Bangsring Underwater, Surga Wisata Bawah Laut Banyuwangi yang Tercoreng Pungli

Bangsring Underwater, Surga Wisata Bawah Laut Banyuwangi yang Tercoreng Pungli

Bangsring Underwater, Surga Wisata Bawah Laut Banyuwangi yang Tercoreng Pungli (unsplash.com)

Bangsring Underwater Banyuwangi ramai gara-gara pungli yang dilakukan oknum tak bertanggung jawab.

Meski lama merantau dari Banyuwangi, bukan berarti saya lupa akan kampung halaman. Tentu kabar apa saja yang terjadi di sana, akan saya baca, meski kadang membuat saya geleng-geleng. Termasuk kabar tidak sedap yang menyeruak dari destinasi wisata Banyuwangi. Padahal sejak dua dekade lamanya Banyuwangi sudah berupaya merubah stigma dari Kota Santet menjadi Kota Sunrise. Yah, tetapi tetap ada saja oknum yang membuat wisatawan kapok demi keuntungan sesaat.

Kejadian yang mencoreng dunia wisata di Banyuwangi itu terjadi di Bangsring Underwater, yang lokasinya ada di Kecamatan Wongsorejo. Kabar yang beredar, bus rombongan asal Surabaya ditahan oleh dua orang yang mengaku akamsi. Keduanya meminta sejumlah uang dengan dalih pengawalan.

Gimana ya, jelas-jelas itu pungli dan menyalahi aturan. Namun hal itu seperti dibiarkan begitu saja. Sebab kejadiannya tidak hanya sekali terjadi. Tentu jika tidak segera ditindaklanjuti, bakal merugikan pengelola destinasi wisata dan nama Banyuwangi sendiri.

Padahal jika ditelusuri, Bangsring Underwater memiliki potensi besar untuk jujugan wisatawan yang ingin menikmati pesona alam bawah laut Banyuwangi. Keindahan itulah yang membuat destinasi ini jadi tujuan banyak wisatawan dari luar daerah. Sehingga tidak heran, begitu kabar pungli itu diunggah di media sosial, warga langsung geram. Warga khawatir jika pungli bakal berimbas pada pariwisata Banyuwangi.

Pungli di Bangsring Underwater butuh solusi

Saya ingat betul kejadian pungli di Bangsring Underwater beberapa hari terakhir yang viral bukanlah kali pertama. Sebab pada Juli 2022 kejadian serupa juga pernah terjadi. Kala itu korbannya rombongan dari Jember. Modusnya pun sama, pelaku meminta sejumlah uang dengan dalih pengawalan. Namun alih-alih diberi, wisatawan yang mengunggah di media sosial justru banjir dukungan hingga akhirnya keluhan itu direspons dan ditindaklanjuti oleh Bupati Banyuwangi.

Tiga tahun berlalu, nahas, pratik serupa kembali muncul dan menyasar wisatawan asal Surabaya. Tentu saja kejadian yang berulang dengan pola yang sama, seolah mengisyaratkan respons yang diberikan pemangku kebijakan seakan tanpa solusi. Padahal wisatawan yang datang ke Bangsring Underwater juga sudah membayarkan tiket resmi, sehingga biaya tambahan yang dibebankan pastinya akan sangat memberatkan pengunjung.

Saya kira perlu solusi nyata agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Masa harus nunggu viral dulu baru ditindaklanjuti? Gimana dengan nasib wisatawan yang enggan ribut dan tetap membayar pungli itu?

Pengawasan dua arah bisa jadi pemecah masalah

Tentu saja soal pungli yang terjadi di Bangsring Underwater diharapkan tidak terjadi lagi. Idealnya, Pemkab bisa menerapkan berbagai langkah preventif guna meminimalisir potensi pungli terjadi berulang kali.

Salah satu cara yang bisa dilakukan ialah melakukan pengawasan dua arah. Tak hanya dari sisi Pemkab dan pengelola wisata, pengunjung juga perlu diberikan wadah untuk melakukan pengawasan. Tak ada salahnya jika di setiap sudut destinasi wisata di Banyuwangi dipasang layanan aduan pengunjung.

Tentu saja layanan itu perlu dikelola dengan baik dan respons yang cepat. Pemkab Banyuwangi bisa meniru Command Center 112 milik Kota Surabaya yang sat set das des. Sebab jika aduannya masih seperti di layanan di 082131545555 atau di laman pengaduan.banyuwangikab.go.id, tentu saja pengunjung yang mengeluh tidak akan sabar.

Alih-alih percaya dengan pemangku kebijakan, mereka malah lebih senang jika keluhanya langsung viral di media sosial. Jadi Pemkab perlu berbenah lagi soal cara menerima aduan masyarakat ini.

Modus pungli di destinasi wisata Banyuwangi itu nyata

Kejadian di Bangsring Underwater hanya satu dari sekian banyak modus pungli di Banyuwangi yang pernah terjadi. Mulai dari keluhan pungli delman saat berwisata di wisata De Djawatan Kecamatan Cluring, sampai pungli di dengan dalih dana kebersihan Pantai Watu Dodol Kecamatan Kalipuro. Bahkan ada cara lain yang dilakukan oknum pengelola wisata, yaitu dengan memanipulasi jumlah tiket.

Fyi, beberapa destinasi di Banyuwangi sudah menggunakan e-ticketing yang langsung terintegrasi dengan sistem yang dikelola oleh Pemkab Banyuwangi. Nah, tidak sedikit beberapa destinasi wisata “main-main” dengan mengakali jumlah tiket yang dicetak.

Saya pernah mengalami pengalaman kurang menyenangkan ini. Saya berkunjung ke salah satu pantai di selatan Banyuwangi dengan empat orang kolega. Setelah membayar, kami baru sadar kalau tiket yang diberikan hanya tiga. Tentu saja jika itu dilakukan berulang, tak hanya merugikan pengunjung, tapi juga pendapatan daerah dari sektor wisata berkurang.

Pada akhirnya semua kembali pada pihak pemerintah daerah. Jika ingin menjadikan wilayahnya jujugan wisatawan tanpa takut dirugikan, harus ada langkah besar yang dilakukan dengan memperbaiki tata kelola wisata saat ini. Saya harap tak ada lagi pungli seperti yang terjadi di Bangsring Underwater karena hanya mencoreng nama Banyuwangi. Semoga bisa jadi bahan evaluasi.

Penulis: Ferika Sandra
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Ironi Liburan di Teluk Hijau Banyuwangi, Disuguhi Pemandangan bak Raja Ampat dan Kehancuran Lingkungan Akibat Tambang.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version