Buku Turutan Legendaris dan Variasi Buku Belajar Huruf Hijaiyah dari Masa ke Masa

Kalau di Kota Ada Kirim Parsel, di Desa Ada Ater-ater Tipe-tipe Orang saat Menunggu Lebaran Datang Terima kasih kepada Tim Pencari Hilal! Ramadan Sudah Datang, eh Malah Menanti Bulan Syawal Ramadan Sudah Datang, eh Malah Menanti Lebaran Buku Turutan Legendaris dan Variasi Buku Belajar Huruf Hijaiyah dari Masa ke Masa Serba-serbi Belajar dan Mengamalkan Surah Alfatihah Pandemi dan Ikhtiar Zakat Menuju Manusia Saleh Sosial Inovasi Produk Mushaf Alquran, Mana yang Jadi Pilihanmu? Tahun 2020 dan Renungan ‘Amul Huzni Ngaji Alhikam dan Kegalauan Nasib Usaha Kita Nggak Takut Hantu, Cuma Pas Bulan Ramadan Doang? Saya Masih Penasaran dengan Sensasi Sahur On The Road Menuai Hikmah Nyanyian Pujian di Masjid Kampung Mengenang Asyiknya Main Petasan Setelah Tarawih Horornya Antrean Panjang di Pesantren Tiap Ramadan Menjadi Bucin Syar'i dengan Syair Kasidah Burdah Drama Bukber: Sungkan Balik Duluan tapi Takut Ketinggalan Tarawih Berjamaah Opsi Nama Anak yang Lahir di Bulan Ramadan, Selain Ramadan Panduan buat Ngabuburit di Rumah Aja Sebagai Santri, Berbuka Bersama Kiai Adalah Pengalaman yang Spesial Panduan buat Ngabuburit di Rumah Aja Pandemi Corona Datang, Ngaji Daring Jadi Andalan Tips Buka Bersama Anti Kejang karena Kantong Kering Mengenang Asyiknya Main Petasan Setelah Tarawih Rebutan Nonton Acara Sahur yang Seru-seruan vs Tausiyah Opsi Nama Anak yang Lahir di Bulan Ramadan, Selain Ramadan Drama Bukber: Sungkan Balik Duluan tapi Takut Ketinggalan Tarawih Berjamaah Sebagai Santri, Berbuka Bersama Kiai Adalah Pengalaman yang Spesial Aduh, Lemah Amat Terlalu Ngeribetin Warung Makan yang Tetap Buka Saat Ramadan Tong Tek: Tradisi Bangunin Sahur yang Dirindukan Kolak: Santapan Legendaris Saat Ramadan

Siapa sih, yang nggak ingat masa kecil dulu belajar huruf hijaiyah di langgar, rumah guru ngaji di kampung, atau di TPA? Ingatan masa kecil memang paling awet melekat dalam memori otak kita.

Bagi yang tinggal di daerah Jawa, pasti sudah tidak asing lagi dengan buku ngaji legendaris ini. Ya, buku Turutan atau buku metode Baghdadi yang disusun oleh Abu Mansur Abdul Qafir Al-Baghdadi. Buku ini dianggap telah ada sejak Islam masuk pertama kali di Indonesia. Meskipun ada warna lain, ciri khas buku Turutan yang sering saya jumpai ini identik dengan sampul biru, ada gambar masjidnya, kertas dalam berwarna buram, dan berukuran kurang lebih 15 x 21 cm.

Konon, disebut buku Turutan karena berasal dari kata “Tutur-Urutan”, dan metode pengajarannya dengan cara sang guru memberikan contoh lalu murid menirukan secara berurutan. Atau urutan di sini juga bermakna isi dalam buku Turutan ini runtut dari huruf per huruf, vokal per vokal, makhraj, semua tersusun urut secara bertahap.

Cara mengeja bacaan huruf hijaiyah di buku Turutan ini, bagi saya cukup unik dan berhasil membuat saya selalu teringat masa-masa belajar mengenal huruf hijaiyah. Cara eja seperti ini: Alif fatah a, alif kasrah i, alif damah u, dan selanjutnya sampai harakat tanwin. Seperti bacaan ‘Al’ saja dieja ‘Alif lam sukun fatah’ dibaca Al. sebegitu runtutnya cara mengeja metode Baghdadi dalam buku Turutan.

Buku Turutan dinilai praktis karena materi tahapan belajar membaca Alquran hanya dalam satu buku saja, tidak berjilid-jilid seperti buku metode belajar mengaji sekarang ini. Dan benar, pernyataan teman-teman saya yang juga waktu kecil belajar mengaji dengan buku Turutan ini sangat menyukai metode klasik yang diajarkan pada buku tersebut. Namun, buku ini jarang ditemukan digunakan di lembaga TPA, rata-rata buku Turutan ini hanya digunakan bagi yang mengaji di langgar atau rumah guru mengaji di kampung.

Di samping itu, sekitar tahun 1975 juga telah terbit buku Qiroati yang disusun oleh Kiai Ahmad Dahlan Salim Zarkasyi dari Semarang. Saya juga berkesempatan ngaji menggunakan buku metode Qiroati ini selama belajar di TPA. Jadi, tiap sore dulu saya ngaji di TPA, lalu malamnya habis Magrib ngaji di rumah menggunakan buku Turutan.

Tidak hanya itu, pada tahun 1990 juga terbit buku Iqro yang disusun oleh Kiai As’ad bin Humam dari Yogyakarta. Selanjutnya, juga ada buku metode Yanbua yang disusun oleh para Pengasuh Pondok Pesantren Yanbuul Quran Kudus, yang terbit pada tahun 2004. Menurut hasil riset kecil dari pengamatan saya, ketiga buku ini merupakan buku atau metode pembelajaran mengenal huruf-huruf hijaiyah paling populer dipakai di Indonesia yang memiliki kelebihan metode masing-masing. Buku-buku metode belajar Alquran ini banyak dipakai oleh lembaga Taman Pendidikan Alquran.

Ketiga buku tersebut memiliki peminatnya tersendiri. Persamaan ketiganya yaitu: buku berjilid sesuai tahap pembelajaran, ukuran beragam (kecil, sedang, besar), banyak digunakan sebagai metode di lembaga sekolah agama. Untuk anak kecil ini terbilang lebih menarik, karena kertas dan font huruf hijaiyahnya lebih jelas dibanding buku Turutan.

Banyak teman saya dari anak UIN atau pesantren yang mengajar di TPA dekat lokasi kampus atau pesantren. Buku atau metode yang digunakan kepada anak-anak didiknya pun beragam, antara tiga buku populer tersebut. Saya rasa mengajar anak kecil untuk bisa membaca Alquran ini sungguh mulia sekali. Bagaimana tidak? Karena ini merupakan sebuah upaya mengantarkan seseorang pada sempurnanya agama yaitu mengimani kitab suci, membaca, dan mengamalkannya.

Nah, baru-baru ini saya juga menjumpai buku metode baru untuk belajar membaca huruf hijaiyah.

“Dek, belajar ngajinya pakai buku apa?” tanya saja pada anak TK, yang mana orang tuanya meminta saya untuk privat belajar mengaji.

“Kibar, Kak.”

“Kibar? Apa lagi itu Kibar? Nama buku?” pikir saya yang saat itu belum tahu apa itu Kibar.

Setelah orang tuanya memberi tahu saya, ternyata ini buku metode belajar mengaji terbaru. Bukunya hampir sama dengan buku metode di atas, yang membedakan, buku ini full colour, kertas juga lebih bagus, hanya dibagi empat jilid (pra, a, b, c), dan tentu yang paling menarik dari buku untuk anak-anak ini adalah gambar-gambar anak lucunya.

Buku yang variatif dan semakin kreatif untuk menarik anak-anak ini memang patut diapresiasi dalam menumbuhkan semangat belajar mengaji mereka. Tapi kok setiap saya berkesempatan mengajar pakai metode yang sekarang ini, jadi kangen masa-masa ngaji Turutan. Bagi saya, belajar mengaji pakai buku Turutan, feel-nya memang beda!

BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version