Cerita-cerita tentang Hantu

Cerita-cerita tentang Hantu dan Bagaimana Kita Menuduhnya Sebagai Tokoh Paling Antagonis

Masih subur dalam ingatan tentang rutinitas ayah beberapa tahun silam ketika saya belum masuk sekolah dasar. Sekitar dua puluhan tahun yang lalu di mana hampir setiap malam, saya disuguhkan beberapa cerita dongeng. Cerita dongeng biasanya dilantunkan untuk meninabobo seorang anak, begitupun saya pada waktu itu. Jika saya masih banyak ngomel dan lagi nakal-nakalnya bermain, ayah langsung panggil untuk mendengar dongeng. Saya yang pada saat itu candu dengan dongeng-dongeng itu pasti tidak banyak nanya, langsung angguk kepala dan menghampiri ayah untuk mendengarkan ceritanya.

Ada sesuatu yang menarik dalam seluruh cerita dongeng suguhan ayah, yaitu ayah selalu menampilkan tokoh hantu dalam setiap sesinya, di mana mereka memiliki ciri-ciri yang rakus, jahat, dan tidak bermoral. Perilaku hantu sangat berbeda dengan tokoh manusia. Ayah menampilkan tokoh manusia sebagai yang baik, rendah hati, dan tidak rakus. Manusia adalah sosok yang lemah dibandingkan dengan mereka. Namun, manusia selalu membutuhkan bantuan tuhannya untuk melawan hantu. Dengan tekun meminta bantuan pada tuhannya, manusia mampu mengalahkan mereka. Kira-kira demikian pesan moral cerita ayah bahwa manusia yang lemah harus membutuhkan kekuatan yang lebih tinggi darinya untuk menakluk hantu yang jahat.

Bukan hanya mendengar cerita dari ayah, karakter jahat dan rakus dari tokoh hantu juga saya dengar dari teman-teman sepermainan saya. Mereka dengan suara sok tahunya bilang kalau hantu itu jahat dan rakus. Selain itu hantu adalah sosok yang menakutkan sehingga saya selalu mewanti-wanti jika jalan ke kebun atau hutan untuk mencari kayu bakar. Awas ada hantu. Tidak boleh jalan sendirian, nanti diculik hantu (diculik tante-tante masih beruntung, hehehe). Pokoknya hantu adalah sosok yang menyeramkan.

Bahkan karakter hantu dimanfaatkan oleh teman-teman untuk menakut-nakuti jika saya hendak pergi sendirian ke hutan untuk mencari kayu bakar, karena yang mereka inginkan adalah saya harus menemani mereka, bersama menghabiskan waktu hanya untuk bersenang-senang, sehingga sorenya ketika ibu pulang dari kebun kuping saya pasti dijewer habis karena kayu bakar tidak ada. Iya, kuping harus jadi korban jika kayu untuk masak segala kebutuhan dapur (masak nasi, sayur dan menjerang air) tidak ada.

Untungnya, pada saat itu saya masih mampu memilih yang terbaik. Sebagai anak teladan saya tetap nekat ke hutan untuk mencari kayu bakar meskipun karakter hantu yang meramkan itu masih terbayangkan dalam pikiran.

Pada saat SMA juga, cerita tentang hantu tidak habis-habisnya. Seorang teman dekat saya berinisial DP, ia bersembunyi di salah satu gudang di asrama milik lembaga tempat saya bersekolah. Ia sembunyi di gudang tersebut karena malas ikut misa pagi. Pada saat itu aturan asrama cukup ketat. Bangun pagi aja jam empat pagi, kemudian cuci muka dan langsung bergegas ke gereja untuk misa bersama.

Selang satu jam DP tidur nyenyak di gudang, datang seorang teman cewek satu kelasnya dengan gaun yang nampak seperti putih salju. Tetapi karena saking ngantuknya DP tidak banyak basa basi dengan temannya tersebut. Ia masa bodoh dan lanjut dengan tidurnya. Ketika anak asrama pulang misa, DP juga bergegas keluar dari gudang dan melihat kiri-kanan mencari teman cewek yang tidur di sebelahnya, tapi anehnya teman tersebut hilang tanpa jejak.

DP diserbu seribu tanya di kepala. Tidak menunggu lama DP langsung bergegas ke sekolah dan menanyakan ke teman kelas bersangkutan yang tadi pagi tidur di sebelahnya. Tetapi, anehnya teman cewek tersebut sama sekali tidak tahu kejadian tersebut. Ia ikut misa di gereja tadi pagi, tidak menyusup ke gudang seperti tingkah si DP yang malas. Dari penjelasan temannya itu DP akhirnya menyimpulkan jika sosok yang tidur di sebelahnya tadi pagi adalah penampakan yang menyerupai temannya. Memang ada-ada saja. Kurang kerjaan apa.

Tidak lama berselang, kejadian itu menghebohkan seluruh asrama bahkan menjadi trending topik selama dua bulan. Cerita sosok hantu yang menghadirkan ketakutan, membangunkan bulu kuduk yang lagi enak-enaknya duduk.

Masih banyak cerita hantu yang ingin saya hadirkan, tapi saya ingin langsung ke fenomena desa hantu yang sangat viral akhir-akhir ini. Sampai pemerintah (pura-pura) pusing pala barbie dengan fenomena ini. Setidaknya dari cerita desa ini menjadi satu data buat saya bahwa ternyata karakter hantu tetap rakus dan jahat, tidak berubah sejak saya umur 3 tahun. Tetapi, apa benar yang makan uang negara dari desa hantu adalah hantu sendiri atau jangan-jangan ada para elite yang memanfaatkan karakter hantu untuk kepentingan perutnya sendiri.

Atau ada para pejabat kita yang ingin jadi hantu. Karena menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 tahun 2017 menerangkan bahwa sebuah desa harus memiliki penduduk dengan data yang akurat, berapa luas wilayahnya dan batas-batas desanya. Jadi, kalau berita yang beredar bahwa desa itu tidak ada, maka yang salah itu pejabat negara kita yang tidak serius mengimplementasikan undang undang no. 6 tahun 2014 tentang desa, di mana Pak Jokowi menginginkan sebuah pemerataan kemajuan mulai dari desa. Tetapi, jika dalam hal menginput data tentang desa saja semrawut, maka otomatis cita-cita pemerataan pembangunan hanya menjadi mimpi belaka.

Saya bisa bayangkan bagaimana suasana batin kelompok hantu sekarang. Pasti tuduhan yang pemerintah layangkan kepada mereka cukup menyakitkan. Apa salah dan dosa mereka sehingga pemerintah tega menyakiti hati mereka. Karena mereka tidak salah apa-apa, tidak menikmati uangnya, bahkan mereka tidak butuh uang sama sekali dalam hidupnya, toh mereka dituduh sebagai aktor di balik penggelapan uang negara. Bukankah yang butuh uang itu hanya manusia, bukan mereka. Jika hanya manusia yang butuh uang, maka sesuatu yang pasti bahwa uang negara itu dikorupsi oleh pejabat negara, entah siapa. Oleh karena itu, yang rakus dan jahat itu bukan hantu, tapi para pejabat kita yang duduk di kursi empuk kekuasaan.

Semoga dengan bantuan para hantu yang sakit hatinya karena dituduh sebagai koruptor, maka pelaku yang sebenarya akan cepat terungkap. Paling kurang, semoga para hantu merasuki pelaku tersebut supaya dia menampakan diri dan berkata jujur jika ia adalah pelaku di balik semuanya.

Akhir kata, saya ingin menyampaikan jika Karl Marx menyebutkan bahwa tuhan adalah proyeksi manusia supaya manusia itu sendiri bergantung padanya, maka hantu juga sebenarnya adalah proyeksi manusia untuk menggelabuhi manusia lainnya. Demikian juga desa hantu diproyeksi pejabat negara untuk menggelabuhi rakyatnya.

BACA JUGA Cerita Hantu Legendaris di Universitas Brawijaya atau tulisan Tedos Ndarung lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version