Enak, pulen… Beras Sumo ini mirip kayak nasi HokBen.
Belakangan, pencarian merek beras pulen dengan harga terjangkau terbilang cukup sulit. Yang rasanya enak, boleh jadi memang banyak. Dan ketersediannya pun terbilang merata. Tetapi apakah harganya betul-betul bisa menyesuaikan alokasi dana kebanyakan keluarga tiap bulannya?
Pertanyaan tersebut sebetulnya sempat dijawab oleh Sumo, merek beras yang di awal kemunculannya, dijual dengan harga terbilang murah. Jika ingatan saya nggak berkhianat, harga kali pertama membeli beras ini pada masa Covid-19 (sekitar tahun 2020-2021) sekitar Rp60 ribuan. Masih aman dan pas dengan bujet bulanan.
Soal rasa, saya sama sekali nggak meragukan. Dengan harga segitu, Sumo menjadi pilihan terbaik bagi kebanyakan konsumen, sekaligus kompetitor yang menyulitkan bagi merek beras lama yang sudah beredar di pasaran dan jadi andalan banyak kalangan.
Pulen, mirip nasi HokBen
Sederhana saja, gambaran rasa beras Sumo itu: pulen, enak, persis seperti nasi kepunyaan HokBen. Pertanyaan saya sekarang, siapa yang nggak suka dengan nasi ala-ala HokBen?
Meski beras Sumo menawarkan kategori beragam, serta ditandai dengan bungkus plastik berwarna kuning (pulen lezat), hijau (ekonomis), maupun merah (pulen seperti sushi), tapi soal rasa, kualitas, dan pulennya sama saja. Tiada beda.
Jadi, sudah terbayang, kan, bagaimana Sumo menjadi pilihan beras banyak kalangan pada masanya? Ditambah, harganya terbilang terjangkau. Nggak jauh beda dengan harga beras kompetitor.
Harga beras Sumo mulai merangkak naik
Setelah menjadi pusat perhatian sekaligus primadona di dunia perberasan, perlahan tapi pasti, harga Sumo mulai merangkak naik. Dari yang awalnya Rp60 ribuan, menjadi Rp80 ribu sekian.
Lantaran sudah kadung jatuh hati, sejujurnya saya masih bisa berdamai dengan harga tersebut. Tetap dibeli meski selisih harganya lumayan tinggi.
Pikir saya, mungkin memang strategi marketing. Toh, penggemarnya juga sudah semakin banyak, kan? Jadi wajar saja jika entah dari pihak Sumo, toko, distributor, maupun pedagang, sama-sama menaikan harga di pasaran.
Setelahnya, beras Sumo sempat menghilang dari pasaran. Terbilang sulit dicari di toko, distributor, atau supermarket konvensional. Di toko online pun demikian. Sebetulnya ke mana Sumo pergi?
Pertanyaan tersebut sempat ramai di media sosial. Bukan hanya saya, banyak konsumen yang merasa kehilangan beras pulen yang enak seperti HokBen tersebut.
Ya, siapa tahu dengan saling mempertanyakan eksistensi Sumo di media sosial, bisa mendapat jawaban, setidaknya sedikit pencerahan di mana beras Sumo bisa didapat. Namun hasilnya nihil. Untuk sementara waktu Sumo sempat hilang dari peredaran.
Saya sempat bertanya ke beberapa supermarket dan distributor, tapi, jawaban mereka sama. Sama-sama tidak tahu dan tidak mendapat kabar sedikit pun. Apakah berhenti produksi, ada kendala produksi, atau kendala lainnya.
Kembali setelah sekian lama hilang di peredaran
Setelah sekian lama hilang di peredaran, akhirnya beras Sumo muncul kembali. Sialnya, harga melonjak semakin tinggi. Bahkan, kini menyentuh di angka Rp100 ribuan. Nyaris 50% dari harga awal. Meski kini stok dan eksistensi beras Sumo terbilang stabil, tapi harganya mahal.
Berbeda dengan yang sudah-sudah, lonjakan harga terbaru membikin saya membatin berulang kali, “Ini baiknya dipaksakan tetap membeli atau cari opsi lain, ya?”
Mau dilepas, tapi enak. Mau cari yang lain, tapi sudah kadung cocok dengan Sumo. Saya yakin, keresahan ini dialami juga oleh konsumen lain yang sudah menjadi penggemar beras Sumo. Sebab, kapan lagi bisa menikmati beras cita rasa premium dengan harga yang sangat terjangkau pada awal mulanya.
Pada akhirnya, sambil mencari merek lain dengan harga yang lebih sesuai alokasi bujet, saya tetap membeli beras Sumo, meski hanya sesekali dan menjadi opsi alias bukan pilihan utama lagi. Bukan soal kualitas yang menurun atau berbeda rasa. Melainkan karena saya mesti menyesuaikan alokasi dana tiap bulannya.
Ya, gimana, ya. In this economy, bagi kelas pekerja seperti saya dan lainnya, harus jeli dan dituntut lebih pintar dalam mengalokasikan dana setiap bulannya. Biar nggak boncos, minus, defisit, apa pun istilahnya.
Tenang saja, beras Sumo. Namamu tetap di hati, meski hargamu kini mengiris sisa gaji. Sejujurnya, saya sih akan tetap membeli, hanya saja, perlu memperhitungkan kembali berapa biaya yang harus disiapkan untuk menikmati beras pulen satu ini. Ya, kecuali ada penyesuaian harga kembali, sih.
Penulis: Seto Wicaksono
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kesan Saya Nyobain Beras Bulog untuk Pertama Kali.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
