Apa Itu NFT? Bagaimana Cara Membuat dan Menjualnya?

Apa Itu NFT? Bagaimana Cara Membuat dan Menjualnya? terminal mojok.co

Apa Itu NFT? Bagaimana Cara Membuat dan Menjualnya? (Unsplash.com)

Bajilak, NFT itu makanan apa lagi? Kok bisa semua orang lagi ngomongin hal ini? Dan kok bisa ada yang kaya dari jualan NFT? Memahami ini buat orang yang nggak selo tentunya bakal susah. Ya gimana nggak susah, wong setelah baca penjelasan di mana-mana saja juga tetep mbulet ra jelas dan tetep nggak bikin paham. Nah, makanya saya mau berbaik hati menjelaskan apa itu NFT dengan sangat simpel buat siapa saja yang belum ngerti. Buat yang udah ngerti mending mingkem dulu dan jangan keburu nyalahin sana-sini. Toh, penjelasanmu juga belum tentu dipahami orang awam.

Intinya, ia adalah karya digital yang ada sertifikat keasliannya. Sertifikat itulah yang membuat pemiliknya bisa berbangga diri karena menjadi satu-satunya orang yang memiliki karya tersebut secara sah. Misal saya beli NFT berupa gambar orang mangap yang entah di mana bagusnya, maka saya adalah pemilik sah gambar tersebut. Orang lain bisa mendapat gambar yang sama di internet, tetapi keaslian gambar tersebut tetap ada di saya. Nah, konon karena ada sertifikat keaslian tersebut, harganya bisa menjadi sangat mahal.

Lantas, buat apa saya beli gambar orang mangap dan berbangga karena memiliki sertifikat keasliannya? Ya, jawabannya emang nggak ada. Nggak ada alasan khusus saya kudu beli. Pun nggak ada alasan khusus kenapa kudu berbangga punya sertifikat keaslian.

Untuk saat ini, ia hanya dijual di marketplace-marketplace tertentu. Dan sertifikat keaslian dari masing-masing NFT ya hanya ada di jaringan marketplace tersebut. Teknologinya belum memungkinkan lintas platform, sehingga emang tampak sia-sia untuk ngoleksi NFT.

Misal, salah satu marketplace NFT terbesar saat ini adalah OpenSea yang menggunakan jaringan blockchain dari Etherium. Artinya, jika saya beli NFT di OpenSea dan pengin jual di marketplace lain yang pakai jaringan selain Etherium ya nggak bisa. Ibaratnya, kita beli barang di Shopee, jika barang itu mau kita jual lagi, bisanya ya hanya lewat Shopee, nggak bisa lewat Tokopedia, Lazada, atau marketplace lainnya.

Kenapa bisa begitu? Penyebabnya karena teknologi masing-masing marketplace berbeda. Jaringan blockchain Etherium punya permainan mereka sendiri yang beda sama jaringan blockchain Bitcoin, Binance, dan jaringan lain. Mereka semua menggunakan konsep blockchain yang sama, tetapi memiliki penerapan yang berbeda.

Sejauh ini belum ada gagasan untuk menghubungkan semua jaringan blockchain sehingga jual beli NFT bisa lintas platform dan semakin masuk akal untuk digeluti. Ibaratnya gini, buat apa saya beli skin hero Mobile Legends kalau itu nggak bisa dipake di PUBG yang lebih sering saya mainkan?

Dan permasalahan lain dari nggak tersatukannya semua jaringan blockchain adalah, satu karya yang sama bisa menjadi beberapa NFT di marketplace yang berbeda. Artinya, jika saya sudah beli NFT seharga satu Etherium alias sekitar Rp47 jutaan di OpenSea, itu nggak ada artinya jika NFT yang saya beli juga tersedia di marketplace lain dengan harga yang sama atau lebih murah. Maka dari itu, sertifikat NFT nggak berguna banyak jika NFT tersebut dijual di lintas marketplace.

Lucunya lagi, ternyata sebuah karya bisa dijadikan NFT berulang kali bahkan di satu marketplace yang sama. Misalnya, saya bikin gambar ayam dan saya jadikan NFT di OpenSea, maka saya bisa berulang kali bikin NFT dari gambar ayam tersebut.

Sebuah gambar baru akan tersertifikasi setelah diunggah dan menjadi NFT, tetapi gambar aslinya tetap milik saya dan bisa saya unggah berulang kali menjadi NFT-NFT berbeda dengan sertifikasi keaslian masing-masing. Entah kenapa dan bagaimana, marketplace belum bisa mendeteksi gambar duplikat yang diunggah berulang kali menjadi NFT.

Jadi, kesimpulannya ia adalah karya digital setelah diunggah ke sebuah marketplace dan diberi sertifikat keaslian. Karya tersebut bisa disimpan maupun diperjualbelikan di sebuah marketplace dengan jaringan blockchain tertentu tanpa bisa berpindah ke jaringan lain. Contoh paling sederhananya ya itu tadi, skin hero Mobile Legends. Bedanya, skin hero Mobile Legends tidak memiliki sertifikat khusus seperti NFT.

Lantas kalau sudah mudeng apa itu NFT dengan segala kelebihan dan kekurangannya tersebut, bagaimana sih cara bikin dan cara jualnya? Nih, saya kasih penjelasannya.

Pertama, pilihlah marketplace untuk bertransaksi. Saat ini yang paling ngehits ya OpenSea. Makanya, monggo buka OpenSea, terus bikin akun di sana. Syarat untuk membikin akun adalah wajib punya dompet kripto. Maka dari itu silakan download dompet kripto favorit kalian dan hubungkan dengan OpenSea. Dompet kripto yang paling populer adalah MetaMask. Kebetulan MetaMask memangdompet kripto khusus jaringan blockchain Etherium, sama kayak OpenSea yang menggunakan jaringan Etherium.

Untuk bikin akunnya simpel, jauh lebih mudah ketimbang buka rekening di bank. Yakin, siapa saja pasti bisa. Setelah akun jadi, tinggal bikin NFT. Bikin ini cukup gampang banget, dan nyaris apa saja bisa dijadikan NFT asalkan bisa diunggah dalam bentuk digital.

Misal, saya mau bikin esai pertama di Mojok menjadi NFT, ya bisa-bisa saja. Saya tinggal bikin tangkapan layar full satu artikel dan diunggah ke OpenSea—sejauh ini belum bisa mengunggah file dokumen maupun PDF. Saya kasih keterangan itu adalah esai pertama di Mojok dan sungguh bernilai. Beri deskripsi lengkap, kemudian tinggal unggah kayak bikin postingan IG.

Nah, ada satu masalah serius di sini. Membuatnya tidaklah gratis. Gratis jika kita hanya ingin membuat dan memilikinya secara pribadi, tapi akan dikenakan biaya jika kita ingin menjualnya. Biaya itu disebut Gas Fee, yang besarnya nggak ngotak dan berbeda-beda dari waktu ke waktu.

Gas Fee tersebut adalah biaya untuk penggunaan blockchain Etherium. Intinya adalah biaya karena kita sudah minta jaringan Etherium buat ngejualin NFT kita. Simpelnya gitu. Pengalaman saya mencoba menjual NFT yang sudah saya bikin, saya dikenai Gas Fee sebesar 0.71558 Etherium, alias 239.82 USD, alias Rp3.429.426. Weh, mayan gede duit yang harus dibayar hanya agar NFT kita bisa masuk daftar NFT yang dijual. Belum jualan saja kok udah dipalak? Ya, emang gitu konsepnya.

Untungnya, biaya tersebut bisa kita akali jika kita cermat memilih bagian blockchain saat hendak membuat NFT. Membuat ya, bukan menjual. Nah, alih-alih memilih jaringan Etherium, kita bisa memilih jaringan blockchain Polygon yang bebas Gas Fee.

Blockchain Polygon sendiri sebenarnya masih bagian dari jaringan Etherium. Polygon adalah ekosistem blockchain di bawah blockchain utama Etherium. Salah satu fungsi utama Polygon ya buat mengatasi mahalnya gas fee Etherium yang emang mahal banget itu.

Intinya, jaringan utama Etherium itu sibuk banget dan mahal kalo mau transaksi langsung di sana. Nah, Polygon muncul di antara sibuknya jaringan Etherium dan mewadahi jaringan yang lebih selo sehingga bisa bebas Gas Fee. Makanya, jika kita pilih Polygon saat membikin NFT, nanti saat NFT kita mau masuk ke daftar penjualan, yang bikini akses dan sertifikat sono sini itu ya jaringan Polygon tersebut. Jadinya, kita bisa memasukkan NFT kita di daftar jual tanpa kena Gas Fee.

Di proses jual, kita tentukan harga dari NFT kita. Mata uang yang dipakai adalah ETH alias Etherium, sehingga harga yang kita tentukan ya dalam bentuk ETH. Terserah mau jual di berapa ETH, mau sangat murah maupun sangat mahal bebas. Tapi ya kalau mau ada yang beli, wajarnya sih jangan sampai menyentuh angka setengah ETH. Ibaratnya, Ghozali Everyday yang mendadak kaya dari NFT foto selfienya saja hanya menjual per foto sebesar 0.001 ETH atau sekitar 47.950 rupiah.

Tetapi jangan salah, harga salah satu foto Ghozali Everyday yang awalnya hanya 0.001 ETH tersebut harga jual kembalinya sekarang sudah ada yang tembus 122 ETH alias lebih dari 5 miliyar rupiah!

Penulis: Riyanto
Editor: Audian Laili

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version