Berita Perselingkuhan Bukan Ladang Penghakiman, Tidak Perlu Merasa Paling Tahu

Berita Perselingkuhan Bukan Ladang Penghakiman, Tidak Perlu Merasa Paling Tahu terminal mojok.co

Berita Perselingkuhan Bukan Ladang Penghakiman, Tidak Perlu Merasa Paling Tahu terminal mojok.co

Tidak dapat dimungkiri, berita perselingkuhan adalah salah satu topik yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Tapi, mengapa berita perselingkuhan mempunyai daya tarik yang sedemikian kuat? Apakah justru insting setiap manusia sebenarnya dapat diasah hingga setajam telinga tetangga?

Pada mulanya, perselingkuhan sendiri adalah hal yang tabu, apalagi dalam pernikahan. Dalam sekali pandang, pihak yang berselingkuh tentu dinilai tidak becus dalam menjaga janji suci pernikahan. Sebaliknya, pihak yang diselingkuhi cenderung mendapatkan nilai sosial akan lebih karena mampu bertahan dengan kesetiaannya. Namun, lain lagi penilaiannya jika ada faktor-faktor yang baru terbuka kemudian.

Seiring memahami sebuah kejadian, timbulnya satu-dua penilaian adalah perihal yang wajar. Akan tetapi, perlu disadari pula bahwa perlunya menilai sesuatu dari berbagai sudut pandang. Terlebih, sesuatu yang dinilai tersebut berada di luar jangkauan.

Semisal sebuah perselingkuhan, entah di berita atau di sekitar kira, bisa saja pihak yang berselingkuh punya motif tersendiri. Meskipun tidak dibenarkan juga, namun barangkali akan timbul penilaian baru dari tindakan ketika motifnya terungkap. Tak jarang tindakan tersebut kemudian dinilai sebagai respons manusiawi. Begitu pula pihak yang diselingkuhi, ternyata hanya salah paham, namun terlalu cepat meluas bak pandemi yang terlanjur menjangkiti penilaian khalayak luas.

Sekali lagi, berselingkuh memang tidak dapat dibenarkan. Namun, menilai mana yang benar dan mana yang salah setidaknya menjadi hal yang terakhir baru dapat disimpulkan. Tidak seperti saat ini. Akan sangat mudah untuk menemukan berita perselingkuhan atau perceraian yang diikuti dengan adanya “pihak ketiga”, sekalipun masih diduga.

Populernya pihak ketiga ini pun dapat terlihat dengan seringnya digunakan akronim seperti pelakor (perebut laki orang) atau pebinor (perebut bini orang). Mereka adalah pihak yang dinilai paling buruk dalam tragedi rumah tangga. Banyak yang menilai bahwa dengan tidak adanya mereka maka tidak akan terjadi perselingkuhan.

Di sisi lain, tidak sedikit pula yang menilai bahwa pihak yang berselingkuhlah yang paling bersalah. Mau bagaimanapun badai menggoyahkan, pondasi sebuah rumah tangga tetap bergantung pada komitmen dari masing-masing pihak. Kiranya begitu pula yang diutarakan oleh salah satu selebgram kenamaan tanah air akhir-akhir ini. Dengan kata lain, istilah semacam pelakor dan pebinor pun tidak masuk akal.

Terlepas dari perdebatan demikian, menilai hingga menghakimi sebuah kejadian perselingkuhan bukanlah hal yang utama. Urusan siapa yang salah dan siapa yang benar pun beban moral bagi mereka yang bersangkutan, bukan orang lain.

Jika benar alasannya untuk “belajar dari si ini dan si itu”, pelajaran satu-satunya yang dapat diambil adalah sebuah rambu peringatan. Peringatan bahwa pernikahan bukanlah hal yang mudah dan mulus seperti kelihatannya, apalagi selebriti, politikus, atau tokoh kenamaan lain yang masuk sorot berita akhir-akhir ini.

Mereka yang terlibat kasus dan berita perselingkuhan serta disorot media, tidak dapat dihakimi hanya karena memamerkan yang baik-baik dari pernikahannya selama ini. Tidak pula dapat dihakimi hanya karena memanfaatkan pernikahannya untuk menarik minat penggemarnya. Memang begitulah pekerjaan mereka. Jika kita tidak menyangka bahwa ada di antara mereka yang sebelumnya adem-ayem ternyata bisa berujung demikian, maka kita sendiri pun patut introspeksi. Sebegitu percayakah kita dengan cerita pernikahan yang mereka sajikan selama ini?

Masyarakat sendiri yang terlalu terpikat dengan kisah mereka hingga menjadikannya panutan. Wajar pula jika apa yang mereka lakukan dirasa dapat diterapkan sampai berandai-andai jika kita yang berada di posisi demikian. Percayalah, itu sia-sia. Mau bagaimanapun, kenyataannya tidak demikian.

Sekali lagi, mereka hanya menampilkan yang menarik dan menjual sebagai figur publik. Senyata apa pun, cerita mereka tetaplah sebuah “show”. Di balik panggung, ada beragam faktor dan kondisi lain yang memengaruhi pernikahan mereka. Jika kita yang ditempatkan ke posisi mereka, bukan berarti kita bisa melakukan yang kita bayangkan saat ini.

Bagaimanapun nasib pernikahan orang yang disorot dalam berita perselingkuhan, biarlah itu terjadi. Rambu peringatan yang dapat kita lihat adalah pernikahan tidak semudah kelihatannya. Kita adalah manusia, dengan kesalahan dan kekurangannya, bukanlah untuk dihakimi kecuali oleh Yang Maha Kuasa.

BACA JUGA Selingkuh Atau Diselingkuhi Itu Bukan Pilihan, Nggak Usah Dibandingkan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version