Film superhero pertama atau lebih cocok disebut dengan jagoan pertama di Indonesia yang membuka jagat sinema BumiLangit telah dirilis. Apalagi kalau bukan Gundala yang disutradarai oleh sutradara kenamaan, Joko Anwar.
Sejak proyek film Gundala atau proyek BumiLangit Cinematic Universe diumumkan, tidak sedikit orang yang membanding-bandingkan ini dengan Marvel Cinematic Universe ataupun DC Extended Universe. Padahal banyak yang tidak tahu kalau superhero dari Indonesia ini adalah hasil karya komikus lokal yang sudah muncul lewat cerita bergambar atau cergam sejak tahun 60-an.
Gundala pun bukan film superhero Indonesia yang pertama kali rilis. Ada film superhero lain mulai dari Garuda, Valentine, hingga Wiro Sableng. Bahkan Gundala sendiri sebelumnya pernah difilmkan dengan judul Gundala Putra Petir di tahun 1981.
Ngomongin soal film superhero tentu tidak lepas dari tuntutan menghasilkan visual yang berkelas mengingat zaman semakin modern. Salah satunya adalah dengan menggunakan CGI atau Computer-Generated Imagery. CGI sendiri merupakan sebuah teknologi komputer atau lebih tepatnya teknologi grafis 3D yang digunakan untuk menambah efek tertentu dalam sebuah film.
Namun di balik megahnya visual yang dapat kita saksikan di layar bioskop, ada sebuah proses yang tidak gampang serta tidak murah. Butuh jutaan hingga miliaran rupiah untuk bisa menghasilkan CGI yang benar-benar halus agar terlihat realistis atau nyata bagi kita.
Film Gundala tentu punya beban untuk menampilkan banyak efek khusus untuk menunjang visualnya. Namun, dana yang mereka miliki tidak sebanyak modal Marvel untuk membuat sebuah film. Bahkan menurut beberapa sumber, modal Gundala masih lebih sedikit dibanding modal sebuah film Indonesia yang juga tayang di tahun ini yakni Foxtrot Six.
Banyak orang meremehkan Gundala. Semua ejekan selalu sama, yakni tentang visual yang tidak sesempurna perfilman Hollywood. Menariknya ini tidak terjadi sekarang saja. Wiro Sableng pun juga mendapat kritikan yang sama. Padahal film-film ini juga berhasil menampilkan CGI yang sempurna di beberapa bagian. Namun tidak terasa karena saking nyatanya dan tertutup oleh CGI yang kasar hingga kita hanya mengomentari CGI yang kasar.
Perfilman Indonesia tentu punya potensi untuk menggunakan CGI dan menghasilkan visual yang indah. Sebut saja salah satu film yang juga tayang di tahun ini yakni Terlalu Tampan. Film yang diadaptasi dari sebuah komik dari situs Webtoon ini punya visual yang sangat indah dan dapat menghasilkan CGI yang nyata. Namun karena mungkin modal yang didapat kurang, mereka hanya dapat menghasilkan beberapa adegan saja dengan efek yang cukup memukau dan membuat adegan lain terlihat biasa tanpa ada polesan efek demi mempertahankan kualitas visual.
Nyatanya banyak film yang dibuat mahal-mahal dengan CGI yang selalu diusahakan menjadi yang terbaik masih kalah laku dibanding film-film sederhana yang berkutat di genre horror ataupun drama, dan dengan jelas membuktikan bahwa penonton Indonesia belum siap dengan inovasi yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di industri perfilman.
Sebuah kesalahan besar ketika banyak penonton film Indonesia hanya mencela film-film yang sudah diusahakan berbeda dari film biasanya walaupun harus mengeluarkan modal lebih dan malah lebih memilih menonton film-film yang begitu-begitu saja.
Sebagai penikmat film yang baik, kita harus mendukung perfilman Indonesia seperti Gundala dengan menontonnya di bioskop. Bahkan kalau bisa harus mengajak orang lain agar film ini semakin laku. Ketika film seperti ini laku keras, secara otomatis orang-orang yang mendanai film seperti ini sudah tidak takut lagi tidak balik modal.
Kekurangan memang sangat mungkin ada. Tetapi para pelaku di industri film tentu juga akan terus berbenah. Salah satunya dengan membaca ulasan-ulasan yang beredar dan mengevaluasinya untuk film selanjutnya. Jadi alangkah baiknya kita dapat terus mendukung film-film Indonesia agar tidak kalah saing dengan film-film Hollywood.
Seperti yang pernah ditulis oleh bang Joko Anwar di akun Twitter miliknya, “Skenario adalah tulang punggung dari sebuah film.” Jangan hanya memandang film dari sisi visualnya saja, hargai juga cerita yang ditulis berminggu-minggu atau bahkan bertahun-tahun demi menghasilkan cerita yang berkualitas. (*)
BACA JUGA Film Gundala yang Sama Bagusnya dengan Trailer: No Spoiler Review atau tulisan Alif Akbar Rahmat Mauludi lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.