Baskara Putra atau lebih dikenal dengan nama panggung Hindia menjadi perbincangan sejak ia menjadi pengisi soundtrack film NKCTHI. Saya termasuk penikmat lagu-lagunya, tapi perkenalan kami justru terjadi ketika saya sering menyimak diskografi band .Feast. Pacar saya yang memberi tahu, vokalis .Feast punya proyek solo bernama Hindia.
Hindia dan .Feast menurut saya sangat berlawanan. .Feast yang punya citra garang terkenal dengan tema-tema komunal soal ketidakadilan, berlawanan dengan Hindia yang terkesan adem ayem, condong pada tema personal dan konflik batin. Menurut argumen sok tahu saya, Baskara memilih dua proyek tersebut karena ingin bebas menyuarakan apa yang ia rasakan. Keluhan-keluhan yang selama ini dia simpan dan tidak mungkin dibawakan oleh .Feast ditumpahkan saat ia menjadi Hindia. Begitu juga sebaliknya.
Akhir-akhir ini Hindia seolah dipuja semua orang terutama dari kalangan milenial. Banyak sekali kicauan di Twitter maupun komentar di YouTube yang mengucapkan terima kasih kepada Baskara atas lagu-lagu yang ia ciptakan. Yang membuat saya mengerutkan kening, ada ucapan terima kasih karena saat mendengarkan lagu Hindia si pendengar jadi sembuh dari depresi.
Depresi bagaimana yang dialami si pemberi komentar, sampai-sampai begitu hebatnya efek lagu-lagu Hindia bisa mengobati depresinya? pikir saya. Memang benar lagu-lagu Hindia mengajarkan fase acceptance terhadap masalah yang kita alami. Tapi untuk menyembuhkan depresi? Saya rasa tidak semudah mendengarkan lagu.
Sejak membaca komentar itu, saya mulai mengobservasi teman-teman sendiri. Rupanya banyak juga yang baru-baru ini memproklamirkan diri sebagai fans Hindia. Ketika saya bertanya kenapa kamu suka Hindia, jawaban mereka sama. Lagu-lagu Hindia related dengan masalah mereka, yaitu depresi.
Saya paham, usia 21 tahun ke atas jadi momen yang rentan akan quarter life crisis. Saya juga merasakannya. Tetapi apa pantas kita mendiagnosis diri mengidap depresi tanpa sekal ipun berkonsultasi ke psikolog atau pskiater, saya rasa tidak.
Kalian perlu tahu, alasan terbesar bunuh diri di Indonesia adalah karena depresi. Hal tersebut tidak bisa dianggap enteng mengingat kasus bunuh diri di Indonesia makin tahun makin melonjak. Menurut Riset Kesehatan Dasar Kemenkes tahun 2018, sebanyak 6,1% penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami depresi. Artinya, dari 170 juta populasi berusia 15 tahun ke atas pada 2018, sebanyak 10,37 orang depresi. Seram? Tentu saja. Karena itu, depresi bukan hal sembarangan.
Depresi berbeda dengan penyakit lain yang yang bisa terdekteksi dengan tes laboratorium. Hanya modal baca di internet soal gejala depresi lalu kemudian merasa bahwa dirinya mengidap depresi, saya harap kalian jangan seperti itu.
Kalian pasti pernah merasakan situasi seperti depresi. Merasa seolah beban berat yang nggak kelar-kelar selalu menghantui. Merasa semua yang kita lakukan nggak berguna sama sekali dan ingin menghilang saja. Bahkan yang lebih ekstrem, mencoba untuk bunuh diri. Tapi apa kalian yakin itu adalah depresi klinis? Atau label “depresi” hanya dipakai untuk menjadi pembelaan ketika lari dari masalah?
Kalian perlu benar-benar memastikan apa yang kalian alami memang gangguan kesehatan mental atau bukan. Caranya dengan berkonsultasi kepada ahlinya. Jangan modal membaca di Google kemudian mencoba mengobati sendiri apalagi menasihati orang lain dengan masalah serupa.
Sejujurnya saya menyayangkan banyaknya fenomena-fenomena depresi yang secara bangga dijadikan ajang pamer. Berlomba menjadi siapa yang paling banyak masalah, siapa yang paling depresif, siapa yang paling sedih. Tampaknya aksi-aksi itu dilakukan untuk mendapat perhatian dan diberi pemakluman jika melakukan kesalahan. Padahal sadness is not a competition. Berhentilah berlomba.
Kembali lagi ke Hindia, saya senang ada musisi yang menyuarakan kegamangan hatinya melalui lagu, mewakili orang-orang yang menyimpan masalahnya. Tak banyak ada musisi yang menggalakkan pentingnya kesehatan mental. Salut. Hanya saja pendengarnya yang bikin saya gemas. Terutama dengan komentar-komentarnya.
Saya tidak menyalahkan bila kalian mendengarkan lagu-lagu Hindia, namun jangan serta-merta memproklamirkan diri menjadi orang yang paling depresi, kemudian bisa menjadi sembuh hanya karena lagu Hindia. Lagu-lagu Hindia hanya sebagai media menyalurkan perasaan kalian, tapi bukan menyembuhkan (jika kalian benar-benar depresi).
Semoga kalian semua selalu sehat baik secara fisik dan mental. Jika merasa mengalami gejala depresi maupun gangguan kesehatan mental yang lain, lekas hubungi psikolog maupun psikiater. Itu bukan hal yang tabu kok.
Sumber gambar: Instagram Hindia @wordfangs
BACA JUGA Saling Berebut Titel Paling Indie, Buat Apa sih?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.