Banalitas Menonton Video Cyberbullying: Kita Semua Berpotensi Jadi ‘Bully’

cyberbullying, kasus bullying

Kasus Bullying Mudah Viral, Tapi Selalu Dilupakan Setelah Korban Dapat Bantuan

Dunia telah memasuki era digital. Dengan semakin berkembangnya teknologi, memungkinkan semua orang dapat melakukan apapun dengan mudah. Seseorang kini bisa mendapatkan apapun dan melakukan apapun dengan bantuan teknologi digital—termasuk mendapatkan hiburan.

Kita benar-benar sadar bahwa keberadaan media sosial sebagai salah satu wujud realisasi atas impian semua orang tentang dunia dalam genggaman kini benar-benar dapat kita nikmati. Fitur-fitur yang tersedia dalam media sosial lebih dekat dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat masa kini. Dengan adanya media sosial, kebutuhan akan hiburan akan terpenuhi. Karena seperti yang kita tahu, media sosial adalah tempatnya bermacam-macam hiburan.

Kita seringkali melihat jokes yang terhimpun dalam sebuah meme. Kita juga tidak jarang, melihat blunder berupa video berkat media sosial. Beberapa dari kita bahkan akan mengamini tentang salah satu kebiasaan kita sebagai pengguna medsos yang seringkali ingin memperoleh kebutuhan hiburan dengan menyaksikan video blunder pada sebuah akun official jokes receh sejati. Sebut saja contohnya ketika kita menjadi salah satu pengguna aktif YouTube.

Jika kalian pernah mendengar seorang yang memiliki akun YouTuber bernama erphan1140 yang menjuluki dirinya sendiri sebagai ‘makhluk mars’, itu berarti kita memilki kesamaan. Kita menyaksikan video blunder yang sengaja ia bagikan dalam konten YouTube nya yang khusus mengomentari video-video kocak dari pengikut akun Instagramnya.

Akun Youtuber yang memilki jumlah subscriber sebanyak lebih dari empat juta ini ternyata telah dikenal luas oleh kalangan anak-anak, wabilkhusus di sekitaran rumah saya. Betapa si Makhluk Mars ini sangat hype di kalangan bocah SD hingga remaja tanggung SMA. Hampir semua mengenalnya dengan ciri khas bahasa amburadulnya seperti “I runno mi” yang ternyata simpangan dari bahasa Inggris “I don’t know”, dan ungkapan “Ererere..!”.

Karena saya yang penasaran, akhirnya saya menanyakan langsung pada adik saya yang ternyata juga bagian dari salah satu subscriber Youtuber tersebut. Ternyata erphan1140 adalah salah satu Youtuber yang gemar membuat konten video berisi video blunder dari semua orang di belahan dunia. Youtuber itu ternyata tidak mendapatkan video blunder itu sendiri melainkan dari para pengikutnya di Instagram dan para subscribernya yang biasa disebutnya sebagai ‘Bijikers’.

Sebuah video dengan durasi kurang lebih 20 menit akhirnya saya tonton penuh bersama adik saya. Ternyata selama 20 menit penuh itu juga, saya menyaksikan banyak video trap yang memperlihatkan keblunderan. Meskipun nampak tidak disengaja, video blunder tersebut mengundang tawa saya dan berpikir betapa bodohnya mereka yang terlibat dan terjebak dalam trap konyol tersebut. Saya dan adik saya akhirnya tergelak.

Ternyata bukan hanya kami. Setelah tayangan video berakhir, kami melihat bagian kolom komentar yang hampir keseluruhan ikut menertawai kemalangan seseorang yang dijadikan sebagai korban trap rekannya sendiri. Benar-benar bodoh dan konyol korban trap itu. Kami jadi terhibur berkat keberhasilan trap konyol yang diciptakan oleh seseorang terhadap rekannya. Hingga tanpa kami sadari, sebenarnya kami ini telah menjadi pelaku bullying kedua.

Istilah bullying secara harfiah berarti tindakan untuk menjebak, mempermalukan, atau menyakiti seseorang dengan dalam bentuk fisik. Namun sesuai perkembangan zaman yakni zaman digital, kini bullying berevolusi—dari semula bullying berupa tindakan kekerasan fisik dan kekerasan verbal menjadi cyberbullying yaitu intimidasi dalam dunia maya. Kekerasan dan bentuk tindakan yang bersifat mempermalukan itu dilakukan melalui dunia maya atau internet.

Pelaku pertama merupakan seseorang dengan aksi pengeksekusi trap untuk memperlihatkan blunder dari korban bullying. Sedangkan kita yang biasa mendapatkan hiburan dari berbagai video berbau bullying merupakan pelaku kedua. Mengapa kita juga dapat dikatakan pelaku bullying? Karena kita menertawakan mereka. Iya. Menertawai mereka yang sedang teraniaya oleh aksi bullying juga merupakan bentuk bullying atau tepatnya cyberbullying.

Mereka yang menyebarluaskan video tersebut pun bisa dikatakan sebagai pelaku cyberbullying. Saya yakin, mereka sepenuhnya sadar bahwa mereka akan menyebarkan aib orang lain melalui video bullying, demi popularitas—agar viral. Kita pun sebagai netizen yang menertawakan aksi trap tersebut sebagai bentuk kebodohan korban trap, tanpa kita sadari kita juga telah melakukan cyberbullying terhadap mereka.

Sebuah artikel kesehatan psikologi mengatakan bahwa salah satu ciri-ciri psikis yang berpotensi sebagai bully atau pelaku bullying adalah minimnya rasa empati terhadap sesama. Bentuk ketidak-berempatian kita terhadap para korban cyberbullying itu tergambar ketika kita merasa terhibur dengan video bullying yang kita jadikan sebagai hiburan tersendiri. Sehingga, menertawakan mereka adalah salah satu petunjuk bahwa kita dapat berpotensi sebagai bully.

Semua orang dapat berpotensi menjadi bully (pelaku bullying). Melakukan bullying—terutama cyberbullying merupakan sesuatu yang sangat mudah untuk dilakukan. Gaya hidup yang karib dengan keberadaan media sosial kini menimbulkan kemungkinan-kemungkinan bahwa setiap orang berpotensi jadi bully pada kasus cyberbullying. Ihwal cyberbullying, sebagai manusia yang berbudi sudah seharusnya kita bersikap bagaimana mestinya yakni—berempati. (*)

 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.

Exit mobile version