Cepat Tanggap Pemerintah Desa Labang Talon Perlu Diacungi Jempol, Beginilah Seharusnya Pemerintah Menanggapi Kritik!

Cepat Tanggap Pemerintah Desa Labang Talon Perlu Diacungi Jempol, Beginilah Seharusnya Pemerintah Menanggapi Kritik!

Cepat Tanggap Pemerintah Desa Labang Talon Perlu Diacungi Jempol, Beginilah Seharusnya Pemerintah Menanggapi Kritik! (Pixabay.com)

Hari Minggu kemarin, saya menulis tentang Dusun Labang Talon, Bangkalan. Tujuannya hanya memotret saja bagaimana kehidupan pelik di dusun itu. Tak ada ekspektasi besar agar ditanggapi para pemangku kebijakan, meskipun memang ada terbesit sedikit harapan perbaikan untuk kenyamanan warganya.

Kalau belum tahu artikelnya, baca artikel ini, Nelangsanya Dusun Labang Talon yang Ada di Bangkalan.

Bak gayung bersambut, ternyata tulisan saya itu dibaca oleh salah satu perangkat desa Labang Talon. Langsunglah saya ditelpon dan ditanya-tanyai kebenaran informasi yang ada. Memang, saya dapat teguran karena ada beberapa misinformasi. Sebab, memang saya menulis berdasarkan pengalaman pribadi dan tidak didasari riset administratif yang kuat. Ya kali riset mendalam, dana dan waktunya nggak tutuk, lur.

Hanya saja intinya, mendapat respons dari hal yang saya tulis, justru ada kegembiraan tersendiri bagi saya. Ternyata, perangkat desa saya mau membaca tulisan saya di Mojok. Padahal, tulisan saya belum viral. Selain itu, nggak banyak juga orang desa yang mau apalagi suka membaca. Terlepas dari tulisan saya yang menyinggung desa atau tidak, tindakan respons cepat ini saya pikir perlu diapresiasi.

Disclaimer, tulisan ini nggak ada tekanan dari perangkat desa yang bersangkutan kok. Aman banget.

Nggak minta tulisannya dihapus

Hal pertama yang saya khawatirkan saat dihubungi perangkat desa Labang Talon terkait hal ini adalah, meminta tulisan yang sudah susah payah lolos kurasi Mojok itu dihapus. Tentu saya nggak akan mau. Nulisnya susah, lolosnya makin susah, masak iya mau dihapus begitu saja.

Tapi, ternyata kekhawatiran saya nggak terjadi. Tulisan saya justru dibiarkan menjadi bahan koreksi untuk kebijakan desa ke depannya, katanya. Semoga benar-benar terjadi demikian.

Semoga yang lain juga ngikut begini sih. Maksudnya, nggak minta tulisan diturunkan. Ehehehe.

Berniat memberi bantuan renovasi rumah

Saat ditelpon, saya diminta untuk menelusuri lebih jauh siapa saja rumah di Dusun Labang Talon yang kurang layak seperti apa yang saya jelaskan dalam tulisan. Dengan mudah, saya sebutkan saja beberapa nama. Lantas saya penasaran, untuk apa? Ternyata, untuk coba dipertimbangkan pengajuan renovasi rumah dari beberapa program Koramil dan jika nanti ada, program lain yang bisa membantu. Informasi yang saya berikan, mau ditindak lanjuti katanya.

Terlepas dari rencana ini basa-basi atau tidak, tetap saja ini cukup mengagumkan. Mengingat, banyak pejabat yang justru acuh dan bahkan tak mau mendengar kritik sama-sekali. Apalagi mau merespons kritik dengan baik.

Nggak langsung bawa-bawa polisi

Belakangan, sedang ramai kasus viral anak muda mengkritik pemerintahnya, malah dilaporkan ke polisi. Minimal, hal ini nggak terjadi pada saya. Saya justru dihubungi dengan cara yang baik dan manusiawi. Paling tidak, meski ini bukan persoalan yang terlalu besar, tapi saya justru menemukan secercah harapan bahwa pemerintah desa saya terbuka atas kritik.

Dengan begitu, kemajuan desa sangat mungkin dicapai, kan? Karena, fungsi kritik tidak lain dan tidak bukan adalah untuk kemajuan desa. Maka dari itu, saya acungi jempol atas keterbukaannya pada kritik, Pak/Bu. Memang seharusnya pemerintah itu begitu. Nggak mudah baper sama kritik rakyatnya. Mosok dikit-dikit bawa-bawa polisi. Ra mashokkk.

Kepekaan pada desanya jadi keliatan

Dengan respons cepat atas tulisan saya, paling tidak secara pribadi saya merasa ada kepekaan yang ditunjukkan pemerintah desa Labang Talon atas warga dan wilayah desanya. Memang seharusnya begitu. Tapi, nggak banyak yang punya kepekaan begitu.

Maka dari itu, perlu diacungi jempol atas inisiatif kepekaannya. Sebab kadang, karena kesibukan administratif di desa atau kesibukan politik, banyak pejabat pemerintah yang malah mengabaikan keluhan rakyatnya. Alhasil, nggak ada tindak lanjut atau upaya rencana perbaikan lebih lanjut. Tapi, dari kasus ini, saya melihat secercah cahaya harapan bahwa di desa saya, desa Labang, kepekaan dari pemerintahnya masih terlihat. Dan di tengah situasi yang makin sulit menemukan hal demikian, saya rasa jempol dua bisa saya berikan untuk itu.

Intinya, saya belajar banyak. Dari Mojok, saya belajar menulis yang akhirnya tulisan saya bisa sampai ke perangkat desa dan dipertimbangkan isinya. Harapannya, tulisan itu akan bisa berdampak nyata untuk dusun Labang Talon yang saya tuliskan Minggu lalu. Dari teguran yang ada, saya belajar untuk lebih berhati-hati dalam menulis. Agar nggak terjadi salah paham dan keseleo pikiran. Untung pemerintah desa saya nggak baperan. Coba kalau baperan, kan berabe. Nggak nulis di Mojok lagi saya karena harus lari ke luar negeri.

Penulis: Naufalul Ihya’ Ulumuddin
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Suka Duka Tinggal di Pelosok Kabupaten Bangkalan Madura.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version