Warga Nganjuk punya cara sendiri untuk menghitung tamu undangan hajatan.
Botol air minum bekas yang berisi puluhan kertas lintingan itu akhirnya selesai dikocok. Pak Sukoco, pemegang otoritas keuangan jamaah yasin dan tahlil kami memungut salah satu lintingan kertas yang jatuh. Lintingan kertas tersebut dibuka dan dibacanya keras-keras. “Bapak Turmudi,” nama ayah saya yang tertera di kertas tersebut. Semua secara otomatis menerima Bapak sebagai tuan rumah yasin-tahlil dua minggu yang akan datang.
Akhirnya, dua minggu hampir terlewatkan. Kami bersiap menyambut para tamu yang datang. Dalam ingar bingar perhelatan seperti ini, bagian dapur lah yang paling gaduh. Memang bagian itu adalah jantung perhelatan berbagai acara. Mulai dari acara kecil seperti arisan hingga hingga hajatan pernikahan.
Sebegitu sakralnya emak-emak yang berada di dapur, segala sabda mereka dituruti oleh tuan rumah. Kekurangan bahan apa pun akan disediakan dalam tempo saksama dan sesingkat-singkatnya.
Ketika piring-piring sudah ditata rapi di atas meja dan para tamu sudah berdatangan. Akan selalu muncul pertanyaan dari bagian dapur yang terkesan template ketika acara baru dimulai: berapa jumlah tamunya?
Saya sendiri heran, mengapa sih pertanyaan itu datang. Kan, sudah dihitung undangannya berapa, jumlah piringnya berapa. Mesti dihitung lebih kan? Kok ya masih tanya jumlah tamunya berapa, kan aneh.
Saya mencoba bertanya ke Bu Shofiana, seorang rumah tangga yang hobi taning-taning di setiap acara hajatan. Dia memberikan alasan:
“Yaelah, Mas, ya jelas untuk memastikan jumlah piring yang kita siapkan pas. Kalau seumpama kurang, ya, tinggal pinjam ke tetangga. Seumpama lebih, ya, kita bagikan ke tetangga.”
“Owh,” saya menjawab ringkas. Saya sudah bisa membayangkan apa yang terjadi pada bagian dapur manakala jumlah undangan yang datang lebih besar. Geger geden.
Nah, untuk menjawab pertanyaan itu, penerima tamu biasanya enggan menghitung satu persatu. Ya lelah, lah melototin satu persatu. Ada trik khusus yang dilakukan warga kami di Nganjuk, bahkan mungkin dilakukan juga di wilayah lain.
#1 Menghitung jumlah sisa rokok
Di Nganjuk, penerima tamu biasanya menghidangkan rokok yang sudah ditaruh di wadah tertentu untuk diambil oleh para undangan yang datang. Jika sekiranya tamu undangan tidak ada yang datang jumlah sisa rokok akan dihitung. Jadi jumlah rokok yang disediakan akan dikurangi dengan jumlah sisa rokok, hasilnya, ya, jumlah undangan yang hadir.
Jadi, please, kalau menemukan penerima tamu hajatan model seperti ini ambil saja rokoknya. Itu sudah sangat membantu pihak dapur menyiapkan diri. Kalau pun tidak merokok bisa dikasihkan temannya atau tetangganya.
“Nggak bisa, saya tetap nggak menerima rokok. Bagaimanapun keadaannya.”
Ok. Tuan rumah punya cara lain.
#2 Menghitung sisa minuman
Ada alternatif cara menghitung tamu undangan selain rokok, yaitu menghitung sisa minuman air kemasan. Ini sebenarnya mirip dengan rokok. Teknisnya bisa diberikan saat tamu undangan belum masuk ruangan. Atau bisa juga diberikan saat para tamu sudah duduk di tempatnya masing-masing. Minuman juga berupa botol bukan gelas.
Bagaimana? Kalau masih kurang praktis ada cara terakhir.
#3 Menandai tamu yang tidak datang
Cara ini hanya bisa dilakukan tuan rumah atau penerima tamu yang sudah advance. Dia akan sangat sigap mengingat nama-nama siapa yang tidak datang. Kemudian jumlah undangan akan dikurangi dengan siapa yang tidak datang dalam ingatannya.
Cara ini boleh dibilang menjadi cara yang paling simpel. Namun, efek sampingnya ialah stereotip yang akan melekat kepada orang-orang tertentu yang sering melakukan bolos hajatan. Hasilnya akan dirasakan yang bersangkutan bila kelak dia melakukan hajatan. Bisa dibayangkan, doi bisa saja sudah menyiapkan hajatan lengkap dengan uborampe-nya namun yang datang hanya 30 persen saja. Mengerikan.
Kalau saya, pernah menghitung undangan dengan rokok. Dalam bayangan saya, satu bungkus rokok berisi 12 batang. Namun, setelah dihitung dan dilaporkan ke pihak dapur, ternyata yang dibeli adalah rokok bungkus yang berisi 16. Menyadari kesalahan yang saya lakukan, selanjutnya saya harus mencari solusi, bagaimana mengambil makan malam saya tanpa bertemu dengan bagian dapur. Dan saya akhirnya memilih setia kepada kelaparan. Hiks.
Begitulah cara menghitung tamu undangan di Nganjuk. Daerah kalian mungkin punya caranya sendiri. Mungkin sudah ada yang pake Excel, atau scan barcode. Tapi, apa pun metodenya, kita bisa sepakat satu hal: yang nggak dateng pasti diomongin.