Manusia berkostum boneka jadi pemandangan biasa di perempatan ataupun pinggir jalan di kota-kota besar, termasuk di kota tempat saya tinggal, Bandung. Saya sendiri tidak tahu disebut apa boneka jalanan itu di Kota Kembang. Tapi di Jakarta, mereka dinamai boneka Mampang. Konon katanya, nama tersebut muncul karena penampakan perdana boneka penghibur jalanan itu terdeteksi di kawasan tempat Anak Jaksel biasa nongkrong itu.
Kalau saya perhatikan, belakangan ada yang berbeda dari cara beberapa boneka jalanan itu dalam mencari sesuap nasi dan segelas Ale-Ale. Kalau dulu mereka tampil berbagi keceriaan dengan joget-joget di pinggir jalan, sekarang banyak boneka yang tak lagi berniat menghibur.
Dulu saya sering geli sendiri kalau sedang bosan menunggu lampu hijau saat melihat joget boneka jalanan. Sekarang yang saya lihat mereka cuma duduk di trotoar sambil menjulurkan tangan seperti ibu kos nagih uang sewa.
Sampai di suatu siang yang hangat-hangat kuku saya benar-benar ngeh kalau memang ceria bukan lagi jadi kewajiban para boneka jalanan. Saat itu saya sedang duduk santai di sebuah kedai kopi di sekitaran Jalan Cipaganti. Oleh karena situasi pandemi, saya memilih duduk di bagian luar kedai saja. Saya pikir lebih baik kena silau daripada kena Covid-19. Maklum, kedainya sedang ramai.
Saat sedang menikmati secangkir kopi yang ternyata hanya kopi sachet-an, melintaslah sesosok boneka Mampang berbentuk Hello Kitty yang sama sekali tak ada lucu-lucunya. Bukan hanya karena bentuknya beda jauh dari sosok Hello Kitty ciptaan Sanrio, tapi gesturnya juga sangat menyedihkan.
Si Hello Kitty berjalan dengan sangat lambat dan lunglai. Langkah kakinya diseret seperti sedang menyapu jalan. Kepalanya yang besar tertunduk lesu seolah lehernya kecetit karena tidurnya salah bantal. Pokoknya kelihatan lelah banget. Ditambah lagi, ia juga harus menggendong bayi dengan sebelah tangannya.
Saya mendadak iba melihatnya. Pasti harinya berat sekali, pikir saya begitu. Dia pasti capek setelah berjam-jam joget di antara hempasan manja asap knalpot, sekarang dia harus jalan kaki pulang ke rumah. Saya juga kasihan dengan anaknya yang harus ikut kepanasan dan kelelahan.
Ingin saya mengambil motor dan mengantarnya pulang, tapi sayang kopi saya belum habis. Jadi, saya memilih menyeberangi jalan menghampiri si Hello Kitty dan bersedekah. Kebetulan ada lembaran uang lusuh yang berhasil saya temukan di saku celana. Jangan tanya berapa jumlahnya, yang pasti cuma sisa kembalian belanja yang tak seberapa.
Tak lama setelah itu, seorang pengendara motor yang melintas tiba-tiba berbalik arah dan berhenti untuk memberi manusia boneka itu uang. Kalau saya lihat, sepertinya uang yang diberikannya lebih banyak dari saya. Syukurlah, dia tidak pelit seperti saya.
Saya pun kembali ke kedai dan lanjut ngopi. Sedang asyik menyeruput kopi yang sudah dingin, hampir saja saya keselek. Tak sampai setengah jam, mungkin baru sekitar 15 menitan, muncul boneka Mampang berwujud Hello Kitty lagi. Persis seperti Hello Kitty yang saya lihat pertama, tapi yang ini munculnya dari arah berlawanan.
Saya yakin banget itu boneka yang sama. Jalannya masih sama, lambat dan lemah. Hello Kitty yang ini juga nunduk terus kayak keberatan kepala. Badannya lemas seperti penderita kurang darah yang belum mendapat asupan Sangobion. Dan yang bikin saya benar-benar yakin adalah anak bayi dalam gendongannya.
Beberapa pengendara motor terlihat kasihan pada si Hello Kitty dan berhenti untuk memberinya uang. Sementara, rasa iba saya belum muncul karena masih berusaha mencerna apa yang saya lihat.
Sampai akhirnya saya yakin bahwa memang seperti itulah modus operandi boneka jalanan mengais rupiah, setelah muncul boneka lain di depan mata saya. Boneka yang saya tidak tahu terinspirasi dari tokoh kartun apa itu berjalan dengan cara yang sama dengan si Hello Kitty. Benar-benar mirip dari kepala menunduknya sampai kakinya yang diseret.
Ya Tuhan, saya tertipu. Saya pikir tadi si boneka Mampang berwujud Hello Kitty lagi jalan kaki pulang ke rumah setelah seharian mencari uang di jalanan. Ternyata eh ternyata, saya kena prank Hello Kitty jadi-jadian. Bukan mau pulang, tapi jalan itu memang jadi wilayah tempat boneka jalanan beraksi mencari “korban” yang termakan iba.
Bukannya saya tidak ikhlas, tapi mungkin memang tidak ikhlas juga. Entahlah, niat seseorang kan enggak ada yang tahu. Saya hanya merasa ada yang kurang benar saja dari aksi pura-pura capek, lelah, dan lesu boneka-boneka jalanan itu. Oleh karena banyak yang merasa kasihan dan memberi uang, akting mereka saya bilang berhasil. Mungkin mereka bisa melamar jadi pemain sinetron Ikatan Cinta.
Memang sih ada boneka jalanan yang no tipu-tipu. Mereka benar-benar kelelahan dan terduduk lesu di tepi jalan. Banyak berita viral soal itu di media sosial, yang bikin para warganet terenyuh. Tapi, manusia-manusia berkostum boneka yang saya lihat itu memang sengaja menampilkan imej lelah agar dikasihani orang-orang. Mereka menjual iba demi uang yang tak seberapa.
Ah, saya jadi rindu boneka-boneka yang ada Dufan. Sudah lama sekali sejak terakhir saya mengunjungi wahana permainan itu. Boneka yang paling saya ingat adalah Dufi. Dia maskot berwujud kera bekantan asal hutan Kalimantan. Ada juga Tanit si tapir genit.
Seperti yang sudah menjadi tugasnya, mereka menghibur para pengunjung Dufan dengan menari ke sana ke mari diiringi jingle Dunia Fantasi yang tak pernah berhenti diputar. Para maskot itu juga selalu antusias saat bocah-bocah mengajak berfoto bersama.
Memang boneka Dufan dibayar untuk itu hingga tidak perlu mengemis pada pengunjung. Tapi, keceriaan seperti itu juga seharusnya dihadirkan para boneka penghibur di jalanan, entah itu Hello Kitty, SpongeBob, ataupun si Upin dan Ipin.
Tapi, ya apa mau dikata, mungkin hidup di jalan lebih keras daripada di Dufan. Boneka Mampang di jalanan terpaksa menampilkan potret kelelahan sebagai jurus jitu untuk memancing iba.
Foto-foto adalah hasil dokumentasi pribadi penulis.
BACA JUGA Pesan Positif dalam Lagu BTS Jadi Tren Baik untuk Generasi Muda.