Bus Jepara-Semarang: Dulu Jumawa, Sekarang Berduka

Bus Jepara-Semarang: Dulu Jumawa, Sekarang Berduka (Pixabay.com)

Bus Jepara-Semarang: Dulu Jumawa, Sekarang Berduka (Pixabay.com)

Sekiranya 2000-an, masa saya menjalani SMP dan SMA, ada satu bus yang jadi andalan saya menempuh ilmu di daerah Demak. Bus barbar, satset, dan suka balapan ini jadi kawan terbaik saya untuk melawan waktu. saya kurang tahu nama busnya, tapi saya menyebutnya bus Jepara-Semarang.

Saya tidak berlebihan saat bilang bus ini kawan terbaik melawan waktu. Saking bisa diandalkannya, saya tidak pernah telat sampai di sekolah kalau pakai bus ini. Mereka cepat, apalagi kalau ada pendorong atau penariknya alias ada kebetulan menemui bus lain yang masih setrayek. Oh, jangan ditanya, balapan sodara-sodara, pasti itu.

Akibat dari ulah ugal-ugalan ini pula, jangan dikira bisa turun mulus ala princess, pasti didorong sampai terseok-seok. Dari jarak 500 meter dari tujuan, sudah diteriakin suruh ke pintu, kalau sampai telat ya dipisuhi. Padahal pas kayak gitu itu, posisi kita yang mau turun terjepit manusia lain, semacam kamu adalah tetesan air yang mau nyiprat keluar tapi pakai ancang-ancang. Angel! Meskipun kebiasaan ini baik juga, sampai hari ini mau naik bus trayek mana saja saya pasti sudah mepet ke pintu kalau sudah 500 meter mendekati tujuan.

Selain kecepatan, bus ini juga semarak. Dari bus ini juga saya jadi mengenal Pantura, Monata, Rela, Ririn-ririn Kecil dan sederet artis dangdut lokal. Bus pasti jedag-jedug ajojing. Suara penyanyi dangdut dan orkes bersahutan dengan obrolan penumpang.

Masa Jaya bus Jepara-Semarang, penumpang macam ikan pindang

Pada masa itu, bus ini benar-benar jaya di udara. Saking berjayanya, bus ini selalu penuh penumpang sampai maksa banget. Kami penumpang sering disandingkan macam pindang. Benar-benar ditata berdirinya biar bisa muat terangkut semua. Saya ingat betul, paling sial kalau sudah jam berangkat kerja.

Saya harus mau tak mau gawing alias gandul di luar dengan kaki satu yang bertumpu di ambang pintu bus. Pokoknya perjuangan banget lah, naik bus Jepara-Semarang. Kadang pula karena sudah sesak, mereka menolak kami anak sekolah dan memilih orang-orang pekerja yang memang lebih cuan.

Kernet dari bus ini juga terkenal galak, kereng, dan yang jelas juga pencari cuan sejati. Kalau terlihat ada orang baru yang naik, siap-siap aja dikentel (dimahalin ongkosnya). Sempat ada yang berani bantah ongkos, eh diturunkan dong di tengah jalan. Padahal itu bus trayek terakhir. Edan pancen.

Pokoknya dulu bus trayek ini moncer banget lah. Wong kernetnya saja telepon terus macam detektif yang mencari keberadaan musuh dan mangsa. Ada penumpang di titik mana saja dia tau. Ada bus lain dengan trayek sama di sebelah mana saja dia ngeh. Mantap banget.

Tapi, itu dulu.

Baca halaman selanjutnya

Dulu seenaknya, kini terpaksa seadanya

Dulu jaya, kini dirundung duka

Bus trayek Jepara-Semarang seolah hidup segan mati tak mau. Penumpang sudah tidak seramai dulu. Tidak ada lagi teriakan kernet meneriaki penumpang biar siap-siap turun. Boro-boro mau menurunkan, ada penumpang naik saja sudah bersyukur.

Dimudahkannya proses kredit kendaraan, belum lagi dengan adanya travel Jepara-Semarang yang menjamur, dan ojek online membuat peminat bus trayek Jepara-Semarang menyusut. Isinya paling orang tua, orang ke pasar, atau orang macam saya yang mager naik motor menyeberangi kemacetan pantura.

Sekarang bus trayek ini juga semakin tidak semarak. Banyak bus yang tidak menyalakan TV-nya, atau bahkan hanya tinggal wadah penyangga tv tabung yang ada. Isinya sudah entah ke mana. Ramainya suara penyanyi pantura berganti dengan suara reot di sana-sini.

Semakin sedikit bus trayek ini yang beroperasi. Belum lagi kalau dapat saya kadang harus menelan pil pahit dioper pas sampai Demak Kota. Alasannya sederhana saja, sudah habis jam dan mungkin kalau mengangkut sedikit tidak nutut upahnya. Yah…

Bus legendaris ini memang menyebalkan. Dulu, saya sebagai penumpang sering harus makan ati kalau berhadapan dengan kernetnya. Tapi ketika hal tersebut tak lagi ada, rasanya ada yang hilang. Ternyata, hal-hal menyebalkan bisa jadi hal yang begitu dirindukan.

Penulis: Anisa Fitrianingtyas
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Review Bus PO Narendra Rute Ponorogo-Semarang: Berasa Melaju di atas Awan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version