Setelah hari raya Idulfitri kekhawatiran yang muncul pada diri setiap orang berbeda-beda. Ada yang memikirkan apakah tahun depan masih dapat kembali bertemu bulan Ramadan sampai dengan lebaran lalu bertemu keluarga saat mudik, ada juga yang masih terbebani dengan pertanyaan kapan kerja atau kapan nikah. Namun bagi orang tua khususnya para ibu, biasanya dibuat khawatir oleh asisten rumah tangga yang mudik ke kampung halaman sampai berhari-hari lamanya. Bahkan tak jarang dari mereka yang sampai izin cuti dua minggu lamanya. Permohonan liburnya bisa sampai melebihi karyawan swasta.
Hal tersebut dapat dimaklumi, karena banyak dari mereka dalam satu tahun penuh sudah bekerja penuh dan jauh dari keluarga. Maka sangat layak jika memang kesempatan libur datang, mereka akan memanfaatkan sesuai dengan keinginannya untuk melepas rindu dengan keluarga di kampung halaman.
Pada poin itu, saya bisa paham. Sampai akhirnya ada saudara saya yang bercerita, bagaimana dia selalu was-was dan khawatir jika asisten rumah tangganya tak kunjung datang dan menampakan diri pada tanggal yang sudah disepakati bersama. Bukannya posesif—namun berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, para asisten rumah tangga seringkali tidak memberi kabar sampai akhirnya berhenti kerja secara mendadak. Hal ini tak jarang mengakibatkan tugas bersih-bersih rumah pun terbengkalai, rumah berantakan seperti tidak terurus.
Apalagi saudara saya ini memiliki anak yang masih kecil dan pasangannya pun sama-sama bekerja. Oleh karena itu, untuk urusan rumah dan anak seringkali mengandalkan bantuan dari asisten rumah tangga. Segala usaha pun sudah dilakukan termasuk menelepon. Hanya saja karena kendala sinyal semuanya seakan percuma. Selain khawatir tidak kembali dan harus mencari pengganti, khawatir pula akan keselamatan diri selama perjalanan.
Pada saat ini, memang sudah hal biasa jika banyak orang tua atau pasangan yang membutuhkan jasa asisten rumah tangga karena kesibukan yang dijalani. Tenaga tersebut bisa didapat melalui info perorangan atau melalui jasa yang memang sudah kredibel. Jika memang sudah mengenal sebelumnya, mungkin tidak sulit dalam melakukan adaptasi atau mengenal satu sama lain. Jika baru saling kenal, kebanyakan yang menggunakan jasa atau tuan rumah seringkali merasa insecure dengan kinerja dari asisten rumah tangga. Baik dalam menjaga rumah pun menjaga anak.
Begitu juga sebaliknya, sebagai manusia biasa, tak jarang para tenaga kerja rumah tangga ini merasa cemas dalam memikirkan apakah tuan rumah baik atau tidak, dapat membuat nyaman dalam bekerja atau tidak. Apalagi jika mengingat tujuan mereka bekerja salah satunya adalah untuk menghidupi keluarga yang mengharuskan mereka jauh dari rumah—pulang pun biasanya paling cepat satu tahun sekali.
Maka tak heran jika mendapat perlakuan tak layak, para asisten rumah tangga sering pulang tanpa kabar dan tidak pernah kembali dan lebih memilih tuan rumah yang lain meski dengan pekerjaan serupa. Dari situ, ada baiknya antara mereka berdua saling memahami satu sama lain semacam simbiosis mutualisme –saling memberi manfaat.
Menurut saya pribadi, para asisten rumah tangga pun berhak mendapatkan pendapatan dan perlakuan yang layak. Sebagaimana dengan mestinya, laiknya pekerja kantoran dengan deskripsi pekerjaan dan ruang lingkup pekerjaan yang berbeda. Dan bagi mereka yang bekerja sebagai asisten rumah tangga, sudah selayaknya amanat dalam bekerja dan sesuai dengan apa yang ditugaskan juga terbuka dalam menerima saran dan masukan.
Dalam prosesnya, Ibu saya pernah memiliki asisten rumah tangga yang bertugas merawat saya dari kecil. Karena kedekatan keluarga, faktor baiknya komunikasi dan beban kerja yang masih manusiawi, kerjasama pun terjalin cukup lama hingga sekitar 7 tahun. Beliau orang yang baik dan amanah, sehingga saat beliau mengajukan keinginan untuk berhenti bekerja rasanya cukup membuat sedih dan akhirnya menangis—pada waktu itu saya masih kelas 6 SD.
Kejadian tersebut membuktikan bahwa hubungan baik antara tuan rumah dan asisten rumah tangga sangat mungkin terjalin dengan baik dan sebagaimana mestinya—saling menghargai juga memiliki. Sehingga orang yang bekerja pun bisa merasa betah, nyaman, dan semangat dalam bekerja.
Walau pada akhirnya jika memang sudah waktunya untuk mendapatkan yang lebih baik dari sisi pendapatan—siapa pun berhak untuk menemukan kembali pekerjaan yang lebih sesuai dengan kebutuhan, termasuk para asisten rumah tangga.