Alasan Mi Ayam Gerobak Cokelat Rasanya Lebih Enak Dibanding Gerobak Warna Lain

Alasan Mi Ayam Gerobak Cokelat Rasanya Lebih Enak Dibanding Gerobak Warna Lain terminal mojok.co

Alasan Mi Ayam Gerobak Cokelat Rasanya Lebih Enak Dibanding Gerobak Warna Lain terminal mojok.co

Sebagai penyuka mi ayam, saya selalu antusias untuk merasakan cita rasa mi ayam yang dijual di beberapa tempat yang sedang saya kunjungi. Baik mi ayam yang dijual di restoran, di kios dengan menggunakan etalase, maupun mi ayam gerobakan. Di antara ketiganya, yang menjadi favorit saya adalah pilihan terakhir, mi ayam yang dijual gerobakan.

Pasalnya, mi ayam gerobakan selalu menyajikan cita rasa yang unik, terasa lebih sedap sekaligus sesuai selera, dan mantap dengan segala racikannya. Karena sudah lama dan terbiasa makan mi ayam gerobakan, saya pun menyadari suatu hal.

Jika satu pedagang dengan pedagang yang lainnya menawarkan cita rasa yang berbeda, bisa dipahami karena tentu racikan serta olahannya pun berbeda. Namun, yang unik, hampir semua mi ayam gerobakan yang pernah saya makan, yang rasanya lebih enak adalah mi ayam dengan gerobak warna cokelat atau warna alami kayu, dibandingkan mi ayam dengan gerobak berwarna lain.

Bagi saya, ini bisa tergolong sebagai fenomena unik. Dan yang menyadari hal ini bukan hanya saya, tapi juga beberapa teman lainnya. Mungkin juga kalian yang membaca tulisan ini. Coba kalian ingat atau rasakan kembali. Kalian boleh sepakat, boleh juga memperdebatkan hal ini. Satu yang pasti, secara empiris, memang seperti itu adanya. Ini terjadi di beberapa tempat dan wilayah yang pernah saya kunjungi.

Apakah ini konspirasi dalam dunia per-mi ayam-an? Saya pun masih harus meninjau kembali hal tersebut.

Warna gerobak mi ayam sendiri terbilang template. Kalau nggak cokelat, biru, ya hijau. Kalau ada warna lain, mungkin ingin membuat pembaruan. Tentu lain soal jika kita bicara soal mi ayam restoran atau yang ada di kios, ya. Gerobaknya biasanya sudah lebih modern, bentuknya etalase dengan aluminium warna silver yang khas.

Jika dibandingkan, antara mi ayam gerobak cokelat dan gerobak warna lain pun dari bahan baku sebetulnya sama saja. Gulungan mi, daun-daunan, dan beberapa topping pilihan sebagai pelengkap: ceker, bakso, pangsit, dan lain sebagainya. Meski racikan kuah pada suwiran ayam biasanya berbeda dan jadi penentu enak atau tidaknya cita rasa mi ayam yang disajikan.

Soal bumbu rahasia? Masing-masing punya sendiri, kok. Cara penyajiannya pun sama. Mi direbus terlebih dahulu. Biasanya dibarengi dengan daun-daunan yang ikut direbus. Sambil menunggu matang, kaldu, kecap asin, garam, dan bumbu penyedap dituang dalam mangkok, lalu dikacau. Jika mi dan sayur dirasa sudah matang, tinggal diangkat, diaduk bersamaan bumbu yang sudah dikacau. Untuk kuah biasanya dipisah atau menyesuaikan pesanan.

Lalu, apa yang membedakan? Kenapa di beberapa wilayah yang saya kunjungi bisa serupa bahwa mi ayam dengan gerobak cokelat itu rasanya lebih enak dibanding yang lain?

Oke. Untuk memastikan hal tersebut, saya coba tanyakan ke tukang mi ayam langganan yang biasa lewat dan keliling perumahan, di tempat saya tinggal. Kebetulan, gerobak miliknya pun berwarna cokelat.

“Mas, pernah dengar nggak, kalau mi ayam yang gerobaknya cokelat itu rasanya lebih enak dibanding mi ayam dengan warna gerobak lain?” tanya saya.

“Pernah, Mas. Sudah sering saya dengar info seperti itu. Tapi, gerobak saya sendiri dari awal jualan memang cokelat, sih. Jadi, bukan biar dibilang enak.” Respons Mas Teguh (nama samaran), penjual mi ayam dengan gerobak cokelat.

“Ada bumbu atau racikan rahasianya nggak, Mas?” tanya saya lagi melanjutkan kekepoan.

“Nggak ada, Mas. Teman penjual mi ayam lain yang gerobaknya warna cokelat pun bumbu racikannya biasa aja. Nih, sampeyan juga bisa liat sendiri, hanya ini-ini aja bumbunya,” jawab Mas Teguh sambil meracik mi ayam pesanan saya.

Sebelum saya melanjutkan pertanyaan, Mas Teguh melanjutkan pernyataannya.

“Begini, Mas. Sepengalaman saya jualan mi ayam, saya bersama teman-teman lainnya yang juga satu daerah punya kebiasaan serupa. Gerobak kami diberi warna cokelat. Entah memang kebiasaan atau ikut-ikutan pendahulu kami yang juga berjualan mi ayam. Jadi, kebiasaan ini malah seperti tradisi yang diturunkan. Tapi, nggak tahu ini berlaku juga di daerah lain atau nggak,” kata Mas Teguh.

“Memang, kalau boleh saya tahu, asalnya Mas Teguh dari mana, Mas?” tanya saya.

“Dari Wonogiri saya, Mas,” jawab Mas Teguh dengan penuh kebanggaan.

Setelah mengetahui daerah asal Mas Teguh, rasanya saya langsung mendapat insight dan benang merah: kenapa mi ayam gerobak cokelat rasanya bisa lebih enak dibanding mi ayam dengan gerobak berwarna lain? FYI, selama ini Wonogiri dikenal sebagai penghasil bakso dan mi ayam dengan rasa yang enak.

Sebagai penutup, saya ingin menegaskan bahwa tulisan ini dibuat untuk mencari tahu asal-usul serta alasan: kenapa mi ayam gerobak cokelat menurut saya rasanya bisa lebih enak. Ini bukan untuk mendiskreditkan mi ayam dengan gerobak berwarna lain.

BACA JUGA Pemburu Mie Ayam Sejati Tidak Akan Pilih-pilih Soal Mie Ayam dan artikel Seto Wicaksono lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version