Bisnis Barbershop Nggak Surut-Surut Amat, Nggak Banyak Dibicarakan Aja

Bisnis Barbershop Nggak Surut-Surut Amat, Nggak Banyak Dibicarakan Aja

Bisnis Barbershop Nggak Surut-Surut Amat, Nggak Banyak Dibicarakan Aja (Unsplash.com)

Mari kita memutar waktu sejenak dan mundur ke circa 2013-2016. Saat itu, salah satu tren yang sedang menjamur di masyarakat adalah tren gaya rambut rapi dan klimis. Sebagian besar orang, khususnya laki-laki, ingin memoles rambutnya sedemikian rupa agar terlihat rapi dan klimis. Acuannya, gaya rambut pompadour ala Elvis Presley atau slickback ala Brad Pitt di film Furry. Tak peduli pantas atau tidak, yang penting rambut sudah klimis.

Demi mewujudkannya, sisir dan pomade laris manis di pasaran. Mulai dari sisir plastik hingga sisir lipat beredar di mana-mana dan diburu banyak orang. Pomade, mulai dari yang merek Rita hingga merek Suavecito, juga tak kalah laris. Namun, sisir dan pomade saja nyatanya tak cukup. Harus ada aspek lain yang semakin menyempurnakan rambut rapi dan klimis saat itu. Iya, barbershop atau tempat cukur rambut.

Berbarengan dengan tren rambut klimis tersebut, tren barbershop juga ikut naik drastis. Barbershop, atau tempat cukur rambut modern, seakan menjadi tempat yang pas untuk siapa saja yang ingin rambutnya klimis rapi seperti Elvis atau Brad Pitt. Keberadaan barbershop juga sedikit menggeser tempat cukur rambut konvensional (asgar, dsb.) yang biasanya hanya berpatokan pada poster jadul Top Collection.

Barbershop memberikan pengalaman cukur rambut yang “berbeda”

Barbershop memang tak hanya menyediakan jasa cukur rambut. Ia memberikan pengalaman bagi orang-orang yang datang berupa tempat, suasana, hingga berbagai macam fasilitas lain yang sebenarnya tidak jauh beda dengan salon.

Dari segi tempat, barbershop memang cenderung lebih luas dari tempat cukur konvensional lainnya. Mereka pakai kursi empuk untuk cukur, dan ada tempat tunggu yang nyaman. Bahkan ada juga yang sekalian buka coffe shop, gabung dengan barbershop. Dobel cuan!

Dari segi suasana, barbershop menyajikan suasana yang modern dan maskulin, sangat cocok untuk pria. Mulai dari plang nama, lampu merah-putih-biru di depan, warna cat interior, hingga ornamen-ornamen lain terlihat sangat maskulin. Bahkan gaya busana dan gaya rambut tukang cukurnya juga dibuat sedemikian rupa agar terlihat meyakinkan. Satu yang pasti, gaya rambut tukang cukur di barbershop adalah gaya rambut kekinian yang sedang tren, yang mana hal ini tidak didapatkan di tempat cukur rambut konvensional.

Wajah barbershop yang seperti itu, ditambah tren gaya rambut rapi dan klimis, membuat tren barbershop pada circa 2013-2016 menjadi naik. Hampir di setiap kota di Indonesia pasti muncul satu, dua, atau beberapa bisnis barbershop baru. Ya meskipun ongkos cukur di barbershop lebih mahal daripada di tempat cukur biasa, tapi tetap saja saat itu barbershop seperti tak pernah sepi pengunjung. Istilahnya, para pengusaha barbershop ini lagi panen rezeki lah.

Benarkah bisnis barbershop mulai surut?

Mari kembali ke dua atau tiga tahun terakhir, setidaknya circa 2019-2022. Muncul anggapan bahwa bisnis barbershop mulai surut. Sebuah anggapan yang tidak sepenuhnya benar, sebab satu hal yang harus dipahami adalah manusia akan tetap butuh jasa cukur rambut, apa pun bentuknya.

Jika anggapan bisnis barbershop surut karena pandemi, ya jangankan barbershop, warteg juga sepi kali. Pandemi memang membuat sebagian orang takut untuk cukur rambut di tempat yang biasanya, atau di barbershop langganan. Ada cukup banyak bisnis barbershop yang terpaksa tutup karena pandemi. Makanya mari kita kecualikan alasan pandemi atas anggapan surutnya bisnis barbershop.

Sebenarnya kalau dilihat dengan saksama, bisnis barbershop sebenarnya tidak turun-turun amat. Eksistensinya masih cukup terjaga. Bahkan di satu kota kecil seperti kota Batu tempat saya tinggal ada lebih dari enam barbershop yang masih eksis dan sepertinya baik-baik saja. Pelanggannya juga masih cukup banyak, bahkan sepertinya jumlah barbershop masih akan terus bertambah.

Barbershop terlihat sepi hanya karena sudah tidak dibicarakan lagi. Perlu digarisbawahi, tidak dibicarakan bukan berarti bisnis ini sedang turun. Barbershop sudah tidak dibicarakan karena memang sudah tidak ada tren gaya rambut benar-benar meledak di masyarakat, terutama di kalangan laki-laki. Kalaupun ada tren gaya rambut yang sedang naik, pasti karena drama Korea, dan gaya rambut tersebut kadang dianggap kurang maskulin untuk kebanyakan laki-laki. Berbeda kasusnya ketika pompadour atau slickback sedang tren.

Pilihannya cuma bertahan

Lantaran barbershop cukup identik dengan laki-laki, maka tren gaya rambut baru ini tidak bisa “ditunggangi” oleh barbershop untuk kembali moncer seperti dulu. Pada akhirnya, bisnis barbershop ya gitu-gitu saja, bertahan sebagaimana sebelumnya.

Untungnya, di tahun-tahun kejayaannya barbershop berhasil memberikan experience yang berbeda kepada pelanggannya. Ini membuat barbershop sudah punya pasar sendiri, dan akan cukup susah untuk ditinggalkan oleh pelanggan setianya.

Barbershop yang saat ini masih eksis, pilihannya ya hanya bertahan. Maksudnya, ya bertahan dengan pelayanannya yang rapi dan bersih, bertahan dengan konsep yang elegan, dan bertahan dengan kualitas yang diberikan kepada pelanggan. Itu saja cukup. Kalau memaksa membuat tren rambut yang gimana-gimana agar bisnis barbershop ikut naik, rasa-rasanya kok berat. Eranya sudah selesai, dan perputaran tren tidak secepat itu.

Barbershop mirip warung makan

Pendapat saya belum tentu sepenuhnya benar. Saya memang bukan pebisnis barbershop, dan saya hanya dua kali dalam setahun ke barbershop untuk merapikan rambut saya yang gondrong ini. Namun percayalah, circa 2013-2016 saya selalu ke barbershop satu kali dalam sebulan, hanya untuk mempertahankan rambut saya agar mirip Brad Pitt. Saya juga punya beberapa teman yang membuka bisnis barbershop, dan mereka adalah bagian dari apa yang saya tulis di atas. Bertahan dengan pasarnya.

Level barbershop ini hampir mirip dengan warung makan, nyaris tidak pernah tak ada pelanggan. Akan selalu ada orang yang butuh makan, begitu juga akan selalu ada orang yang butuh untuk mencukur rambutnya. Mau itu barbershop atau tempat cukur rambut yang konvensional, sama saja. Mereka juga tidak bersaing, lha wong yang disajikan juga beda, baik secara pengalaman maupun kenyamanan. Harganya pun berbeda. Tapi intinya tetap cukur rambut, kan?

Sekali lagi, bisnis barbershop itu sebenarnya tidak surut-surut amat. Mereka sudah tak terlalu dibicarakan saja. Lagian, memangnya apa yang bisa dibicarakan dari barbershop sekarang ini?

Penulis: Iqbal AR
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Sejarah Barbershop, Tak Sekadar Tukang Cukur Naik Tingkat.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version