Industri coffee shop menciptakan ketimpangan sosial. Kita harus mengakui bahwa anggapan itu benar adanya. Kita ambil contoh dari kasus yang terjadi di Jogja saja.
Ketimpangan terjadi karena beberapa hal yang sebetulnya sudah terjadi sejak lama. Misalnya, saat coffee shop Jogja semakin memamerkan kemewahan. Terjadi juga ketika harga kopi semakin mahal, meski rasanya tak mengalami banyak perubahan. Terakhir, saat coffee shop mewah nan mahal itu menjadi tempat nongkrong anak-anak muda yang ingin “terlihat keren”.
Berbagai coffee shop di Jogja berdiri kokoh dengan segala kemewahannya. Berbanding terbalik dengan area-area sub-urban maupun pedesaan yang semakin lama justru tampak semakin tergerus.
Bagaimana tidak. Bukankah saat area kota sudah penuh coffee shop, industrinya bergeser ke pedesaan? Ke area sawah-sawah, bahkan ke area yang jauh dari akses dengan mengklaim hidden gems? Dengan berbagai hal ini, bukankah coffee shop memang menciptakan ketimpangan sosial. Ini baru membahas coffee shop-nya, belum ke perilaku pelanggannya, yang juga berpotensi memperparah ketimpangan sosial itu.
Uang Jakarta berputar di Jogja
UMR Jogja rendah, tetapi uang jajan mahasiswa tinggi. Kita tidak bisa memungkirinya bahwa mahasiswa adalah pasar besar bagi industri coffee shop Jogja. Mahasiswa yang ingin mengerjakan tugas bisa memilih coffee shop dengan working space luas. Mereka adu outfit ala supermodel, dengan anak-anak skena. Lalu, mahasiswa yang ingin sebatas nongkrong sambil main Mobile Legends dan sesekali judi slot, bisa juga berkumpul di coffee shop yang cocok menurut mereka.
Artinya, mayoritas pasar coffee shop adalah mahasiswa. Dan sebagai kota pelajar, maka Jogja penuh mahasiswa dari luar. Uang jajan dari luar kota itulah yang berputar di bisnis ini.
Bahkan sempat ada ungkapan uang Jakarta berputar di Jogja, juga karena hal ini. Karena itulah, para mahasiswa dari luar kota yang memiliki uang saku banyak itu, bahkan sebulan bisa diberi uang dua kali lipat UMR, enteng saja kalau setiap hari harus gonta-ganti coffee shop. Hal inilah yang kurang bisa terjangkau oleh orang-orang dengan gaji UMR, maupun oleh anak-anak muda yang orang tuanya bergaji UMR.
Baca halaman selanjutnya: Industrinya coffee shop tidak salah, tapi lingkungannya.