“Dari TK sampai SMA sudah di Jogja, kenapa kuliahnya di UGM juga?”
Saya pernah mendengar pertanyaan tersebut ketika seseorang bertanya asal domisili dan tempat saya berkuliah. Sebelum mulai kuliah S1, saya memang menghabiskan seluruh hidup saya di Jogja. Dengan kata lain saya belum pernah tinggal dalam waktu yang lama di kota lain.
Lalu, kenapa saya akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM)? Saya memiliki beberapa alasan sebelum akhirnya mengikuti seleksi agar bisa menjadi mahasiswa yang mengenakan jaket almamater karung goni di sana. Berikut ini alasannya.
#1 Nggak diizinkan merantau
Setelah naik ke kelas 12 SMA, saya berbincang dengan bapak saya mengenai keinginan saya kuliah di luar kota. Tapi, sebagai anak terakhir, keinginan saya nggak dikabulkan dengan mudah. Orang tua saya nggak mengizinkan saya kuliah di luar Jogja.
Pertimbangan bapak saya pada waktu itu adalah ada banyak kampus bagus di Jogja. Kedua kakak saya juga sebelumnya kuliah di Jogja. Oleh karena itu beliau merasa saya nggak perlu merantau untuk lanjut kuliah. Toh tinggal di rumah sendiri pun akan jauh lebih nyaman dan aman.
Selain menyetujui pendapat bapak saya, pada waktu itu pun keinginan merantau saya juga nggak kuat. Ada alasan kocak lain yaitu saya ingin sekolah, termasuk kampus saya berada di sebelah timur semua. Kebetulan SD sampai SMA saya ada di sisi timur rumah saya. Ketika bercerita ke keluarga atau teman-teman, saya jadi bisa menyebutkan bahwa tiap berangkat dan pulang wajah saya selalu terpapar sinar matahari.
#2 Akreditasi dan citra UGM
Saya nggak munafik bahwa saya pun memilih UGM berkat citranya. Saya berani bilang bahwa di Indonesia siapa sih yang nggak tahu UGM?
UGM selalu berada di top 3 peringkat kampus terbaik se-Indonesia. Masyarakat selalu melihat UGM sebagai kampus terpandang. Mahasiswa yang berkuliah di UGM lebih disayangi dan disegani, seenggaknya di lingkungan masyarakat sekitar rumah saya. Kualitas pendidikannya pun saya rasa sangat baik setelah saya cari tahu. Akreditasi UGM pun menjadi pertimbangan saya.
Kampus top dan kebetulan berada di kota yang sama di tempat saya tinggal. Akhirnya saya tetapkan pilihan saya kepada UGM.
#3 Memanfaatkan kesempatan jalur undangan UGM
Kebetulan sekali saat SMA prestasi saya lumayan memuaskan di bidang akademik. Ranking paralel saya bagus, begitu juga dengan nilai rapor saya. Alhasil saya mendapatkan kesempatan untuk ikut seleksi kampus lewat jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) atau jalur undangan.
Pada waktu itu saya tinggal mengisi biodata, lengkap dengan jurusan yang saya inginkan di kantor Bimbingan dan Konseling. Mengingat seleksi SNMPTN memang ketat, saya memasang strategi yang sekiranya berpeluang besar bisa membuat saya lolos. Selain itu, dulu santer kabar bahwa UGM lebih banyak menerima mahasiswa jalur undangan dari sekolah-sekolah yang ada di Jogja dan sekitarnya.
Saya manfaatkan betul peluang ini. Kan enak nggak usah belajar dan bayar tes SBMPTN, hehe.
#4 Ingin berkuliah di FISIPOL
Dulu di kalangan teman-teman saya, sempat ada “kepercayaan” bahwa jika kita suka main ke kampus tertentu, nanti kita akan menjadi mahasiswa di situ. Mulai kelas 11 SMA, saya suka main ke kampus-kampus yang ada di Jogja. Bukan karena saya mau mewujudkan kepercayaan itu, sih. Dulu saya suka saja ikut seminar dan workshop di kampus.
Saya juga sering main ke kampus-kampus lain, tapi entah kenapa saya selalu merasa ingin kembali lagi ke FISIPOL UGM. Beberapa kali saya ikut seminar di FISIPOL dan selalu menanti-nanti untuk ikut acara berikutnya.
Gara-gara sering menyambangi FISIPOL, saya jadi pengin kuliah di sana. Pada waktu itu, saya berpikir bahwa Kampus Impian punya gedung yang bagus dan lingkungannya rindang. Ditambah lagi FISIPOL strategis karena dekat pula dari GSP, perpustakaan, dan gedung pusat.
Dan saya nggak menyesal memilih FISIPOL. Saya merasa nyaman banget kuliah di situ. Walaupun begitu saya jajannya tetap di Bonbin atau kantin FTP, hehe.
Seperti itulah alasan mengapa saya memilih UGM sebagai tempat belajar saya selama S1. Saya nggak menyesali keputusan saya kuliah di UGM dan menghabiskan 3,5 tahun di sana.
Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Saya Gagal Kuliah di UGM, dan setelah 13 Tahun, Penyesalan Tersebut Tetap Ada
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
