Minggu lalu Bareskrim Polri merilis daftar tersangka yang menyebabkan Gedung Kejaksaan Agung terbakar pada 22 Agustus lalu. Tak main-main, dari delapan tersangka, pelakunya utamanya adalah lima kuli bangunan yang dengan lalai membuang puntung rokok sembarangan di dalam ruangan tempat mereka sedang merenovasi. Akibat perilaku perokok tak bertanggung jawab ini, salah satu cagar budaya di Indonesia ludes dilahap api. Kerugian materiil dihitung mencapai Rp1,12 triliun!
Mungkin kamu akan buru-buru skeptis. Kulinya kan lagi ngerenov lantai enam, mereka juga buang puntungnya di situ. Kenapa yang ludes bisa satu bangunan raksasa berlantai tujuh?
Kata Polri, ini gara-gara cairan pembersih lantai yang dipakai untuk mengepel seluruh lantai Gedung Kejagung. Cairan ini mengandung solar dan thinner sehingga ketika lantai enam membara, api dengan cepat menyebar ke semua lantai. Itulah kenapa selain lima kuli tadi, mandor mereka, direktur perusahaan yang memproduksi cairan pembersih itu, serta seorang karyawan Kejaksaan Agung yang mengadakan pembelian cairan pembersih ikut jadi tersangka.
Menurut saya sih, perkara cairan pembersih itu mestinya tidak perlu ikut disalahkan. Sebab, rasanya akan sama saja dengan menyalahkan pohon-pohon di hutan ketika kebakaran lahan terjadi. Bagaimanapun, kita tetap harus fokus ke masalah utama: kenapa kuli bangunan ini nekat buang puntung rokoknya sembarangan di Gedung Kejagung?
Saya mencoba memikirkan dua opsi jawabannya.
Alasan kuli bangunan nekat buang puntung rokok di dalam Gedung Kejagung #1 Tidak disediakan asbak
Ini merupakan musabab paling fundamental. Coba Anda bayangin, kalo saja di Kejaksaan Agung ini ada asbak, pasti para tukang bangunan tersebut takkan membuang puntung rokoknya serampangan. Ini serius. Ketiadaan asbak tentu merupakan salah satu alasan paling logis kenapa mereka buang puntung sembarangan. Hal ini sebenarnya bikin saya misuh-misuh sendiri mengingat jika saja asbak ini ada, tentu Gedung Kejagung takkan merugikan negara sampe 1,12 T!
Memangnya harga asbak berapa sih? Masak Gedung Kejagung yang udah jadi cagar budaya ini sampe lupa hal prinsipil seperti ini? Palingan yang di bawah 20 rebu juga banyak. Jaksa Pinangki bisa lah belinya.
Oleh karena itu, saran saya buat Kejaksaan Agung, ke depan harus diperhatikan kenyamanan para tukang bangunan yang besok-besok akan membangun Gedung Kejagung. Nggak usah muluk-muluk, UU Cipta Kerja bolehlah menganggu kesejahteraan mereka, tapi buat kenyamanan, disediakan asbak sudah cukup. Apalagi kalo sampe dikasih rokoknya. Mayan.
Alasan kuli bangunan nekat buang puntung rokok di dalam Gedung Kejagung #2 Memang kulinya sembrono
Kedua, bisa jadi lima kuli ini adalah tipe orang yang kalo di kafe, meski udah disediain asbak tetep aja buang puntung sembarangan. Sebenarnya untuk alasan kedua ini saya agak ragu sih. Soalnya saya jarang ngelihat kuli nongkrong di kafe. Tapi, mengingat betapa gentingnya kasus ini, segala kemungkinan harus bisa dipertimbangkan.
Tersebab kebiasaan nggak buang puntung ke tempat seharusnya, lama-kelamaan lima kuli ini sampe nggak sadar kalo mereka lagi di Gedung Kejaksaan Agung. Ini serius. Kebiasaan-kebiasaan apa pun jika dilakukan secara terus-menerus tentu akan menjadi sebuah karakter.
Kemungkinannya, mereka pikir mereka sedang berada di kafe sehingga santuy-santuy aja buang puntung sembarangan. Ini masuk akal karena mereka SAMPE NGGAK SADAR lho kalau api itu cepat menjalar ke seluruh ruangan! Benar-benar mengerikan untuk ukuran seorang kuli bangunan! Oleh karena itu, bagi kuli-kuli lain yang suka nongki di kafe, kalo nanti bekerja di Gedung Kejaksaan, mendingan jangan bawa rokok deh!
Alasan-alasan di atas tentu hanyalah hipotesis saya belaka. Secara pribadi, saya sangat mengapresiasi kinerja pemerintah dan Kepolisian Republik Indonesia karena akhirnya bisa mengungkap dalang di balik kebakaran yang menghebohkan ini. Ternyata, tak ada teori konspirasi, tak ada sangkut pautnya dengan Djoko Tjandra ataupun Jaksa Agung S.T. Burhanuddin, apalagi Jaksa Pinangki. Semuanya cuman kehendak Illahi yang diperantari oleh kuli yang tidak sengaja buang puntung rokok sembarangan. Cuman kebetulan, kawan-kawan.
Jadi, ini tentu bukanlah suatu kasus yang penuh intrik di dalamnya. Mulai sekarang, lupakan pikiran kalo yang bakar Gedung Kejagung itu bertujuan membumihanguskan arsip kasus-kasus besar. Lupakan bahwa ini ada sangkut pautnya dengan Djoko Tjandra apalagi dengan jenderal kepolisian.
Saya percaya pada Polri karena Polri tidak mungkin dong berbohong kepada rakyatnya sendiri yang sudah menggaji mereka. Bener, kan? Bener, dong! Yang membuat saya tambah yakin, pemerintah saja yang nggak menyangkal penyebab kebakaran gedung ini memang disebabkan kuli bangunan. Berarti ini jelas, clear! Bukan berita hoaks. Sebab, kebenaran kan ada di tangan pemerintah. Betul kan, Pak Johnny Plate?
BACA JUGA Baharuddin Lopa, Jaksa Agung yang Kelewat Jujur dan Sederhana dan tulisan Raihan Rizkuloh Gantiar Putra lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.