Ketika sedang bersantai sembari menjelajahi Instagram, saya tertarik dengan salah satu postingan dari akun @curhatanmahasiswa.id yang membahas fenomena hedonisme mahasiswa KIP. Bunyi dari postingan tersebut kurang lebih begini,
“Ibarat gini wir, anak KIP hp nya boba + nongki di cafe. Kalo kita anak jalur umum hp android led retak + nongki di ayam geprek ambil nasi sepuasnya”
Reflek lah saya lihat komentarnya, dan ternyata banyak warganet yang menemui hal serupa. Mereka menyatakan, banyak dari teman mereka yang merupakan penerima beasiswa KIP tapi gaya hidupnya melebihi mahasiswa reguler. Sedangkan yang bayar UKT tiap semester justru bingung cari kerja part time buat meringankan beban ortunya.
Saya mengamini apa yang mereka katakan karena di lingkungan saya sendiri ada mahasiswa penerima beasiswa KIP yang sering ke mall dan punya HP boba. Mengingat, bantuan biaya hidup yang diberikan kepada mahasiswa yang berkuliah di Surabaya juga tergolong tinggi jika dibandingkan dengan kota-kota pendidikan di Jawa Timur, yakni 7,5 juta per semester. Tak ayal mereka punya banyak modal buat jajan.
Namun, dengan bantuan biaya hidup segitu, terkadang bikin mahasiswa reguler merasa iri. Bukan karena nggak dapat, tapi salah satu syarat utama penerima beasiswa ini kan dari golongan kurang mampu. Hanya saja, kenapa rata-rata dari penerima beasiswa ini punya gaya hidup yang glamor, seolah-olah memperlihatkan bahwa mereka sebenarnya dari keluarga yang mampu secara finansial. Kalau mahasiswa reguler tahu kenyataan ini dari awal, mereka juga pasti ikut daftar lah.
Manipulasi dokumen demi beasiswa KIP
Sebagai program beasiswa yang disediakan pemerintah, KIP memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pendaftar, salah satunya adalah foto rumah. Selama melakukan pengamatan di media sosial dan realitas lingkungan, saya mendapati banyak pendaftar yang memanipulasi persyaratan ini dengan menyertakan foto rumah kakek neneknya yang terlihat tidak layak.
Padahal, rumah yang sebenarnya juga nggak jelek-jelek amat. Kalaupun pihak universitas mau survei lokasi, dia tinggal datang ke rumah kakek neneknya buat meyakinkan penyurvei wkwkwk.
Selain itu, persyaratan yang harus dipenuhi pendaftar beasiswa ini adalah bukti pendapatan orang tua, SKTM, dan data aset. Persyaratan-persyaratan tersebut bisa dibilang gampang dimanipulasi. Pendapatan orang tua bisa disertakan dalam SKTM yang diurus di desa. Nah, biasanya kalo perangkat desanya sudah akrab atau bahkan jadi saudaranya si pendaftar, potensi buat dimanipulasi akan sangat besar. Data aset seperti kendaraan dan harta juga rentan mengalami hal yang sama. Berdasarkan pengalaman saya yang pernah disurvei oleh pihak universitas, aset tidak terlalu diperhatikan.
Baca halaman selanjutnya
Gaya hidup wah, bayar UKT kok susah?
Gaya hidup mewah, tapi bayar UKT ogah. Itu nggak mampu atau serakah?
Sering dijumpai di realitas, banyak mahasiswa KIP yang gaya hidupnya hedon layaknya orang mampu. Bahkan, beberapa kasus di universitas ternama pernah ditemui yang punya mobil, tiap hari ke mall, dan sering nonton konser. Gaya hidup yang sangat mencerminkan mahasiswa kurang mampu, ya, wkwk.
Kalau disenggol, bilangnya hasil tabungan. Lah kalau nabung bisa buat beli ini itu, masa buat bayar UKT nggak bisa?
Mirisnya, pada saat pengumuman penerimaan beasiswa KIP dulu, saya menemui banyak calon mahasiswa yang mengundurkan diri karena tak mampu bila dibebani biaya kuliah yang begitu besar. Tapi mereka yang diterima beasiswa sekarang ini justru bisa hidup tenang dengan makan uang negara.
“Lah itu kan uang dia, ya hak dia dong. Toh nggak mengurangi uangmu”
Bukan masalah ngabisin uangku atau nggak, tapi dengan memanipulasi data dan mengaku tidak mampu padahal sebenarnya mampu, sama saja dengan mengambil hak orang lain yang lebih perlu. Meski termasuk penerima beasiswa KIP, saya terkadang merasa kasihan dengan beberapa teman saya yang tiap semester bayar UKT tapi sambil kerja part time demi bisa berkuliah tanpa membebani orang tuanya.
Perlu ditegaskan, bahwa di sini saya nggak mengkritik seluruh mahasiswa KIP. Saya menyoroti para penerima KIP yang ngakunya nggak mampu, tapi sebenarnya mampu.
Di samping itu semua, masih ada kok mahasiswa KIP yang jujur dalam mendapatkan beasiswa ini. Mereka yang benar-benar membutuhkan bahkan sampai disambi kerja part time supaya bisa jajan dan memenuhi kebutuhan akademik yang tidak bisa diakomodasi penuh oleh bantuan biaya hidup KIP.
Buat kalian pemanipulasi data, minimal malu. Kalau ngaku miskin, sekalian totalitas!
Penulis: Aji Permadi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 6 Kesalahan Fresh Graduate yang Kerap Dilakukan karena Tidak Diajarkan Waktu Kuliah