Dalam dunia kuliner Indonesia, mi ayam dikenal sebagai makanan yang sangat fleksibel. Mi ayam dapat dinikmati di mana saja, dan dalam kondisi apa saja. Pun dengan berbagai macam tipe mi ayam, yang keseluruhannya nyaris tanpa cela. Mau itu mi ayam Solo, mi ayam Bangka, atau mi ayam-mi ayam lainnya.
Selain itu, item pendamping mi ayam juga enak-enak. Mau pakai pangsit goreng atau rebus, suwiran atau potongan ayam, semuanya cocok dan tentu saja mempunyai kenikmatannya masing-masing.
Nah, bicara soal item pendamping atau topping mi ayam, ada satu topping yang bisa dibilang sangat cocok, atau paling cocok dengan mi ayam. Topping tersebut adalah ceker.
Dalam khazanah mi ayam, popularitas ceker bisa dibilang berada di tengah-tengah, kadang ada, kadang juga tidak ada. Lebih tepatnya, tidak semua kedai mi ayam menyediakan menu mi ayam dengan topping ceker. Maklum, posisi ceker sebagai topping mi ayam tidak sepopuler suwiran ayam atau potongan ayam yang kecil-kecil.
Di luar sana pula, banyak orang yang mungkin tidak suka dengan ceker. Entah karena tidak cocok dengan perpaduan mi ayam dan topping ini, atau malah jijik dengan topping itu sendiri. Sebuah sikap yang wajar, sebab ceker juga sebuah makanan yang belum dianggap lumrah oleh semua orang. Kalau yang suka ya suka banget, yang tidak suka ya tidak suka banget. Namun, sungguhlah merugi orang-orang yang tidak suka dengannya, sebab kenikmatan yang didapatkan dari semangkuk mi ayam dengan topping ceker bisa dibilang melampaui mi ayam dengan topping-topping lainnya.
Saya akan jelaskan alasan mengapa ceker adalah pasangan yang pas untuk mi ayam. Alasan ini agak subjektif, memang, tapi cukup masuk akal, kok.
Pertama, adanya ceker ini bisa memperkaya tekstur dalam semangkuk mi ayam. Kita semua tahu bahwa tekstur mi ayam itu cenderung lembut, bahkan tipe mi karet sekali pun masih dalam taraf lembut. Kalau pakai topping ayam yang biasa, yang mana juga masih bertekstur lembut, jelas tidak ada variasinya. Gitu-gitu aja, lah.
Dengan adanya ceker, kekayaan tekstur dalam semangkuk mi ayam akan lebih variatif. Perpaduannya pun menjadi satu perpaduan yang paripurna, serta menyenangkan untuk dinikmati. Kelembutan mi ayam, ditambah dengan kenyal dan keras, yang cenderung crunchy dari tekstur ceker (kalau kita makan dengan tulang-tulang jarinya), tentu saja akan menambah kenikmatannya. Apalagi kalau ia sudah dibumbui dengan bumbu yang pekat dan meresap (biasanya bumbu manis). Sudah pasti, ini akan menambah cita rasa serta kenikmatan dalam semangkuk mi ayam.
Kedua, jangankan dipadukan dengan mi ayam, memakan ceker itu sendiri saja juga enak. Lupakan dulu soal selera, soal suka atau tidak suka, sebab itu akan mematikan pembahasan soal ceker. Sensasi “ngerokoti” ceker (kalau kata orang Jawa), mulai dari lengan, jari-jarinya, sampai telapak cekernya itu sungguh tiada duanya. Apalagi kalau jumlah topping ini dalam seporsi mi ayam tersebut lebih dari satu, tentu saja nikmatnya akan berlebih.
Beberapa kedai mi ayam yang punya menu ini biasanya memberikan opsi untuk menambah toppingnya. Tentu saja ini bisa jadi pilihan yang tepat. Pasalnya, kalau makan semangkuk mi ayam hanya dengan satu, dua, atau tiga ceker itu agak kurang.
Makanya, mereka menyediakan pilihan ekstra ceker, dan kita bisa minta tambah lagi, dua, atau tiga potong lagi. Bayangkan beberapa potongnya itu dipadukan dengan semangkuk mi ayam yang sudah kita tahu sendiri kenikmatannya, pasti akan menjadi pengalaman makan mi ayam yang “mencerahkan.” Gurih, manis, berpadu jadi satu. Ah, nikmat sekali.
Itulah bagaimana peran topping ini dalam semangkuk mi ayam. Tentu saja ini bukan tanpa alasan. Sebab, mi ayam dengan topping ayam suwir atau potongan ayam kecil-kecil itu jujur agak membosankan. Adanya topping ini tentu saja bisa menambah variasi dalam dunia mi ayam. Sepakat tidak sepakat, ceker ini adalah pasangan yang pas untuk mi ayam.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Audian Laili