Kalau kamu pikir rollercoaster hanya ada di taman hiburan, coba naik Bus Mira. Bayangkan, sebuah bus antarkota yang meluncur dengan kecepatan tinggi, melawan tikungan tajam dan jalan berbukit, seolah-olah sopirnya sedang berlomba di ajang balapan. Tak ada sabuk pengaman, tak ada pelan-pelan—hanya adrenalin yang terus memuncak. Siap-siap, deh, rasakan sensasi yang bikin jantung copot!
Saya tidak bohong, sebab saya baru saja mengalami perjalanan yang menguji adrenalin saya dengan segala sensasi yang mungkin tak akan saya lupakan. Ini bukan sekadar naik bus biasa, ini adalah pengalaman yang bisa membuat jantung berhenti berdetak!
Perasaan deg-degan parah, sopir bus Mira ngebut tanpa ampun
Begitu saya melangkah masuk ke dalam Bus Mira, saya langsung merasa ada yang beda. Bukan karena interior yang lebih mewah atau fasilitas canggih—tapi karena kecepatan bus yang melaju tanpa ampun. Bayangkan, baru saja saya duduk dengan rapi di kursi, bus sudah mulai berlari kencang melawan angin. Detik demi detik, saya bisa merasakan adrenalin mengalir dan jantung berdegup kencang. Bukan hanya karena jalanan yang berbukit, tapi karena sopir yang ngebut seolah-olah dia ingin mencatat rekor dunia dalam kecepatan.
Setiap kali bus berbelok tajam, tubuh saya terasa terlempar ke sisi kanan dan kiri, hampir seperti sedang mengikuti gerakan rollercoaster. Kadang saya sampai menahan napas, memegang pegangan dengan kuat, berharap sopir tahu bahwa ada nyawa yang bergantung pada setiap kelokan tajam yang dilaluinya.
Tapi, di sisi lain, entah kenapa ada rasa senang yang muncul. Mungkin ini adalah salah satu dari sedikit cara yang bisa membuat perjalanan jauh jadi penuh sensasi. Meskipun jelas, itu bukan jenis sensasi yang saya inginkan.
Roller coaster tanpa keamanan
Kursi saya terasa semakin tidak nyaman, bukan hanya karena getaran dan guncangan, tapi juga karena saya mulai sadar betapa kerasnya bus Mira ini melaju. Saya mulai melihat ekspresi cemas orang-orang di sekitar saya. Seorang nenek yang duduk di depan saya, misalnya, terus mengucapkan istighfar setiap kali bus melaju cepat. Mungkin itu cara nenek itu menenangkan dirinya, atau mungkin dia juga merasa ini sudah terlalu berbahaya untuk umur sepertinya.
Sesekali saya melihat tangan nenek itu memegang pegangan kursi dengan kuat, sambil terus beristighfar. Ada yang bilang, doa orang tua itu ampuh. Saya yakin, doa nenek itu pasti lebih dari sekadar kata-kata. Doanya mungkin yang membuat kami semua selamat sampai tujuan.
Di belakang saya, ada ibu hamil yang tampaknya juga merasa cemas. Setiap kali bus berbelok tajam, ibu itu tampak gelisah. Saya bisa mendengar suara desahan dari dia yang berusaha tenang. Mungkin dia juga khawatir, seperti saya, dengan kecepatan dan gaya mengemudi yang serasa seperti di ajang balap.
Saya berusaha memberi ruang dan berusaha mengalihkan perhatian saya dengan melihat keluar jendela, berharap perjalanan ini segera berakhir. Namun, rasa cemasnya semakin terasa, terutama setelah bus Mira melewati tikungan tajam yang membuat tubuh kami terhantam ke kanan dengan keras. Saya bisa merasakan ketegangan yang jelas terlihat dari ibu hamil tersebut. Tentu, bagi ibu hamil, perjalanan seperti ini bisa sangat menegangkan. Keinginan untuk sampai dengan selamat pasti jauh lebih besar daripada sekadar melanjutkan perjalanan ini.
Baca halaman selanjutnya