Bisakah bertahan hidup di Semarang dengan uang 100 ribu?
Biaya hidup di Indonesia memang makin hari makin tinggi dan mencekik. Komoditas penting seperti makanan dan minuman juga sering naik tipis-tipis seiring dengan biaya produksi, distribusi, dan bahan bakar yang juga meningkat. Terlebih, kebijakan PPN 11 persen yang mulai diberlakukan, membuat posisi masyarakat jadi terkesan seperti sapi perah.
Yah mending sapi perah masih dicariin makan sama peternaknya. Lah kita, sudah makan dan minum belinya pake duit sendiri yang dapatnya susahnya setengah mampus, masih dipotong segala tetek bengek seperti pajak dan retribusi fasilitas publik.
Kondisi itu membuat sebagian masyarakat mikir-mikir untuk hidup di daerah yang masuk kategori perkotaan, misalnya Surabaya, Jakarta, Malang, Bandung, atau Semarang. Kota-kota besar tersebut tentu punya biaya hidup yang tidak lebih kecil ketimbang daerah-daerah lainnya. Tapi pertanyaannya, bisakah dengan uang Rp100 ribu, kita hidup selama 1 minggu di kota-kota tersebut?
Khusus di Semarang sendiri, waktu kuliah beberapa tahun silam, saya pernah hidup dalam kondisi kepepet, dan merasakan dompet tersisa Rp100 ribu. Pada saat itu, uang segitu cukup-cukup aja karena banyak opsi makanan rumahan yang harganya masih di angka Rp3 ribuan (nasi pecel). Ditambah saya masih bisa nongkrong yang habisnya paling-paling kurang dari Rp5k (pesennya ya es teh atau kopi sachet). Tapi itu kan dulu, bagaimana dengan sekarang? Apakah 100 ribu di semarang cukup untuk hidup selama 1 minggu?
Jawabannya masih cukup, tapi syarat dan ketentuan berlaku. Berikut saya kasih rinciannya. Tapi disclaimer dulu, rincian ini adalah perspektif dari perantau atau anak kos-kosan dan kuliahan ya. Selain itu, uang Rp100 ribunya juga sudah di luar dari tanggung jawab harus bayar biaya sewa rumah atau kos-kosan.
Daftar Isi
Biaya makan dan minum harian di Semarang
Komponen biaya makan ini penting karena menjadi kebutuhan utama yang mempengaruhi kebutuhan lainnya. Untuk biaya makan, saya kasih gambaran dengan tiga versi. Versi pertama adalah bagi kamu yang kos-kosannya punya rice cooker dan dapur untuk masak. Silakan beli beras kualitas biasa 1,5 kg seharga Rp 20 ribu – Rp22 ribu. Kemudian beli 7 butir telur yang harganya kisaran Rp13 ribu – Rp14 ribu. Setelah itu, beli tempe satu papan seharga Rp5 ribu, minyak goreng rose brand ukuran aqua gelas seharga Rp5 ribu, dan sayur lalapan seperti selada, kol, dan timun seharga Rp10 ribu di pasar.
Sebagai tambahan supaya nggak terkesan seperti ular yang makannya nggak minum, belilah air galon seharga Rp5 ribu. Total untuk biaya makan dengan versi pertama ini adalah sekitar Rp60 ribuan. Jadi tiap siang makan lauk telur dan timun, malamnya bisa dengan tempe dan sayur lainnya. Bisa juga dimakan sebaliknya.
Nah, dengan begitu, setidaknya kebutuhan makan sudah terpenuhi dan masih menyisakan uang Rp40 ribuan di dompet kan?
Hidup di Semarang tapi nggak punya rice cooker dan nggak bisa masak? Good luck
Versi kedua adalah, kamu punya rice cooker tapi di kosanmu tidak ada dapur atau kamunya memang mager. Maka yang dilakukan adalah membeli beras 1.5 kg dengan kisaran Rp20 ribu-22 ribu. Kemudian beli lauk seharga Rp7 ribu dengan rincian Rp3 ribu sayur dan Rp5 ribu lauk (tempe, tahu, atau telur). Nah lauk itu kalian irit-irit buat sehari, siang dan malam. Setelah itu tinggal beli air galon Rp5 ribu. Maka total biayanya adalah Rp74 ribu selama seminggu.
Versi ketika adalah kondisi kamu nggak punya rice cooker dan nggak bisa masak. Maka mau nggak mau harus beli. Maka dari itu strateginya adalah, siang makannya beli ramesan atau pecel ditambah gorengan. Harganya di kisaran Rp6 ribu-Rp7 ribu.
Sementara di malam hari, silakan beli di angkringan nasi kucing 1 bungkus tambah gorengan 2 biji dan minumnya es teh. Habisnya paling Rp4 ribu atau Rp5 ribu. Kalian juga harus tetap beli air galon seharga 5 ribu untuk persedian air minum. Total pengeluarannya Rp89 ribu.
Biaya transportasi
Untuk biaya transportasi ini, asumsinya kalau punya motor, maka dengan biaya makan versi pertama, kamu masih punya sisa uang Rp40 ribuan sehingga bisa lebih leluasa bepergian dengan jarak yang lebih jauh. Bensin bisa diisi dua liter seharga Rp20 ribu (pertalite).
Sementara menggunakan versi kedua, masih ada sisa Rp26 ribu yang bisa dialokasikan Rp10 ribunya untuk membeli bensin 1 liter. Sedangkan versi biaya makan ketiga, sudah mending tidak usah aneh-aneh bepergian jauh. Kalau berangkat ke kampus, mending nebeng teman atau kalau kerja, naik Trans Semarang.
Nggak usah sering jalan-jalan juga, lebih baik tenaganya disimpan karena asupan makanan kamu terbatas, kan?
Biaya lain-lain
Biaya lain-lain itu termasuk biaya tidak terduga atau sampingan seperti nongkrong. Nah kembali lagi, kalau versi pemenuhan kebutuhan makanmu itu yang pertama, maka masih ada sisa Rp20 ribu tuh buat sekadar nongkrong di malam hari di warmindo atau burjo dengan memesan minuman sachet.
Sebaliknya, kalau pemenuhan kebutuhan makananmu itu di versi yang kedua atau ketiga, mending nggak usah banyak nongkrong deh, banyakin bersemedi dan berdoa saja di kosan, supaya tidak terjadi hal-hal yang mengharuskan kamu mengeluarkan biaya mendadak, misalnya seperti biaya periksa atau obat kalau sakit, biaya ban motor bocor, atau biaya perbaikan motor yang rusak. Kalau mau nongkrong, minta dibayarin aja.
Nah itu lah beberapa hal yang bisa digambarkan tentang apakah dengan Rp100 ribu, seseorang mampu bertahan seminggu di Semarang atau tidak. Jawabannya bisa bertahan, dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Syaratnya adalah dengan fokus pada biaya hidup dan bukan gaya hidup. Sementara ketentuannya adalah dengan membeli kebutuhan hidup yang harganya murah dan terjangkau.
Oh iya satu lagi, semua estimasi kebutuhan makan di atas, dibuat dengan perhitungan sehari makan 2 kali ya. Kalau seharinya makan 3 kali, tentu saja tidak akan cukup dengan Rp100 ribu.
TLDR; bisakah hidup di Semarang dengan uang 100 ribu? Bisa, bisa gila maksudnya.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Hidup Layak di Semarang dengan Gaji UMK itu Bukan Angan Belaka, Asalkan Mentalmu Sekuat Gatotkaca