Salah satu perilaku manusia adalah berbelanja barang-barang demi memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Ditambah dengan sifat menyukai keindahan dan keinginan untuk pamer dari apa yang dimilikinya tersebut, menjadikan manusia berlomba-lomba berbelanja barang-barang yang sering kali nggak dibutuhkan, tetapi diinginkan.
Barang elektronik, pakaian yang fashionable, hingga kendaraan roda empat merupakan jenis barang yang jika dimasukkan dalam pengertian Kebutuhan Maslow, maka akan dikategorikan sebagai kebutuhan kategori ketiga. Artinya, barang-barang tersebut lebih banyak sebagai barang yang nggak dibutuhkan, namun diinginkan.
Namun demikian, barang-barang inilah yang paling banyak iklannya di media massa kita. Barang-barang jenis ini juga yang dicari dengan melihat brand dan harga yang tinggi. Oleh karena itu, produsen barang tersebut tentunya berlomba-lomba untuk menciptakan barang yang bagus, berkualitas dengan merek yang telah diakui, dan dipastikan akan dipilih oleh konsumen dibanding produk yang sama dengan merek yang baru.
Saya nggak membahas barang sesuai kebutuhan atau barang kategori keinginan, tapi saya hendak memaparkan alasan mengapa sebuah barang nggak perlu kita beli. Ada beberapa alasan sebuah barang nggak perlu dibeli walau itu adalah barang branded, bagus, dan mahal.
#1 Masa pakai terbatas
Setiap manusia di kota atau desa yang hidup sejak listrik pertama kali ditemukan, tentunya paham barang-barang yang disebut dengan barang elektronik. Artinya, barang-barang tersebut bisa digunakan memakai prinsip elektronika.
Sekarang ini semakin banyak alat elektronik yang semakin canggih. Bahkan seiring berjalannya waktu, atas nama efisiensi dan efektivitas, maka telah muncul alat-alat yang mempunyai multifungsi dalam satu peralatan.
Semakin bagus sebuah alat, biasanya akan semakin mahal harganya. Apalagi jika peralatan tersebut telah mempunyai nilai jual melalui merek yang biasanya telah lama diterbitkan oleh perusahaan tersebut. Sebut saja untuk televisi, jika waktu saya kecil merek TV hanya ada Sanyo, kemudian bertambah merk Digitec, Panasonic, Sharp, dan sekarang jenisnya semakin banyak dan semakin berkembang.
Secara ilmu ekonomi, sebuah barang mempunyai masa pakai. Artinya, setiap barang—terutama barang elektronik—punya masa pakai 5 hingga 10 tahun. Jika telah mencapai masa pakai, maka si barang tersebut akan rusak, baik itu gangguan pada sparepart atau fungsi barang nggak dapat berjalan semestinya lagi.
#2 Sparepart tidak ada lagi saat dibutuhkan
Pernah, kan, kita pikirkan bahwa saat kita membeli barang yang mempunyai masa pakai yang panjang, maka saat masa pakai tersebut habis kemudian barangnya rusak, kita membawa ke bengkel dan jawabannya teknisi bengkel adalah nggak ada sparepart. Tentunya hal ini sangat menjengkelkan.
Sudah dapat dipastikan bahwa sparepart suatu barang diciptakan selama barang-tersebut masih diproduksi. Atau paling nggak lima tahun setelah series barang tersebut nggak diproduksi lagi, maka sparepart nggak akan ada lagi.
Saya mempunyai barang peninggalan kakek saya, sebuah mobil pick up merek Datsun keluaran tahun 1979. Malahan lebih tua mobil tersebut ketimbang usia saya. Dengan segala kondisi mobil dan kelawasannya, tentunya banyak sparepart yang butuh diganti. Walau saat ini masih ada merek mobil yang sama, namun sparepart untuk jenis dan series tersebut sudah nggak ada lagi. Bahkan, kami sempat mencari ke provinsi sebelah yang termasuk sebagai kota besar, dengan harapan masih ada sparepart yang dibutuhkan. Tetapi hasilnya nihil.
#3 Butuh pemeliharaan ekstra
Barang branded dan mahal biasanya kita perlakukan secara hati-hati. Karena pengorbanan untuk memperoleh barang tersebut nggak sedikit. Bagaimana orang menjaga barang branded miliknya agar nggak rusak dan lebih tahan lama. Misalnya para wanita yang mempunyai tas yang harganya sampai puluhan juta. Tentu mereka hanya akan memakai tas tersebut pada saat-saat penting saja. Setelahnya barang branded itu akan disimpan dalam lemari dengan perlakuan khusus.
Berbeda dengan perlakuan emak-emak yang membeli tas seharga lima puluh ribu di kaki lima. Sesampainya di rumah bisa saja si tas langsung dilempar sembarang tempat. Kecuali, isi tas masih sangat banyak dan berharga sehingga disimpan dalam lemari.
Sementara barang elektronik, pemakaian dan pemeliharaannya pun membutuhkan pengorbanan dari pemiliknya. Bagaimana sebuah smartphone seharga puluhan juta akan diberi pengaman sehingga mengurangi goresan di body-nya. Belum lagi saat menggunakannya, pasti si pemilik akan membersihkan tangannya terlebih dahulu.
Bayangkan jika ponsel tinut yang dipakai penjual ikan di pasar tradisional, jika sedang membersihkan ikan pesanan konsumen dan ponselnya berdering, tentunya nggak lama langsung diangkat pemiliknya. Tukang ikan nggak bakal mencuci tangannya terlebih dahulu, paling banter mengelap tangannya biar nggak terlalu basah.
#4 Gengsi hanya bertahan beberapa hari
Keinginan membeli barang branded dan mahal harganya kadang kala hanya untuk mengikuti gengsi. Membeli peralatan elektronik tentunya yang memiliki kualitas yang bagus, nggak cepat rusak, dan merek yang terkenal adalah sebuah prestige yang nggak semua orang bisa memilikinya. Namun demikian, gengsi ini hanya bertahan beberapa hari saja. Kemudian gengsi ini akan kembali ke tempatnya di mana dia nggak akan dilihat.
Barang yang kita beli setelah sekian lama akan dipandang biasa saja oleh orang lain seperti barang lainnya yang mempunyai fungsi yang sama juga. Hanya segelintir orang saja menganggap bahwa barang tersebut masih keren, fashionable, dan mahal. Lebihnya akan menjadi biasa saja.
Itulah beberapa alasan paling mashok nggak perlunya membeli barang branded dan mahal jika banyak pilihan dengan barang yang mempunyai fungsi yang sama, tetapi murah harganya. Tentunya dengan kondisi perekonomian seperti ini, penting untuk menjadi konsumen yang pintar dan bijak dalam memilih barang. Yang perlu diketahui adalah setiap barang yang mahal belum tentu bagus, tetapi setiap barang yang bagus sudah pasti lebih tahan lama dalam penggunaannya.
BACA JUGA 7 Alasan Orang Perlu Pindah Medsos ke TikTok