Bank Digital Jangan Terlalu Diglorifikasi karena Nyatanya Nggak Selalu Lebih Menguntungkan dari Bank Konvensional

Bank Digital Jangan Terlalu Diglorifikasi karena Nyatanya Nggak Selalu Lebih Menguntungkan dari Bank Konvensional

Bank Digital Jangan Terlalu Diglorifikasi karena Nyatanya Nggak Selalu Lebih Menguntungkan dari Bank Konvensional (unsplash.com)

Kata siapa bank digital menawarkan banyak keuntungan bagi nasabah? Ah, nggak juga…

Penetrasi perkembangan teknologi informasi yang kian pesat, membuat masyarakat pada era ini menuntut adanya efisiensi dan efektivitas dalam semua aspek kehidupan. Teknologi, khususnya internet, melahirkan peradaban yang serba cepat dan instan, bahkan lebih cepat daripada merebus mie instan.

Maka tak usah heran apabilan di zaman sekarang orang begitu mendewakan yang namanya efektif dan efisien. Kalau tidak seperti itu, dianggap ketinggalan zaman, lamban, dan buang-buang waktu. Padahal kalau diperhatikan, itu hanya dalih untuk menutupi kemageran akut homo sapiens zaman sekarang.

Fenomena ini kemudian memicu lahirnya produk atau jasa layanan yang menawarkan pelayanan yang efisien dan efektif. Salah satunya kemunculan sebuah entitas bisnis yang disebut bank digital. Kehadiran bank digital menjadi angin segar bagi masyarakat saat ini, khususnya kaum urban dan gen Z, yang menaruh semua kehidupannya ke dalam satu perangkat yang disebut dengan smartphone.

Setiap transaksi seperti membeli barang, mengirimkan dan menerima uang, serta membayar tagihan, semua dilakukan hanya dengan menyentuh ponsel pintar mereka. Meski fitur seperti itu bisa dirasakan juga melalui mobile banking milik bank konvensional, tapi layanan mobile banking masih terikat dengan bank konvensional itu sendiri. Sehingga dalam beberapa kasus, nasabah harus datang ke kantor-kantor cabang terdekat.

Keuntungan bank digital: lebih efisien, bahkan menawarkan bunga lebih tinggi

Hal ini tentu berbeda dengan bank digital yang lebih memiliki independensi dalam setiap transaksinya. Bahkan persoalan penetapan suku bunga simpanan pun, bank digital rata-rata menawarkan bunga lebih tinggi ketimbang bank konvensional. Setidaknya rata-rata di atas 5% per tahun. Lebih ekstrem lagi, ada yang menawarkan bunga 10% per tahun.

Selain itu, proses mengantre yang melelahkan dan membosankan di bank juga dapat dihindari karena semua transaksinya seperti pembukaan rekening dilakukan secara daring. Apalagi semua transaksi bank digital bebas biaya admin. Aktivitas transfer pun punya potongan yang lebih sedikit ketimbang bank konvensional.

Beberapa hal tersebut kemudian membuat banyak pihak beranggapan bahwa bank digital lebih menguntungkan ketika digunakan dalam keseharian daripada bank konvensional. Padahal tidak selalu demikian.

Perihal efektif dan efisien yang menyuapi rasa malas tiap manusia sih saya sepakat. Tapi kalau sampai berbicara keuntungan yang lebih luas, bahkan yang lebih ekstrem berpendapat bank konvensional sebaiknya dihilangkan, itu sudah terlalu berlebihan. Bagi saya, bank digital tidak untung-untung amat ketika digunakan. Banyak sisi negatifnya yang justru membuat saya tetap bertahan menggunakan bank konvensional. Mari kita bedah satu per satu alasannya.

#1 Bank digital terlalu bergantung kepada jaringan internet

Satu hal yang membuat kemudahan yang ditawarkan oleh bank digital ini seperti pedang bermata dua adalah ketergantungannya terhadap jaringan internet, terutama aktivitas operasionalnya yang semua dilakukan secara digital. Ketika jaringan internet terganggu, atau platform dari bank digital ini sedang mengalami gangguan sistem, maka nasabah hanya bisa nrimo ing pandum. Nasabah hanya bisa pasrah dan berharap sistemnya segera kembali normal.

Persoalan tarik tunai saja, bank digital ini sudah super ribet karena tidak punya layanan ATM. Maka tak usah heran ketika nasabah berada dalam situasi susah sinyal atau sistem layanan di platform bank digital down, nasabah tidak memiliki opsi untuk melakukan transaksi offline. Misalnya perkara penarikan uang, nasabah tidak bisa serta-merta melakukan penarikan uang di ATM bank lain.

Selain itu, nasabah bank digital pun tidak punya kesempatan untuk mengeluhkan atau berkonsultasi secara tatap muka selayaknya nasabah bank konvensional. Lha wong layanannya serba online.

#2 Keuntungan menabung yang semu

Salah satu alasan banyak orang tergiur menggunakan bank digital adalah karena penawaran bunga simpanannya yang tinggi. Rata-rata di atas 5% per tahun. Sekilas lebih menguntungkan ketimbang bank konvensional yang rata-rata di bawah 4%. Bahkan saat ini, melalui peraturan terbaru dari Bank Indonesia, bunga tabungan itu 0%.

Padahal bunga 5% itu sejatinya tidak sepenuhnya menguntungkan nasabah. Setiap simpanan, baik itu berjangka atau non-berjangka, akan dikenakan pajak sebesar 20% per tahun.

Ilustrasinya begini. Misalnya saya memiliki simpanan di bank digital J sebesar Rp10 juta dengan bunga 6% per tahun. Artinya, Rp10 juta x 6% = Rp600 – 20% = Rp480 ribu. Itu bunga yang saya dapat selama setahun. Kalau dibagi per bulan artinya sekitar Rp40 ribu.

Perhitungan ini dengan catatan apabila saya tidak mengganggu simpanan tersebut. Itu kalau simpanan saya benar-benar terjaga konsistensi nominalnya selama satu tahun. Tidak dicongkel untuk beli ini dan itu. Tapi, kok sepertinya itu hal yang mustahil.

“Tapi kan bunganya tetap lebih tinggi dan tanpa biaya admin.” Baiklah, perlu diketahui bahwa setiap simpanan masyarakat di bank selalu dijaminan oleh yang namanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Persoalannya, LPS dalam peraturannya hanya menjamin simpanan dengan suku bunga di bawah 4.25% per tahun.

Simpanan dengan suku bunga di atas 4.5% tidak akan ditanggung ketika sebuah bank umum mengalami likuidasi atau kolaps. Jadi, ketika bank digital yang digunakan menawarkan bunga 7% tapi dalam perjalanannya kolaps, ya tinggal terima nasib saja kalau pengembalian bunga dari simpanan nasabah tidak bisa dikembalikan oleh pihak bank.

Lagi pula mencari keuntungan melalui tabungan atau investasi itu hal konyol. Orang waras akan menjadikan tabungan atau investasi bukan untuk meraup kekayaan, melainkan sebagai instrumen untuk menjaga nilai kekayaan agar tidak terkena inflasi.

Kalau mau cari untung, perbanyak pos pendapatan, bisa melalui bisnis atau pekerjaan sampingan. Atau kalau mau lebih ekstrem, silakan coba bermain crypto. Itu kalau mental kalian kuat.

#3 Mekanisme peminjaman yang rumit

Saya perhatikan, bank konvensional ini hanya fokus pada sisi funding atau menghimpun dana dan kurang memperhatikan produk landingnya atau pinjamannya. Padahal namanya bank, secara fungsi saja merupakan lembaga intermediary atau jadi perantara antara yang butuh uang dengan yang kelebihan uang.

Kebanyakan dari bank digital ini justru menggunakan pihak ketiga ketika ada nasabah yang ingin mengajukan pinjaman. Mayoritas pihak ketiga yang digandeng oleh bank digital adalah fintech, atau disebut pinjol.

Nah, dorrr. Regulasi penanganan pinjaman di bank dan pinjol saja berbeda. Tentu secara keamanan, nasabah yang pinjam di bank konvensional jauh lebih aman. Regulasinya sudah lebih jelas di bawah pengawasan OJK perihal perlindungan konsumen. Jadi pikir ulang kalau mau pinjam di bank digital. Selain itu, bunganya pasti lebih tinggi.

#4 Keamanan data dan dana nasabah

Sudah jadi rahasia umum bahwa keamanan data dan dana nasabah di bank digital itu lebih rentan ketimbang bank konvensional. Semuanya yang serba internet selalu punya celah untuk dicari oknum hacker yang tidak bertanggung jawab.

Persoalan data, misalnya. Di bank digital setiap transaksi nasabah hanya terekam secara digital tanpa ada proses tatap muka, tanda tangan, hingga cap yang bisa merekam histori transaksi nasabah secara offline. Jadi, ketika data nasabah di bank digital itu hilang, ya sudah hilang. Tidak ada backup-nya. Kasarannya seperti itu.

Selain itu, dana nasabah juga rawan sekali terkena skimming karena semua transaksi terpusat hanya pada transaksi digital di smartphone nasabah. Mudah sekali dibobol ketika nasabah yang gaptek misalnya, tidak sengaja mengakses link phising yang dapat mencuri semua data bank digital milik nasabah.

Berbeda dengan bank konvensional, ketika ada percobaan phising atau skimming, proteksinya jauh lebih prudent karena mekanisme keamanannya dilakukan dari dua pendekatan, yaitu offline dan online. Ketika terjadi pembobolan secara online, nasabah bisa meminta pihak bank konvensional untuk membekukan transaksi digitalnya dan untuk sementara hanya menggunakan transaksi offline melalui ATM dan kantor layanan dari pihak bank. Sementara bank digital tidak bisa melakukan hal yang sama.

Beberapa alasan di atas bukan bermaksud mengkerdilkan bank digital atau menolak kemajuan peradaban. Saya hanya mencoba menjabarkan bahwa kemudahan bank digital jangan terlalu diglorifikasi karena menyimpan masalah yang sebaiknya harus disikapi dengan bijak oleh kita.

Yang ada di mereka uang kita, lho, bukan uang pejabat atau koruptor. Kalau uang mereka mah bodo amat.

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Rekomendasi 3 Bank Digital yang Menawarkan Banyak Keuntungan bagi Nasabah.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version