Salah satu hal yang paling dibenci dan ditakuti oleh para musisi adalah ulasan para kritikus terhadap musiknya. Perbedaan pandangan antara musisi dan kritikus musik menjadikan kedua unsur ini tidak pernah bersatu. Musisi menganggap bahwa karya-karyanya ditujukan kepada para fans atau orang-orang yang mau mendengarkan musik mereka saja.
Sedangkan kritikus beranggapan bahwa ketika karya musik itu dirilis, siapa pun bebas mendengarkan dan menginterpretasikan, termasuk mengkritik musik tersebut. “Kebencian” yang terjalin ini sudah ada sejak dulu, terutama sejak majalah musik mulai bermunculan.
Di era sekarang, di mana majalah musik sudah benar-benar mati, kritikus musik pun berubah arah menjadi sangat liar. Padahal, media-media yang menyajikan konten musik tidak banyak juga. Siapa saja bisa mengkritik musik, tidak perlu jurnalis atau pengamat musik. Kredibilitasnya memang perlu dipertanyakan, tetapi kembali lagi, semua orang bebas menginterpretasikan musik, termasuk mengkritiknya.
Tinggal kitanya yang mau mendengarkan atau tidak. Salah satu bentuk ulasan atau kritik musik bisa disampaikan melalui anak-anak. Iya, anak-anak, lebih tepatnya adalah anak-anak dimintai pendapat mengenai musik yang mereka dengar.
Silakan mampir ke kanal YouTube FBE, ada sebuah konten namanya “REACT”, yang isinya adalah reaksi orang-orang mengenai musik, film, dan berbagai macam lainnya. Salah satu segmennya adalah memintai pendapat anak-anak mengenai musik-musik yang bisa dibilang bukan zaman mereka. Ada The Beatles, Led Zeppelin, Black Sabbath, Kiss, Guns N’ Roses, hingga Motley Crue yang menjadi objek dalam video-videonya. Pendapatnya pun macam-macam. Ada yang heran dan merasa aneh dengan musiknya, ada pula yang familier dan malah ikut bernyanyi ketika lagu-lagu dari musisi di atas diperdengarkan.
Saya cukup yakin bahwa pendapat mereka terhadap musik adalah pendapat yang tulus dan tidak ada pretensi apa pun. Ya namanya juga anak-anak, pasti sekeluarnya dari mulut mereka saja. Salah satu contoh bagaimana tulusnya pendapat dan kritikan mereka adalah ketika mereka diperdengarkan lagu “Kickstart My Heart” dari Motley Crue dalam album Dr. Feelgood 1989. Salah satu anak mengutarakan pendapatnya yang kurang lebih seperti ini, “Ini adalah musik yang keren saat itu. Namun, kalau musik seperti ini muncul di era sekarang, mungkin tidak akan ada yang mau mendengarkannya.” Mendengar itu, saya melongo lalu geleng-geleng kepala. Anak ini makannya apa, kok bisa secerdas itu. Kritikus musik berwujud anak-anak begini malah terdengar lebih fair dan profesional.
Contoh lain adalah ketika mereka diperdengarkan lagu-lagu dari Guns N’ Roses. Beberapa dari mereka menikmati lagunya, bahkan mereka mengenal beberapa lagunya. Mereka bahkan ikut bernyanyi di lagu semacam “November Rain” atau “Sweet Child O’ Mine” yang tenarnya bukan main. Mereka juga mengomentari gaya berpakaian Slash dan Axl Rose yang katanya mirip orang jahat. Bahkan ketika diperlihatkan foto Slash yang sedang merokok, salah satu anak bilang kurang lebih seperti ini, “Merokok itu tidak baik untuk kesehatanmu, Bung!” Gila memang anak kecil ini.
Bahkan anak sekecil itu bisa membuat pernyataan yang cukup keren ketika lagu-lagu The Beatles diperdengarkan. “Kamu tidak bisa benar-benar membenci The Beatles.” itu kata salah satu dari mereka. Ya meskipun ada sebagian dari mereka yang mengeluarkan pernyataan aneh, seperti ketika video konser The Beatles dihadiri ribuan orang, aalah satu anak nyeletuk enteng saja, “Mengapa orang-orang mau membayar mahal untuk pergi dan melihat mereka bernyanyi?” Ya kamu belum tahu saja, Nak.
Cara anak kecil mengulas, mengkritik, dan memberikan pendapat mengenai musik ini harusnya sedikit ditiru oleh para kritikus musik zaman sekarang. Kita melihat banyak sekali kritikus musik zaman sekarang yang alih-alih memberikan masukan kepada sebuah musik atau musisinya, malah menyerang dan mencaci maki tanpa alasan. Ada juga yang mengkritik musik dengan keras dan pedas, sekadar ingin dibilang keren dan paling beda. Apa mereka tidak malu dengan anak-anak kecil itu, yang mengkritik dan mengulas musik sesuai kemampuan mereka, adil dan tulus. Tidak ada tendensi apa-apa tentunya.
Namun, praktik ini tampaknya akan susah terjadi di Indonesia, mengingat kultur musiknya yang punya hierarki yang cukup saklek. Ada banyak sekali ketakutan kalau ingin mengulas atau mengkritik sebuah musik. Ada yang takut dibenci oleh musisi yang dikritik, atau bahkan dibenci oleh kritikus musik lainnya. Macam-macam lah pokoknya. Tapi, setidaknya kalau mau lebih variatif, coba lah sesekali serahkan kritik musik ke anak-anak. Bisa jadi mereka punya pendapat yang lebih jujur dan lebih masuk akal.
Photo by Jonas Mohamadi via Pexels.com
BACA JUGA Bukan Kecoak Hewan yang Harus Ditakuti, tapi Laba-Laba dan tulisan Iqbal AR lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.