Benarkah Bangsa Indonesia Pemalas?

pemalas

pemalas

Kata ‘malas’ bila kita tinjau dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) termasuk dalam kata sifat (adjektif) yang berarti tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu. Seperti dalam kalimat “Orang yang malas itu lebih senang mengemis daripada bekerja”. Adapun kata ‘pemalas’ maknanya adalah orang yang suka malas atau yang bersifat malas.

Saya pribadi kaget sekaligus miris ketika melihat fakta informasi dari channel youtube yang bernama ‘Dent Bagoezt’, dia mengungkapkan sebuah survey yang membuktikan bahwa Indonesia adalah negara paling malas di dunia. Kok bisa begitu? Marilah kita bedah informasinya.

Sebuah berita yang dilansir dari situs ‘Theculturetrip.com’ telah melakukan studi dengan sampel lebih dari 700.000 orang, berasal dari 111 negara,  menghasilkan rata-rata langkah kaki yang diambil setiap harinya mengejutkan Indonesia. Ternyata langkah kaki yang paling sedikit jumlahnya adalah negara kita.

Menurut Scott Delp sebagai peneliti dari Stanford University, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak langkah kaki orang-orang di dunia dalam sehari. Selain itu, infromasi ini akan dijadikan informasi yang sangat penting bagi dunia kesehatan.

Penelitian ini menggunakan teknologi canggih smartphone yang mendeteksi langkah kaki manusia dalam aktivitas seharian penuh.

Penemuan ini akhirnya menyajikan hasil mana negara yang aktif bergerak dan mana negara yang malas bergerak. China menduduki peringkat negara paling aktif di dunia. Jumlah rata-rata 6.880 langkah per-hari penduduknya berhasil meraih peringkat pertama.

Sementara negara paling malas bergerak dipegang oleh orang-orang Indonesia dengan jumlah rata-rata 3.513 langkah per-hari. Jumlah ini berarti 2x lipat lebih sedikit dibandingkan dengan china. Pantas saja berdasarkan pandangan umum, orang-orang China dikenal rajin bekerja ya? Bahkan beberapa perusahaan besar dan tokoh-tokoh bangunan atau bengkel di kota-kota besar adalah beretnis China.

Sementara peringkat kedua paling malas dibawah Indonesia adalah Arab Saudi dan disusul negara tetangga Malaysia. Satu fakta yang menjadi alasannya adalah obesitas. Para peneliti mengatakan bahwa orang Indonesia kebanyakan malas bergerak dan sangat suka makan. Akibatnya, banyak orang di negara kita mengalami obesitas.

Selain itu, dari sisi budaya ternyata tolak ukur kekayaan di Indonesia itu dari obesitasnya. Artinya semakin gemuk orang, dianggap semakin kaya (makmur). Mungkin ada benarnya sih, pasalnya teman saya ada yang gagal mendapatkan beasiswa bantuan dari sekolah, hanya gara-gara dia berbadan gemuk. Menurut pihak sekolah, tidak mungkin orang yang gemuk itu miskin. Pastilah gemuk sama dengan kaya. Meskipun kenyatannya tidak selalu demikian.

Dari sisi gaya hidup betransportasi, orang Indonesia lebih suka mengendarai sepeda motor ketimbang berjalan kaki. Kendatipun dekat jarak tujuannya. Inilah hasil riset yang dilakukan oleh lembaga tersebut di atas. Semoga hal ini membuat kita semakin introspeksi diri dan mau berbenah ke arah yang lebih baik.

Bagaimana pendapat saya?

Menurut saya ada benarnya sih. Coba deh, kita mesti sadar punya kebiasaan buruk tidak disiplin waktu. Kita mengenal istilah ‘jam karet’. Dari acara dengan wilayah sekecil RT sampai tingkat negara pasti ada terlambatnya. Saya pribadi jika mengadakan acara, pasti harus bilang satu jam sebelumnya, supaya untuk mengantisipasi ngaretnya itu. Iya, mungkin ada yang beralasan macet, tapi seharusnya sudah bisa diprediksi sebelumnya, kan?

Saya juga pernah membaca sebuah penelitian dari PISA dan UNESCO bahwa orang Indonesia malas sekali membaca. Dari 63 negara, Indonesia berada di urutan kedua terbawah dalam hal gemar membaca. Mungkin itu alasannya orang Indoneisa mudah diprovokasi dengan isu hoax dan murahan di dunia maya.

Bila kita perhatikan di bulan Ramadhan, ada kita kenal istilah ‘ngabuburit’ yang tidak lain artinya wasting time alias buang-buang waktu menunggu maghrib untuk berbuka puasa. Orang bule menyebutnya Killing Time. Ini saking tidak ada kerjaan atau bagaimana, saya kurang begitu paham. Realitanya ini sudah menjadi budaya yang mengakar di negeri kita.

Kalau kita berkeliling di kota-kota besar, pasti banyak akan kita temukan tempat tongkrongan dimana-mana. Dan rata-rata tempat itu ramai pengunjung. Apa yang dilakukan orang-orang disana? Macam-macam tentunya. Ada yang ngegame, ada yang hanya ngobrol, ada yang makan-makan, tapi sedikit yang melakukan pekerjaan produktif dan postif misalnya menulis, membaca, bekerja, atau rapat organisasi. Malah lebih banyak pekerjaan unfaedah.

Mungkin kita bisa mengukur seberapa malas diri kita sendiri? Ayo sebutkan seberapa lama waktu yang kita butuhkan dalam bermain gadget? Semakin lama kita mengunakannya semakin malaslah diri kita. Paling tidak itu menurut saya. Kecuali pekerjaannya memang ada di smartphone, itu beda lagi. Seperti orang yang bekerja sebagai driver ojek online atau yang jualan di online shop.

Ya, overall kita tidak terima kan! Jika kita dikatakan bangsa pemalas. Setuju atau tidak, itu hak anda. Meskipun ada fakta-fakta yang menunjukkan ke arah seperti itu. Mungkin kita bisa cari aman dengan mengatakan, ‘Ah, penelitian itu kan tidak bisa digeneralisir. Hanya menggunakan sebagain sampling, tidak seluruhnya. Jadi, kebenarannya tidak bisa valid sepenuhnya”.

Well, boleh saja kita berkata demikian. Namun, menurut saya kita ambil saja hikmahnya. Jadikan ini sebagai cermin untuk kita berkaca diri agar tidak menjadi pribadi pemalas dan bekerja dengan cinta.

Izinkan saya menutupnya dengan kata-kata mutiara (Al-Mahfudzhat) dari Arab

اِجْهَدْ وَلاَ تَكْسَلْ وَلاَ تَكُ غَافِلاً فَنَدَامَةُ العُقْبىَ لِمَنْ يَتَكاَسَلُ

Bersungguh-sungguhlah dan jangan bermalas-malasan dan jangan pula lengah, karena penyesalan itu bagi orang yang bermalas-malasan.

Terima kasih, semoga bermanfaat.

 

 

 

Exit mobile version