Pernah berencana ke luar negeri dan tentu biasanya butuh paspor ya? Kecuali kalau kamu Harry Potter yang bisa terbang diam-diam pake sapu lidi plus invisibility cloak, hehe. Oke, guys, saya akan menceritakan pengalaman pribadi saya ketika hendak mengajukan permohonan pembuatan paspor di Kantor Imigrasi Kelas 1 Kota Apel, Jawa Timur. No offense ya guys, just sharing because sharing is caring.
Pada bulan Desember 2018, saya menerima letter of acceptance (LoA) berhasil lolos sebagai salah satu partisipan lomba dalam sebuah agenda Internasional di Negeri Gajah Putih, yang mana lomba tersebut diadakan oleh departemen di bawah komando langsung perdana menteri Negeri Gajah Putih. Namun, salah satu syarat kelengkapan administrasi yang diperlukan untuk boarding adalah paspor dan visa, sedangkan saat itu saya belum memiliki paspor.
Alhasil, pada bulan Januari 2019 saya mengajukan permohonan pembuatan paspor diawali dengan antre secara online melalui aplikasi Layanan Paspor Online yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham. Tentu, aplikasi ini akan sangat memudahkan masyarakat yang hendak membuat paspor tanpa perlu mengantre di kantor imigrasi.
Pembuatan aplikasi ini saya pikir akan sangat bermanfaat, saya rasakan sendiri ketika menemani salah satu teman saya yang sebelumnya membuat paspor, lebih dulu dari saya. Kantor Imigrasi Kelas 1 Kota Apel membuka antrean offline atau antre langsung pada pukul 08.00 WIB dan para pemohon pembuatan paspor atau mungkin hal lain, ternyata telah mengantre sejak pukul 05.30 WIB, agar memperoleh nomor urut antre lebih awal.
Fenomena ini bagi saya sangat membuat “repot”, oleh karena itu penggunaan aplikasi akan sangat membantu saya, pikir saya saat itu. Namun, nyatanya tidak sama sekali. Bila teman saya bisa mendapat tiket antrean online hanya dalam waktu dua hari setelah mengajukan di aplikasi, saya tidak mendapat tiket antre apa pun walau sudah mengajukan di aplikasi. Lebih dari 2 minggu saya menunggu tanpa kepastian, hanya bisa berharap.
Kondisi tersebut sangat menjengkelkan bagi saya pribadi karena pengajuan saya tidak mendapat respons sama sekali entah sebab server error atau karena aplikasi masih beta. Padahal saat itu sudah memasuki bulan Januari sedangkan saya harus sudah punya paspor di akhir bulan tersebut dan harus berangkat pada 1 Februari 2019.
Ternyata bukan hanya saya yang mengalami, ada teman yang mengalami hal serupa, persis.
Logika saya saat itu ialah kalau mengajukan online saja susah, belum lagi proses melengkapi berkas administrasi lainnya, seperti KK, KTP, uang daftar, dll. pasti lama dan bertele-tele. Oleh karena itu saya pun menyerah mendaftar online dan segera menuju Kantor Imigrasi 1 Kota Apel. Benar seperti pengalaman saya yang lalu, antrean sudah padat dari pukul 06.00 WIB, bahkan barisannya sampai keluar pagar kantor. Mau tidak mau saya pun harus mengantre walau harus menunggu sekian purnama.
Pada saat itu saya menunggu 3 jam lebih, dari 06.15 sampai 09.20-an, itu pun belum termasuk menghadap ke customer service atau bagian penerimaannya, lalu antre lagi. Cuma bedanya, saya sudah di dalam gedung, tidak di luar pagar lagi.
Tiba-tiba handphone saya berdering, ada telepon masuk dari seorang teman yang mengingatkan untuk segera masuk kelas maksimal pukul 10.00 WIB. Bagaimana suasana tidak berubah menjadi semakin dilematis, saya harus memilih tetap menunggu dan mengantre atau pergi ke kelas belajar dengan sungguh-sungguh.
Pilihan harus diambil, belum sempat mematikan panggilan telepon, saya sudah meloncat ke parkiran dan memacu motor menuju fakultas tercinta. Setelah kejadian tersebut saya mau menyerah dengan keadaan karena waktu tinggal satu minggu lebih 3 hari lagi sebelum keberangkatan.
Tapi, saya mendapat sebuah bisikan dari seorang teman untuk mengurus paspor lewat calo saja. Nomor calo saya dapat, segera saya hubungi dan ternyata orangnya ramah tutur perilakunya, tapi mencekik dompet saya.
Calo tersebut menyanggupi untuk membuat paspor hanya dalam waktu 4 hari, diiming-imingi upah sebesar 1,5 juta rupiah. Saya bergeming, dan meminta untuk bertemu langsung. Sesampainya di tempat operasi calo tersebut, ternyata ada banyak antrean juga, walaupun masih kalah dengan antrean di kantor imigrasi kemarin.
Pikir saya dalam hati, calo ini hebat juga, bisa untung banyak dengan memanfaatkan kondisi “mepet”,”malas”, dari para pemohon paspor.
Calo tersebut juga memberikan arahan yang jelas dalam pengajuan paspor versi dirinya. Jadi, sebenarnya kita masih harus ke kantor imigrasi, namun bedanya “kita tidak perlu mengantre” karena akan ada petugas khusus yang sudah bekerja sama dengan dia dan mengarahkan untuk langsung mengikuti sesi foto paspor. Padahal, sahnya adalah antre dulu, cek kelengkapan berkas di CS, lalu foto, tapi sepertinya bagian tersebut sudah di-handle oleh calo dan tim orang dalam kantor imigrasi.
Mulai muncul spekulasi dalam benak saya, apakah sistem pendaftaran online sengaja dibuat ribet supaya calo bisa ikut bermain? Atau bagaimana? Entahlah, pusing saya dengan model administrasi seperti ini. Sungguh ruibeeet.
Baiklah, kekurangan mengenai pelayanan sudah saya beberkan di atas, banyak sekali, mulai dari sistem online yang ribet, no response, bahkan ada calo yang sudah standby menanti. Bila ingin mengajukan antre online permohonan paspor sebenarnya bisa ke kantor imigrasi kota lain, namun yang available dan terdekat ada di Kota Blitar, berdasar pengalaman kemarin. Jadi menurut saya, pelayanan berbasis online melalui aplikasi tersebut harus diperbaharui kembali, diperbaiki bug-nya, dan diberikan fitur pendukung lainnya, seperti fitur chat CS, misalnya.
Kalau sekarang, sepertinya aplikasi tersebut sudah diperbaiki dan semakin lengkap, dulu tidak diminta mengisi data di awal aplikasi, sekarang sudah ada user agreement dan form data di awal pembukaan akun online.
Kritik lainnya adalah hilangkan calo-calo yang masih bebas di luar sana, meraup keuntungan di saat orang lain mungkin sedang tidak beruntung. Telusuri kerja sama ilegal antara calo dan petugas imigrasi, berikan sanksi dan tegakkan sistem administrasi yang akuntabel, bersih, dan transparan.
Oke, mungkin ada yang mengalami hal yang serupa ya? Kalau begitu nanti kita cerita lagi tentang paspor lain hari, hehehe.
BACA JUGA Cita-Cita ke Luar Negeri, Sekalinya Kesampaian Malah ke Vietnam dan