CISAUK VS BSD, BERASA PINDAH ALAM
Begitulah judul sebuah video yang viral beberapa bulan lalu. Video berdurasi belasan detik tersebut menarasikan kesenjangan tata kota di Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang. Sebagian wilayah Kecamatan Cisauk adalah kawasan BSD yang dikelola oleh PT. Sinarmas Land, sebagian lagi dikelola oleh pemerintah daerah.
Cisauk setidaknya telah ada dan dikenal lebih dari 1 abad. Jejak sejarah Cisauk ditasbihkan dengan keberadaan stasiun Cisauk yang dibangun tahun 1899 oleh Staatsspoorwegen (SS) sebagai bagian dari penunjang mobilitas masyarakat Batavia ke wilayah Banten. Sebelum dikembangkan oleh developer, sebagian besar wilayah Cisauk adalah ladang perkebunan dan persawahan. Penggunaan tanah ini kemudian berganti menjadi kawasan perumahan dan CBD pada 2010an.
Saya baru setahun berganti KTP sebagai warga Cisauk. Sejujurnya setiap hari saya masih terpukau dengan tata kota Cisauk yang dikelola swasta. Ingin merasakan jalan-jalan ke Singapura tetapi budget belum cukup? Jalan-jalan aja dulu ke BSD Kecamatan Cisauk karena hampir semua fasilitas dan rasa keteraturan mirip dengan negara tetangga kita.
Di Cisauk rasa luar negeri ini, jalan rayanya seluas samudera dengan rimbunan pohon-pohon yang tertata estetik. Trotoarnya luas dan bersih, nyaman sekali bagi pejalan kaki untuk membakar kalori. Capek berjalan kaki? Ada feeder bus BSD Link, gratis keliling sampai capek di dalam bus ber-AC dan bersih. Setiap sudut kawasan BSD juga dijaga patroli security. Selama tinggal di BSD, saya tidak pernah mengalami pelecehan seksual di jalan semacam disuit-suit apalagi dicolek, aman nyaman dan teratur sekali deh!
Tapi, hidup itu punya rumus pasti: yang terlihat begitu indah, ada borok-borok yang tak terlihat sudut mata.
Baca halaman selanjutnya
Wajah Cisauk yang satunya
Sesekali ingin back to reality dan menyadarkan diri, belokkan saja setirmu ke arah Pasar dan Terminal Intermoda BSD. Ambil arah barat di perempatan lampu merah Intermoda BSD. Voila, seketika saya akan diingatkan kembali pentingnya membayar pajak bumi dan bangunan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.
Jalanan yang sempit dan bertambal beserta proyek pendukung yang tidak kunjung rampung. Tiang listrik yang meleyot karena kelebihan beban dengan kabel-kabel yang menjuntai. Angkot yang ngetem di pinggir jalan, pedagang menggelar dagangan di depan pasar tumpah dan keruwetan lainnya adalah pemandangan hampir setiap waktu. Boro-boro mau jalan kaki aman dan nyaman, trotoar saja tidak ada. Inilah wajah Cisauk yang satunya, yang tak terlihat sudut mata.
Pada 2022, Pemkab Tangerang meraih penghargaan sebagai juara umum dalam Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Terbaik se-Provinsi Banten. Apakah keberhasilan memenangkan penghargaan prestisius ini tercermin pada pembangunan infrastruktur yang dikelola Pemkab Tangerang? Mari kita bedah tipis-tipis APBD Tahun 2023 Pemkab Tangerang.
Prioritasnya jelas bukan rakyat
Total Belanja Pemerintah Kabupaten Tangerang Tahun 2023 sebesar 7.1 Triliun. Menilik APBD 2023 untuk belanja jalan, alokasinya adalah 500 milyar atau sama dengan 7.9% dari total belanja daerah. Alokasi terbesar belanja daerah ternyata digunakan untuk membayar gaji pegawai dan belanja barang/ jasa total 4.5 Triliun, atau setara 63% dari total pengeluaran. Jadi sudah terlihat kan prioritas distribusi pendanaan Pemerintah Kabupaten Tangerang itu apa?
Di negara ini memang berlaku pepatah, ada harga ada rupa. Mau fasilitas dan infrastruktur lingkungan seperti di luar negeri? Bisa saja asalkan siap uang atau KPR milyaran.
Bagaimana dengan masyarakat berpenghasilan rendah? Mereka yang semakin tergusur dengan hiruk-pikuk pembangunan juga berhak atas fasilitas dan infrastruktur yang dibayarkan oleh wajib pajak. Pemerintah daerah melalui APBD memiliki kewajiban untuk mengelola pembangunan sebaik-baiknya untuk perbaikan perekonomian dan pemerataan pendapatan.
Dua sisi Cisauk yang timpang ini sebenarnya bisa jadi adalah representasi kinerja pemerintah di Indonesia, tidak hanya di Tangerang. Masyarakat miskin pada akhirnya hanyalah sederetan angka yang disapa ketika masa kampanye pilkada. Menjadi objek kebijakan populis untuk mendongkrak ketenaran petahana.
Adakah yang benar-benar peduli terhadap kesenjangan pembangunan ini? Pada akhirnya yang peduli adalah pengembang yang mencari untung berlandaskan kapitalisme. Dan untuk kesekian kalinya, rakyat miskin terpinggirkan dan terlupakan, tanpa jaminan dari negara.
Penulis: Maryza Surya Andari
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Tangerang Selatan (Tangsel): Kota dengan Pertumbuhan Terdahsyat di Indonesia