Barbershop Zaman Sekarang Cuma Menang Gengsi, Kualitas Cukurnya Pikir Nanti

Barbershop Zaman Sekarang Cuma Menang Gengsi, Kualitas Cukurnya Pikir Nanti

Barbershop Zaman Sekarang Cuma Menang Gengsi, Kualitas Cukurnya Pikir Nanti (Pixabay.com)

Dahulu, perasaan saya sebagai rakyat jelata selalu merinding kalau pengin nggaya ke barbershop. Ya gimana nggak merinding, untuk menikmati segala keistimewaan di tempat pangkas rambut modern tersebut saya harus merogoh kocek lebih dalam. Tukang cukurnya yang profesional, servisnya yang mantab, dan fasilitasnya yang lengkap itu nggak bisa didapatkan di tukang pangkas tradisional atau tukang pangkas madura.

Sampai sekarang perasaan merinding itu juga masih ada. Hanya saja sudah berbeda alasannya. Jika dahulu saya merinding karena takut isi dompet akan berkurang banyak, sekarang saya merinding karena hasilnya yang nggak sesuai ekspektasi.

Banyak barbershop sekarang tak mencerminkan apa yang mereka tawarkan. Sebelum kalian ngamuk, saya jelaskan dulu.

Banyak sekali barber kurang profesional

Yang namanya barbershop, itu jualan kemampuan tukang cukurnya. Kenapa kita datang ke mereka, ya karena kita punya ekspektasi lebih atas kemampuan mereka. Itu wajar banget, memang harusnya seperti itu.

Tapi gimana kalau kemampuan tukang cukurnya nggak skillful? Wah ya ngeri.

Barber kurang skillful yang pernah saya temui ini banyak tipenya. Tapi yang paling umum dan menjengkelkan biasanya barber yang sok tahu gaya model rambut. Pernah saya minta dicukur dengan model two block, tapi yang terjadi malah model potongan batok. Iya, jadinya bulat dan gradasinya itu kasar betul. Sama sekali nggak ada keren-kerennya. Yang ada malah kek orang goblok.

Terus ada satu lagi yang paling umum dan menjengkelkan, yaitu barber yang mood-nya ancur, lalu seolah-olah dilampiaskan ke pelanggannya. Barber yang satu ini nggak cuma bikin potongan jadi jelek, tapi juga bikin rambut jadi rusak. Maksudnya, barber dengan mood-nya yang ancur itu bisa memakai gunting sasak dengan cara awut-awutan. Asal potong aja gitu. Tai emang.

Fasilitasnya nggak lengkap

Selain itu, barbershop yang bakal mengecewakan ini biasanya fasilitasnya juga nggak lengkap. Hairdryer untuk mengeringkan sekaligus membentuk lekukan rambut nggak ada. Penjepit rambut biar mudah memangkasnya juga nggak ada. Bahkan sekadar handuk untuk menutupi leher biar pelanggan nggak kena potongan rambut nggak ada.

Ngapain buka barbershop kalau gitu, Bos? Mending buka warung es teh jumbo.

Ya bukan maksud sok pengin mewah atau apa. Tapi semua peralatan itu berpengaruh pada kenyamanan pelanggan dan kualitas hasil cukur. Ibarat perang, kan peluru, helm, senjata, ransum, kudu lengkap. Lha kalau nggak itu bukan perang, tapi misi bunuh diri.

Dari segi tempatnya juga begitu. Jarang yang menyediakan kursi khusus barbershop, apalagi AC. Kursinya itu kursi biasa yang berbahan kayu. Kalau nggak ada AC sih sebenarnya nggak masalah. Tapi kalau kursinya nggak khusus untuk barbershop itu yang masalah. Pelanggan yang postur tubuhnya pendek kayak saya ini pasti bikin si tukang cukurnya kesusahan buat nyukur dengan totalitas. Dan itu, sekali-lagi, sangat berpengaruh pada kualitas hasil cukur.

Apesnya lagi, tarif barbershopnya disamain kayak barbershop lain yang fasilitasnya lengkap. Sumpah, Bos, mending buka warung es teh jumbo. Belum terlambat lho.

Bisnis barbershop bisa dijalankan oleh sembarang orang

Menjamurnya barbershop yang seperti itu bukan tanpa alasan. Saya pernah mendapat informasi penting dari mantan tukang cukur barbershop. Intinya dia bilang bahwa, menjamurnya barbershop abal-abal itu akibat dari gaji seorang barber profesional yang terlampau kecil. Nggak seimbang dengan tenaga dan kemampuan yang telah dikeluarkannya. Dari situ, akhirnya banyak sekali mantan barber memutuskan untuk resign dan membuka usaha sendiri meskipun kecil-kecilan.

Di titik ini sebenarnya nggak begitu masalah. Yang jadi masalah adalah banyak sekali orang menganggap kalau bisnis barbershop kecil-kecilan itu bisa dijalankan oleh sembarang orang. Sembarang orang ini maksudnya adalah mereka nggak tau seluk beluk dunia barbershop, dan nggak tahu bisnis. Jadi pelaku bisnis dengan karyawan itu jelas beda. Teorinya aja beda lho. Kalau sama, ya nggak bakal ada kampus buka jurusan bisnis.

Yang terjadi akhirnya ya itu tadi, nggak paham model rambut kekinian, kurang profesional menjalani peran sebagai tukang cukur. Modal nekat awak waras ati semangat tadi, ujungnya ya kekecewaan pelanggan. Dilihat dari logika bisnis, jelas remuk banget.

Pesan saya cuma satu untuk yang mau menjalankan bisnis pangkas rambut; tolong jangan mengeksploitasi nama “barbershop” demi kepentingan kalian sendiri. Bikin bisnis pangkas rambut yang nggak ada embel-embel barbershop-nya itu nggak masalah kok. Yang penting tuh kualitasnya bagus. Toh, bisnis pangkas rambut madura sampai sekarang ya tetep ada dan berjalan, meskipun bersandingan dengan banyaknya bisnis barbershop.

Bisnis jasa kok fasilitas sama layanan asal-asalan. Wis, ra mashok bos.

Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Sejarah Barbershop, Tak Sekadar Tukang Cukur Naik Tingkat

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version