Betapa Protektifnya Bapak-bapak dengan Alat Pertukangan Mereka

Betapa Protektifnya Bapak-bapak dengan Alat Pertukangan Mereka terminal mojok.co

Betapa Protektifnya Bapak-bapak dengan Alat Pertukangan Mereka terminal mojok.co

Selama ini kita selalu mengenal kaum ibu-ibu sebagai kaum yang super protektif ketika berurusan dengan wadah makanan atau minuman Tupperware. Bertahun-tahun jokes itu selalu muncul dan menghiasi hari-hari semua orang. Tentu, tidak sedikit yang bosan dengan jokes tersebut. Segala sesuatu yang berlebihan memang tidak baik, jokes ibu-ibu dan Tupperware ini sebenarnya sudah berlebihan. Bukan berarti jokes seperti ini jelek, tapi mbok ya diganti yang lebih fresh gitu. Kalau boleh usul, misalnya, soal betapa protektifnya bapak-bapak dengan alat pertukangan mereka.

Bagi masyarakat urban, metropolitan, hal ini tentunya agak kurang relate. Wajar, orang-orang kelas menengah ke atas tidak punya waktu (dan mungkin tidak punya skill) untuk “nukang” atau mengerjakan semuanya sendiri. Mulai dari membetulkan ledeng, kran air, genteng bocor, sampai membangun rumah. Bagi masyarakat desa, atau sub-urban kelas menengah ke bawah, ini adalah sesuatu yang akrab sekali. Terutama bagi bapak-bapak. Mereka seakan punya tuntutan harus punya kemampuan “nukang” walaupun hanya bisa memaku tembok atau memasang bohlam.

Di balik semua ini, muncul satu fenomena yang sebenarnya cukup lucu dan mirip dengan ibu-ibu yang protektif terhadap Tupperware. Iya, di balik segala hal tentang kuli, tukang, perkakas, dan segala macamnya, ada bapak-bapak yang sangat protektif terhadap alat-alat pertukangannya. Memang terdengar aneh bagi orang-orang yang awam dengan dunia pertukangan. Namun, bagi orang yang cukup akrab seperti saya, fenomena ini sudah lumrah. Saya yakin bahwa fenomena ini tidak terjadi di lingkungan tempat tinggal saya saja, tapi di mana-mana

Saya pernah dapat cerita dari ayah saya tentang betapa protektifnya kakek saya dulu terhadap peralatan tukangnya. Mulai dari gergaji, tang, obeng, palu, linggis, hingga meteran pun tidak akan dipinjamkan kepada siapa pun. Mungkin sebagian orang menganggap kakek saya pelit, (saya dulu juga menganggap begitu, sih). Akan tetapi, ada alasan mengapa kakek saya bisa seprotektif itu pada alat pertukangan milik beliau. Ya bagaimana tidak protektif, dua buah gergaji, satu buah tang, dan dua buah selang air kecil, tidak pernah kembali setelah dipinjam oleh orang. Mungkin batas toleransi kakek saya sudah habis, maka jadilah beliau sangat protektif terhadap alat pertukangannya.

Ternyata, kejadian itu menimpa paman ayah saya juga. Saya mendapat ceritanya beberapa hari lalu, ketika beliau sedang mengerjakan calon kamar baru saya. Ceritanya, beliau habis beli gergaji baru, dan ketika dua kali pakai, ada tetangga mau pinjam. Paman ayah saya memberikan pinjaman gergaji, tetapi bukan gergaji baru, melainkan gergaji lama yang sudah agak jelek. “Takut hilang atau tidak kembali. Masih baru e ini,” katanya pada saya. Jadi, di balik sikap cueknya, bapak-bapak kadang punya satu sifat posesif, yaitu pada alat pertukangannya.

Bahkan, tidak jarang permasalahan alat pertukangan ini bisa jadi masalah yang runyam. Misalnya kita meminjam gergaji pada tetangga yang sudah bapak-bapak, lalu gergajinya hilang, rusak, atau tidak kita kembalikan. Jangan harap hubungan kita dengan bapak-bapak tetangga itu akan kembali baik seperti semula. Bapak-baak itu akan diselimuti kemarahan dan kesedihan akan gergajinya. Sementara kita akan selalu diselimuti rasa bersalah yang sangat dalam. Belum lagi kalau sampai bapak-bapak itu marah-marah sama kita, ya habis dilalap kita sama bapak-bapak tetangga hanya karena satu alat pertukangan.

Menarik memang mengamati satu sifat unik bapak-bapak ini. Kok, ya bisa protektif itu sama alat tukang. Padahal, kalau dibandingkan dengan ibu-ibu dan Tupperware, prestisenya pun kalah jauh. Tupperware setidaknya masih bisa dipamerkan ke orang lain, dipajang, atau dibawa ke mana-mana. Lha alat tukang? Paling ya dipakai sebulan sekali atau dua kali. Itu pun pamernya paling ke tukang-tukang lainnya, tidak bisa e khalayak umum. Dipajang pun tidak bisa, dibawa ke mana-mana apalagi. Dari segi harga pun juga tidak beda jauh kalau mau cari tengah-tengahnya. Namun, di sinilah menariknya. Betapa bapak-bapak itu sangat cinta, melindungi, bahkan posesif terhadap alat pertukangannya. 

BACA JUGA 4 Alasan Tupperware Ketinggalan Selalu Bikin Ibu atau Istri Marah dan tulisan Iqbal AR lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version