Penahkah kamu tersesat di jalan? Apa tidak tahu jalan? terus tanya jalan sama orang lain. Saya punya cerita unik agak lucu gimana gitu. Pernah suatu ketika saya mau berpergian ke daerah Grabag, Magelang. Saya berpergian juga agak nekat, karena saya pergi ke Grabag cuma mengandalkan Google Maps untuk menunjukan jalan ke tempat yang saya tuju, lebih parahnya lagi saya pergi cuma sendirian dan tidak hafal jalan ke tempat yang saya tersebut. Ya cuma mengandalkan dari aplikasi Google Maps itu tadi. Biasa lah generasi 4.0 kan serba digital, tanya jalan pun juga digital. haha
Ngalamat tenan iki!—batin saya, pas di tengah perjalanan HP saya tiba-tiba error. Tidak tahu apa penyebabnya tiba-tiba HP saya cuma hidup mati hidup mati sendiri cuma muncul logonya saja—bahasa canggihnya bootlop. Tetapi saya masih tenang, karena masih bisa tanya jalan sama orang lain. Saya kemudian tanya sama bapak-bapak yang baru menjemur tembakau di depan rumahnya, saya langsung saja tanya sama bapak-bapak itu tadi
“Badhe tanglet pakdhe. Nek ajeng ten Grabag niku medal pundi nggih?” (Mau tanya pakdhe, kalau mau ke Grabag itu lewat mana ya?)
“Ooo, lurus wae mas ono protelon mbelok ngiwo lurus terus sekitar 15 kilo luwih.” (Ooo, lurus saja mas, ada pertigaan belok kiri lurus terus sekitar 15 kilo lebih.)
“Nggih pakdhe, matursuwun” (Baik pakdhe, terima kasih.)
Saya langsung gas motor saya, saya mengikuti apa yang dikatakan bapak-bapak tersebut.
Di tengah jalan tiba-tiba perasaan saya tidak enak, lha ini udah 15 kilo lebih tapi kok tidak sampe-sampe ya, batin saya. Wah ini kayaknya salah jalan nih, tetapi perasaan saya saya sudah nurut apa yang dikatakan bapak-bapak yang saya tanyain jalan tadi. bokong saya juga sudah panas banget akibat perjalanan jauh dari Klaten.
Kemudian saya berhenti cari toko untuk istirahat sejenak, sekalian tanya sama si penajaga toko.
“Mbak, nek ajeng ten Grabag niku medal pundi nggih? Kulo ndek wau tanglet pakdhe-pakdhe, banjur diarahke mriki niku.” (Mbak, kalau mau ke Grabag itu lewat mana ya? Tadi saya tanya pakdhe-pakdhe diarahkan ke sini itu.)
“Niki ten daerah Selo, Mas. Nek ajeng ten Grabag puter balik melih mas sekitar 30 kilo luwih.” (Ini daerah Selo, Mas. Kalau mau ke Grabag puter balik sekitar 30 kilo lebih.)
“Lha ngendikone pakdhe-pakdhene ndek wau arah mriki niku mbak.” (Lha katanya pakdhe–pakdhene tadi di arahkan ke sini tuh mbak.)
“Njenengan diblasukke berarti, Mas.” (Kamu disesatkan berarti, Mas.)
“Lho kok saget, Mbak?” (Lho kok bisa, Mbak?)
“Iyo, Mas. Biasane nek tiang mriki nopo malih sing tiang sepuh niku nek ditangleti dalan yen sik tanglet mboten ngaggem toto kromo biasane diblasukke Mas opo dibalekke neh. Tapi yo ra kabeh wong sih, Mas.” (Iya, Mas. Biasanya orang sini apa lagi orang yang sudah tua itu misal ditanyai jalan kalau yang nanya tidak pake tata krama, biasanya disesatkan Mas atau dikembalikan lagi. Tapi ya tidak semua orang sih mas.)
“Kok yo koyo ngono banget to, Mbak.” (Kok seperti itu sih, Mbak.)
Saya langsung lemes, sudah jauh-jauh tapi malah diblasukke, rasanya mau nglabrak bapak-bapak yang memberitahu jalan tadi. Tetapi saya masih sabar. Saya pikir-pikir saya juga yang salah, karena saya tanya jalan sama bapak-bapaknya tadi tidak sopan. Kesalahan saya yang pertama, saya tidak matikan mesin motor. Kedua, saya tidak turun dari motor. Ketiga, saya tidak melepas helm. Keempat, saya langsung tanya, tidak pakai permisi.
Saya lemes banget lur, mau nglabrak bapak-bapaknya juga saya merasa salah. Wah, pokoknya saya sudah marah banget. Daripada saya tidak sampai-sampai ke tujuan, saya lebih baik saya melanjutkan perjalanan.
Cerita saya ini untuk pembelajaran semua orang. Cerita saya ini juga tidak hanya saya yang mengalami. Saya pernah membaca di grup Facebook, kalau ada orang tanya jalan juga malah disesatkan, ya karena tanya tidak pakai tata krama. Tidak cuma satu cerita yang sama dengan saya, banyak sekali kasus yang sama cerita saya ini.
Untuk pembelajaran saja, misal mau tanya jalan sama orang lain juga harus pakai tata krama, apalagi yang ditanyain lebih tua dari kita. Sama seperti yang saya katakan tadi, misal tanya jalan sama orang lain itu pertama, harus mematikan mesin kendaraan. Kedua, mencopot helm. Ketiga, turun dari kendaraan. Keempat, mengucapkan permisi terlebih dahulu sebelum tanya.
Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Adanya tata krama itu tujuannya untuk menghormati orang lain. Seperti pepatah orang Jawa “adigang, adigung, adiguna” artinya jadi orang itu menjaga kelakuan dan jangan sombong dengan posisi kita. Misal pangkat kita itu jendral, menteri, atau presiden tetapi harus tetap punya tata krama sama orang lain, walaupun kepada yang lebih rendah. (*)
BACA JUGA Lima Filosofi Sederhana Orang Jawa yang Bisa Mendamaikan Hati atau tulisan Adien Tsaqif Wardhana lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.