Alun-alun Wonosobo nggak tampak seperti alun-alun, itu hanya tanah lapang di pusat kota.
Beberapa hari lalu saya mampir ke tempat saudara saya di Wonosobo, Jawa Tengah. Tidak ada maksud khusus, saya hanya ingin jalan-jalan saya melepas penat. Sesampainya di daerah dengan julukan Kota di Atas Awan itu, saya mengajak sepupu saya untuk berkeliling. Saya ajak supaya saya lebih kenal dengan kota ini.
Beberapa menit setelah menjajal Jalanan Wonosobo, kesan pertama yang muncul adalah daerah ini amat sepi. Apalagi bagi anak muda seperti saya yang gemar keramaian, Wonosobo benar-benar terlalu tenang. Kesan sepi ini semakin kuat ketika saya dan sepupu sampai ke Alun-alun Wonosobo.
Alun-alun seluas kurang lebih 3 hektar itu sepi. Hanya ada beberapa anak muda lalu-lalang. Mereka bermain sepeda listrik mengelilingi alun-alun atau sekadar nongkrong di bawah remang-remang lampu. Situasi ini jelas berbeda dari bayangan saya akun alun-alun yang ramai dan hidup.
Saya tidak kecewa, hanya kaget saja alun-alun bisa sesepi ini. Padahal kalau dilihat dari fasilitasnya, Alun-alun Wonosobo punya jalan setapak yang ramah pejalan kaki. Namun, hal ini sepertinya kurang menarik untuk warganya, apalagi untuk kawula muda.
Berdasarkan cerita saudara saya, tanah lapang di pusat kota ini pernah begitu hidup pada masanya. Pada saat itu para pedagang kaki lima masih diperboleh berjualan di area ini. Ketika aturan PKL nggak boleh lagi jualan di dalam area alun-alun, kawasan ini perlahan mulai sepi. Hingga kondisinya seperti sekarang ini.
Baca halaman selanjutnya: Alun-alun gambaran Wonosobo …
Alun-alun gambaran Wonosobo yang sepi
Pikir saya, alun-alun Wonosobo yang sepi itu tidak hanya disebabkan oleh larangan pedagang kaki lima berjualan. Saya merasa, pada dasarnya Wonosobo memang kota mungkin yang sepi, apalagi anak mudanya. Kota ini bukanlah tujuan merantau orang-orang dari berbagai daerah. Lha merantau untuk apa? Bukan daerah industri maupun pendidikan. Justru orang-orang Wonosobo lah yang merantau ke daerah lain.
Asal tahu saja, di kabupaten ini memang tidak ada perguruan tinggi ternama yang jadi primadona lulusan SMA atau sederajat. Beberapa perguruan tinggi yang ada lebih banyak diisi oleh warga setempat yang memilih untuk tidak merantau.
Mungkin, kondisi di atas yang membuat berbagai bisnis waralaba F&B enggan membuka cabangya di daerah ini. Daerahnya sepi dan anak mudanya banyak yang merantau, kombinasi yang sangat dihindari pebisnis. Kalau benaran buka cabang di sini, siapa pasarnya coba?
Itu mengapa Wonosobo begitu tertinggal soal cabang-cabang makanan seperti ini. Biasanya mereka harus ke kota yang lebih besar, Purwokerto misalnya, untuk mencicipi makanan dan minuman dari merek-merek terkenal seperti KFC, Mcdonalds, Mie Gacoan, dan masih banyak lagi. Kalau tidak ke kota-kota besar, muda-mudi biasanya jastip ke salah seorang teman yang merantau ke kota besar untuk membelikan merek waralaba tertentu ketika pulkam.
Sebagai seseorang yang menyukai keramaian, saya rasa sulit untuk segera cocok dengan daerah sepi ini. Saya nggak bayangin jalanan lengang dan alun-alun sepi jadi bagian hidup sehari-hari. Namun, bagi kalian yang gemar dengan ketenangan, Wonosobo adalah pilihan yang tepat. Sepertinya untuk daerah pensiun juga cukup ideal.
Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Temanggung dan Wonosobo, Tempat Wisata Paling Ideal buat Pemalas dan Kaum Mageran
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.