Ancaman Revolusi Industri 4.0 dalam Pertunjukan Bukik Tui

Revolusi Industri 4.0

Revolusi Industri 4.0

Berangkat dari revolusi dunia abad 20-an yang sudah memasuki era revolusi industri keempat dan sangat terhubung dengan revolusi industri ketiga. Di mana semua teknologi dan sains menyatu secara kompleks. Di awali revolusi industri pertama sejak tahun 1784 memperkayakan suatu kekuatan uap untuk mekanisasi sistem produksi.

Revolusi industri kedua yang dimulai pada tahap menggunakan daya listrik untuk melangsungkan produksi massal sedangkan, revolusi industri ketiga dimulai pada tahun 1969 menggunakan kekuatan elektronik dan teknologi informatik otomatisasi proses produksi. Semua dalam jaringan internet dengan interkoneksi yang begitu cepat. Tidak dipungkiri dengan kemajuan zaman sekarang kita bisa mengetahui semua pengetahuan, ekonomi, kesenian, budaya dan bahasa luar dengan begitu mudah dan serba praktis.

Malam 18 Juni 2019, di Gedung Hoerijah Adam. Kampus ISI Padang Panjangmenghadirkan pertunjukan teater dengan konsep penciptaan Sutradara “Menciptakan Teater dengan Spirit Randai dalam Bentuk Pantomime dan Menggunakan Pendekatan Alinasi Brecht”. Dilatarbelakangi dari revolusi industri 4.0, salah satu mahasiswa Pascasarjana ISI Padang Panjang Frisdo Ekardo mengangkat fenomena sosial yang terjadi di Bukik Tui Padang Panjang, tentang kehidupan penambang batu kapur.

Kertertarikan sutradara dengan mengkolaborasikan randai dan pantomime dalam pertunjukan Bukik Tui, berawal dari jati diri sutradara seorang penggiat aktif pantomime di Sumatera Barat. Membutuhkan waktu satu tahun untuk terjun kelapangan demi mendapatkan data dan informasi kehidupan para penambang batu kapur di Bukik Tui Padang Panjang. Informasi tersebut akan menjadi pondasi dalam pertunjukan Bukik Tui. Supaya kegiatan penambang batu kapur di Bukik Tui, bisa merefleksikan penonton pada saat pertunjukan berlangsung.

Menurut Frisdo Ekardo karya ini menawarkan sistem dramatik dalam bentuk pantomime, selama ini masyarakat hanya mengetahui pantomime hanya sebatas karya spontan, dan saya berharap karya ini menjadi tawaran baru dalam bentuk penciptaan pertunjukan teater.

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pertunjukan dari kolaborasi antara randai dan pantomime ini baru pertama kali dilakukan oleh seorang seniman. Bahwa karya seni tidak hanya tunggal namun majemuk. Semua itu tergantung sudut pandang sutradara dalam membuahkan sebuah karya seni.

Pantomime dalam bahasa latin pantomimes, artinya meniru segala sesuatu, maksudnya adalah suatu pertunjukan teater akan isyarat, dalam bentuk mimic wajah atau gerak tubuh yang digunakan sebagai dialog/ interaksi dengan para penonton. Pantomime juga termasuk kesenian paling tua yang masih aktif sampai sekarang.

Sedangkan Randai ialah suatu bentuk teater rakyat tradisional Minangkabau, sebagai teater rakyat, hidup dalam kehidupan rakyat, dimainkan oleh rakyat, dan untuk rakyat itu sendiri. Sebagai kesenian tradisional Randai berkembang di setiap daerah Minangkabau, dan sebuah Randai harus memiliki unsur esensialnya yang dikemukakan oleh Mursal Esten yaitu, adanya cerita yang dimainkan, adanya dendang (gurindam), adanya gerak tari yang bersumber dari gaya silat Minangkabau (galombang) dan adanya dialog dan acting (lakuan).

Kemudian pada saat pertunjukan pemain sekaligus menjadi aktor, menggunakan celana galembong, yang bewarna hitam dan berukuran besar. Supaya ketika melakukan tapuak menghasilkan bunyi yang khas. Sekaligus bunyi tapuak menjadi bagian dari musik pertunjukan.

 

Bukik Tui dan Profesi Masyarakat

Alasan ketertarikan sutradara dengan Bukik Tui berawal dari Bukik Tui yang menghasilkan batu kapur. Berada di posisi bagian selatan Padang Panjang, di kelurahan Rao-Rao hingga Tanah Hitam dan dekat dengan pemukiman warga. Sehingga batu kapur tersebut bagaikan bongkahan emas bagi penduduk di sekitaran Bukik Tui.

Setiap harinya para pekerja bekerja pemecah batu kapur, lalu di dimasukkan dalam tungku bara api, tidak hanya itu sebagian laki-laki menjadi kuli angkut batu dan dibayar per harinya. Jika kegiatan tersebut dilaksanakan secara berulang dengan kondisi pertambangan batu kapur yang penuh dengan asap, dan debu. Akibatnya beberapa penambang menderita penyakit batuk dan sesak napas.

Dulu penambang bekerja masih secara tradisional dengan menggunakan alat-alat tradisional. Sekarang beberapa pabrik-pabrik batu kapur sudah didirikan di Bukik Tui. Para penambang yang bekerja terdiri dari laki-laki dan perempuan. Profesi tersebut sudah menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Para pekerja yang sudah bekerja bertahun-tahun bisa terancam jika revolusi industri 4.0 berevolusi dengan cepat.

 

Alinasi dalam Pertunjukan Bukik Tui karya Frisdo Ekardo

Dalam rangka ujian penciptaan pascasarjana, Frisdo Ekardo selaku sutradara, menggunakan pendekatan alinasi Brecht. Ciri khas dari konspep Brecht ialah tidak adanya pembatas antara pemain dengan penonton. Karena penonton menjadi bagian terpenting dalam pertunjukan.

Pada pertunjukan Bukik Tui terdapat adegan para pemain memutuskan emosi pertunjukan dengan cara para pemain menyadarkan kembali penonton, bahwa yang ditonton hanyalah sebuah tontonan.
Peristiwa tersebut disebut dengan Alinasi.

Alinasi adalah usaha untuk menggambarkan sebuah peristiwa ke dalam bentuk baru yang bertujuan untuk mencegah penoton menjadi katarsis. Alinasi pada pertunjukan Bukik Tui, berguna untuk menyadarkan aktor bahwa mereka bukan robot, yang tidak harus larut dengan peran yang dimainkan dalam pertunjukan Bukik Tui.

Ketika adegan alinasi dilakukan, para aktor Bukik Tui dan tim produksi pergi ke atas panggung dan menghadirkan suasana latihan pertunjukan teater. Para pemain bersikap sehari-hari dan menjadi dirinya sendiri. Mereka pun menyapa para penonton yang datang dan mengajak para penonton untuk bergabung. Tidak lama kemudian pertunjukan dilanjutkan. Meskipun demikian pengontrolan diri seorang aktor harus kokoh, disebabkan kehadiran mereka dipanggung untuk menghibur penonton, dan kebutuhan akademis di ISI Padang Panjang.

 

Relasi Pertunjukan Bukik Tui dengan Revolusi Industri 4.0

Dalam pertunjukan Bukik Tui di adegan terakhir sutradara menghadirkan adegan para penambang yang bekerja di tambang batu kapur bukanlah manusia, melainkan robot yang dikontrol oleh otak mesin. Artinya jika manusia tidak bisa lebih kreatif, integritas, etos kerja dalam bertindak, bersiaplah profesi yang diperankan akan digantikan oleh robot.

Jika pemerintah tidak bekerja sama dengan masyarakat dalam mengendalikan perkembangan Revolusi Industri 4.0. Maka berkembang biak para manusia yang tidak produktif di negri ini. Jadi Revolusi Industri 4.0 menjadi dampak negatif bagi kelangsungan hidup. Tergantung pola pikir dari seseorang yang mau berubah. Meskipun Indonesia telah menyiapkan strategi untuk menghadapi revolusi industri 4.0.

Jangan sampai Indonesia gagal dalam berdaya saing sehingga menjatuhkan pertumbuhan ekonomi. Di sinilah peran pemerintah dalam menyikapi revolusi industry 4.0 agar rakyat Indonesia tetap sejahtera kedepannya.

Exit mobile version