemilik acara hajatan mengadakan tontonan tertentu, seperti pentas wayang kulit atau seni jathilan. Jadi, kalau menggelar hajatan saja tanpa ada hiburan, hampir dipastikan nggak bakal ada orang jualan.
Tapi beda kalau di Ngawi. Meski nggak ada tontonan, kemarin saya menemukan banyak pedagang. Khususnya mainan anak-anak di sepanjang jalan menuju lokasi hajatan. Beragam mainan, kayak mobil-mobilan, pistol air, balon udara, dan dolanan bocil lainnya, tumpah ruah menyambut para tamu undangan.
Di pelosok dusun Gunungkidul jarang ditemukan orang jualan saat ada pesta hajatan. Ya, mungkin karena iklimnya kurang cocok. Soalnya, mayoritas tamu undangan di Gunungkidul itu terdiri dari bapak-bapak atau ibu-ibu yang jarang ngajak anak. Jadi, yah, siapa yang mau beli?
Camilan di Ngawi
Salah satu hal yang membedakan antara orang Gunungkidul dan Ngawi saat menggelar hajatan adalah sajian makanan atau camilan untuk tamu undangan. Di Gunungkidul, saat ini camilan hajatan bisa berupa kacang bawang, risol, lemper, atau pisang. Nantinya, camilan dan minuman ini akan diantar oleh sinoman atau bisa ambil sendiri di meja yang telah disediakan.
Di Ngawi, salah satu camilan khas hajatan yang sering saya jumpai saat bertandang ke kabupaten ini adalah tape ketan yang dibungkus daun pisang. Ini bikin saya cukup kaget karena saya nyaris nggak menjumpai camilan ini saat ada hajatan di Gunungkidul. Sebenarnya ini tergantung sama keinginan pemilik hajat sih. Tapi sejauh pengamatan saya, di Gunungkidul memang belum umum menghidangkan tape ketan di pesta hajatan.
Baca halaman selanjutnya
Kursi plastik dan rokok yang nikmat
Kursi tamu dari bahan plastik
Mayoritas orang Gunungkidul, khususnya di pelosok desa, kalau bikin hajatan pasti pakai kursi tamu dan meja dari bahan besi atau seng. Nah, kalau di Ngawi, beberapa kali kondangan ke kabupaten ini, saya selalu menemukan kursi terbuat dari bahan plastik.
Di Gunungkidul, justru kursi berbahan plastik biasanya malah dipakai saat ada acara takziah, bukan pesta pernikahan. Jadi, saat pertama kondangan ke Ngawi, saya cukup kaget ternyata di kabupaten ini pakai kursi berbahan plastik masih umum dipakai saat menggelar pesta hajatan.
Dateng kondangan di Ngawi bisa dapet rokok
Saat menggelar pesta hajatan, ternyata sebagian warga Ngawi juga menyediakan rokok yang diletakkan di atas meja tamu. Tentu saja, merek rokok yang dipilih tergantung pemilik acara, biasanya sih Surya 12/16. Sebagai perokok tulen, tentu hal ini saya sambut dengan suka-cita. Wuenaak, Rek..
Menurut kawan saya yang asli orang Ngawi, biasanya warga satu kampung bikin semacam arisan rokok. Jadi, nanti warga yang akan menggelar pesta hajatan akan mendapat lotre arisan rokok tersebut. Sungguh ide brilian yang memanjakan tamu undangan.
Lumayan banget to, ngisi amplop nggak seberapa wis oleh nasi sepiring, tape ketan, plus rokok Surya. Wih, marai tuman, Rek.
Sementara di Gunungkidul, umumnya rokok hanya dibagikan kepada para perewang saja, bukan tamu undangan. Rokok buat tamu undangan justru disediakan saat acara kenduri atau arisan pengajian PKK dan bapak-bapak, bukan acara pesta pernikahan.
Yah, apa pun itu, masing-masing daerah tentu memiliki kebiasaan atau tradisi yang berbeda-beda saat menggelar hajatan. Yang paling penting, pihak tuan rumah harus bisa bikin tamu undangan merasa bahagia dan nyaman saat hadir di pesta hajatan. Begitu pun sebaliknya, tamu juga harus sadar diri. Kalau di tempat hajatan cuma ada teh panas dan kacang bawang, ya, jangan ngelunjak minta boba. Kasihan yang punya acara, nggak jadi untung malah tombok nanti. Selamat Hari Kondangan Sedunia!
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Panduan Mengenalkan Kabupaten Ngawi pada Masyarakat Awam