“Buku adalah jendela dunia”, begitu wording yang terpampang dalam sebuah poster di perpustakaan sekolah saya ketika SMP dan SMA. Gambar pada posternya beda tapi wording-nya sama saja: Buku adalah jendela dunia. Saat itu internet memang belum sepopuler sekarang untuk menggeser buku menjadi jendela dunia tapi sudah cukup bisa untuk mengakses gambar-gambar mesum. Bagaimana dengan perpustakaan saat SD?
SD saya mana punya perpustakaan. Hanya sebuah ruang kosong bertuliskan perpustakaan tempat menyimpan alat peraga pelajaran IPA. Pengalaman punya perpustakaan pertama kali adalah saat SMP dan saat itu perpustakaan tidak hanya digunakan untuk membaca buku tapi banyak kegiatan lain.
Sepanjang perjalanan jenjang pendidikan saya, dari SMP sampai SMA, perpustakaan tidak hanya digunakan sebagai tempat menambah wawasan bagi para pembaca buku. Namun, ia justru lebih banyak digunakan untuk melakukan kegiatan aneh-aneh yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran.
1# Perpus sebagai tempat nonton bareng Piala Dunia dan Euro
Ketika SMP dan SMA beberapa kali saya merasakan Piala Dunia dan Euro yang disiarkan pagi hari. Salah satunya Euro 2004 yang ketika itu diadakan di Portugal. Setiap tidak ada guru saya biasa menyempatkan diri pergi ke perpustakaan di SMP karena kebetulan perpus memiliki televisi yang sering menyala.
Kebetulan saat itu penjaga perpustakaannya adalah seorang laki-laki lajang bernama Andre yang beruntungnya menyukai sepak bola. Televisi nyala terus sepanjang ada pertandingan sepak bola dan para siswa layaknya di kafe datang nonton bareng sepak bola sampai kebablasan teriak-teriak. Perpustakaan sekolah saya menjadi salah satu perpustakaan paling asyik di sekolah jika Pak Andre yang menjaga.
Sayang sekali Pak Andre bukanlah satu-satunya penjaga perpus. Masih ada Bu Indah yang cantik tapi tidak bisa diajak join nonton bola dan lebih lacur lagi jika ada kepala perpus di sana. Seorang wanita paruh baya bernama Rosalinda. Bukan nama sebenarnya tapi teman-teman memanggilnya begitu karena rambutnya yang keriting lucu dan wajah tua galaknya yang sebagai ironi dari Rosalinda yang cantik. Rosalinda justru dipanggil begitu bukan karena cantik tapi karena tua dan galak. Betapa bedebahnya teman-teman saya ini. Eh, saya juga termasuk sih.
Setiap pelajaran yang membosankan, saya selalu pergi ke perpus bersama beberapa teman dengan alasan izin pinjam buku. Padahal tujuannya adalah menonton siaran tunda sepak bola yang tengah malam tak bisa ditonton karena kemaleman. Yang membuat menarik menonton bola zaman SMP adalah karena dulu internet merupakan sesuatu yang belum banyak dikenal, jadi meski menonton siaran tunda pertandingan semalam tapi kami belum mengetahui hasilnya.
2# Perpus sebagai tempat membaca, tapi bukan buku melainkan serial manga
Jangan harapkan perpus saya ada orang yang marah-marah dan serius baca buku seperti Nicholas Saputra dalam film AADC. Perpustakaan saya justru berisi beberapa serial manga yang lucu dan membuat cekikikan tertawa. Perpus menjadi tempat saya bisa menyelamatkan diri dari godaan makanan kantin karena duit sangu sudah habis untuk sewa manga.
Saya juga heran di perpustakaan SMP saya itu, bisa-bisanya ada beberapa jenis manga nyangkut di sana. Dari Doraemon, Dragonball, Samurai X, dan beberapa manga tak terkenal lainnya ada. Usut punya usut sih, karena setiap lulus syarat mengambil ijazah di SMP tempat saya bersekolah adalah dengan menyumbangkan buku. Beberapa orang mungkin saat itu tidak memiliki uang untuk membeli buku dan hanya memiliki serial manga, baik hatinya penjaga perpus menerimanya.
Saat kelulusan saya teringat beberapa teman saya dengan biadapnya menyewa manga di penyewaan dan memberikannya ke perpus. Setelah itu tidak pernah muncul lagi sampai orang di tempat penyewaan manga lupa dan mengikhlaskannya.
3# Perpus tempat remaja mesum melampiaskan kenakalannya
Entah mengapa di SMP dan SMA perpustakaan di sekolah saya selalu menjadi tempat remaja mesum melampiaskan kenakalannya. Para remaja, entah di SMP dan SMA sering kali saya temukan begambrah di perpus. Begambrah adalah kosakata slank anak Mataram yang membuat saya susah sekali menemukan padanan dalam bahasa Indonesia. Kegiatan ini melibatkan pria melakukan grepe-grepe pada wanita, tapi katanya sih atas dasar mau sama mau, jadi tidak termasuk pelecehan seksual. Saya tidak tahu apa ada ketimpangan relasi kuasa bekerja di sana sebab biasanya pelaku terlibat dalam hubungan pacaran, jika tidak TTM-an.
Di SMP, saya pernah sekali dua kali bersama teman-teman saya menonton sepasang remaja melakukan itu. Mau lapor ke penjaga perpus teman saya melarang: rugi, entar mereka berhenti. Berengsek memang teman-teman saya ini. Eh saya juga, karena bukannya pergi malah ikut menontoni.
Di SMA lebih parah lagi, melihat hal seperti itu terjadi di perpus. Tidak hanya sekali dua kali tapi tujuh kali. Entah salah apa saya hingga terdampar di sekolah saya saat SMA. Janganlah kalian mengharapkan perpusnya memiliki buku-buku yang lengkap, apalagi serial manga. Perpus sekolah saya saat SMA sangat terbatas buku pelajarannya, apalagi bahan bacaan yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran, nihil.
Mungkin alasannya karena sekolah baru jadi belum banyak sumbangan buku. Akhirnya perpus sekolah saya lebih menjadi tempat pacaran timbang bacaan. Beberapa kali saya melihat sepasang kekasih mojok di pinggiran, pelan-pelan romatisan kemudian begambrahan. Mungkin menurut mereka tidak akan terlihat, padahal dengan jelas sekali kelakuan mereka terlihat. Kadang ada yang malu-malu, kadang ada yang grasa grusu.
Ngomong-ngomong sekolah saya saat SMA itu sangat terkenal. Bukan karena prestasinya tapi karena kasus kepala sekolahnya yang fenomenal. Hmmm, untung saja itu tidak terjadi ketika masa-masa saya sekolah di sana. Seandainya masih, mungkin teman-teman saya yang sudah punya bakat “seperti itu” akan berguru pada orang itu.
BACA JUGA Pertama Kali Pinjam Buku di Perpus, Rasanya Pengen Nabok Pegawainya dan tulisan Aliurridha lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.